DI suatu pagi yang cerah, di sebuah istana yang cukup megah, hiduplah seorang putri kerajaan yang dikenal baik hatinya juga rupanya. Setiap hari ia mematut diri di cermin kebanggaannya tidak ada yang berubah dari dirinya. Selalu cantik seperti biasa.Seperti kali ini. Sang putri mematut diri di cermin, merapikan dandanannya. Sebentar lagi pangeran akan datang menjemputnya, dengan kuda putih kesayangannya. Mendengar sang pangeran datang menjemputnya, ia berlari dengan sumringah, melihat bayangan sang pangeran dari balik jendela kamarnya.
PRAANNGG
Sayangnya ini bukan negeri dongeng. Hanya ada gadis bernama Sera Bunga Adrina yang melongokkan kepalanya di jendela kamar. Melihat seorang pemuda memasuki rumahnya.
Bukan pangeran berkuda. Apalagi berkuda putih. Cuma ada Marshal Ivano dengan motor besarnya seperti biasa.
Sera kembali mematut diri di cermin, merapikan penampilannya. Akhir pekan itu Marshal mengajaknya jalan. Hanya sekedar nonton dan makan, seperti biasa.
Pintu kamar Sera terbuka. Menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih cantik di usia senjanya.
"Marshal udah datang tuh, Ra."
"Iya, Ma. Sera liat tadi." Sera memoleskan lip tint sebagai sentuhan terakhir.
"Cantik amat sih anak Mama."
Sera pun tersenyum, "Iya dong, Ma. Kan mamanya cantik."
Sebenarnya sih kalau cuma jalan sama Marshal, biasanya Sera nggak perlu dandan yang heboh. Paling cuma bb cream dan lip tint.
"Kamu pacaran ya sama Marshal?"
Sera melihat pantulan dirinya yang mengerutkan kening dibalik cermin, "Nggak."
"Terus kok sering banget jalan berdua."
"Jalan berdua temen emang nggak boleh? Marshal udah punya cewek kali, Ma."
"Kalo udah punya cewek ngapain ngajaknya kamu."
Sera mengedikkan bahu, "Nggak tau."
"Yaudah cepetan tuh Marshal nungguin. Dia lagi ngobrol sama papamu."
"Pasti ngomongin bola lagi deh."
"Laki-laki kalo udah ketemu apalagi yang diomongin selain otomotif dan bola."
Sera berjalan keluar kamar setelah mengambil sling bag serta flat shoes nya. Ia menghampiri Marshal dan kedua orang tuanya yang asyik berbincang di ruang keluarga. Marshal memang sudah akrab dengan kedua orang tua Sera. Dua tahun bersahabat membuatnya sering main ke rumah Sera. Sama halnya dengan Sera yang mengenal baik keluarga Marshal. Mereka sudah tidak canggung lagi dengan keluarga masing-masing.
Seperti saat ini, Marshal kalau ketemu papanya Sera pasti langsung ngobrol seputar bola. Atau tentang mobil papanya dan motor besar Marshal.
"Mobil Om sudah lama banget tuh dikandangin. Mau dijual aja kayaknya."
"Kenapa dijual Om? Nggak sayang?"
"Sayang sih sebenernya. Tapi jarang dipake. Om kan udah pensiun. Udah jarang keluar, lebih sering di rumah. Jadinya mobil parkir terus di garasi. Daripada jadi rusak karena nggak dipake lebih baik dijual aja."
"Kenapa nggak dipake sama Sera aja, Om?"
"Om juga mikirnya gitu, sih. Tapi Sera belum bisa bawa mobil."
"Boro-boro bisa bawa mobil." Tiba-tiba Mama Sera nyeletuk. "Setiap libur malah dipake tidur. Bukannya belajar nyetir." Ujar Mama Sera yang diiringi tawa papanya dan Marshal.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK [COMPLETED]
Algemene fictie"Kita terjebak dalam lingkaran bernama persahabatan yang kita buat sendiri." [Versi lengkap bisa dibaca di Karyakarsa]