4. Malu

7.6K 1K 63
                                    

Jangan lupa vote & komennya🌹
.
.
.
Punya malu itu bagus. Asal jangan malu-maluin ya.

* Luna *

• • •

Kiara merutuki dirinya sendiri. Kenapa akhir-akhir ini ia selalu terlibat masalah dengan orang yang bernama Bayu? Orang yang selalu membuat hatinya ketat ketir maju mundur cantique? Kan ujung-ujungnya jadi malu-maluin!

Dalam hati Kiara terus berdoa agar hari ini dan seterusnya jangan sampai ia bertemu dengan Bayu lagi. Eh, tapi jangan seterusnya juga. Minimal sampai Bayu lupa sama kejadian kemarinlah. Iya. Jangan sampai seterusnya. Bisa kurang asupan kesehatan hati, mata dan jantung sih kalau sampai tidak ketemu sang KETOS dalam jangka waktu lama.

"Nak, sini deh," panggil salah seorang guru perempuan pada Kiara.

Kiara yang kebetulan lewat pun akhirnya mendekat ke arah sang guru.

"Ada apa ya, Bu?" tanya Kiara dengan nada sopan.

"Begini, bisa Ibu minta tolong kamu ke kelas dua belas IPA satu?"

"Oh bisa, bisa, Bu."

"Tolong kamu ambilin buku paket Matematika Ibu sama siswa yang bernama Bayu Mahardika Ramadhan, ya."

Kiara kembali mengangguk pelan. Setelah itu ia pun pamit untuk ke kelas dua belas IPA satu.

Kiara menghentikan langkahnya tepat di depan kelas dua belas IPA satu. Cukup lama ia menatap pintu kelas itu. Ada rasa tidak asing dengan posisinya saat ini. Namun, karena tak mau ambil pusing, Kiara segera mengetuk pintu kelas itu sehingga membuat seisi kelas menoleh ke arahnya.

Kiara menggigit pelan bibir bawahnya, gugup karena semua mata tertuju padanya, termasuk guru yang kebetulan sedang mengajar di kelas itu. Guru perempuan dengan tubuh tambun serta kacamata lengkap membingkai matanya yang tajam itu pun terus menatap Kiara yang mematung di depan kelas.

"Ada apa?" tanya guru tambun yang akhirnya Kiara ketahui bernama Mely itu.

Kiara mengetuk-ngetuk ujung sepatunya karena tiba-tiba terserang rasa cemas.

"Um, anu Bu. Itu... Saya... Saya..."

Bu Mely mengetuk pulpen di atas mejanya memberi isyarat pada Kiara agar cepat mengutarakan maksud kedatangannya di kelas itu.

"Saya ..." Kiara menggantungkan ucapan saat kedua matanya sukses menangkap sosok laki-laki yang hari ini berusaha ia hindari.

Bentar, bentar. Dia kak Bayu? Ini kelasnya? Pantesan dari tadi aku ngerasa nggak asing sama kelas ini. Huhuhu, ya Allah. Kejadian apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Semoga nggak malu-maluin. Hiks.

"Permisi, kamu mau ngapain di sini? Cepat. Waktu kamu tiga menit," ujar Bu Mely dengan nada tegas.

Kiara terperanjat dan segera meminta maaf pada sang guru. "Itu Bu, sa-saya... Disuruh minta buku paket sama... Sama Kak Ba-Bayu," jawab Kiara terbata-bata.

Bu Mely tampak menganggukkan kepalanya. "Buku paket apa?" tanya Bu Mely.

"Ma-matematika, Bu."

"Oke. Bayu, cepat selesaikan urusan kamu sama dia."

"Cieee urusan rumah tangga ya, Yu?" teriak salah seorang siswa laki-laki yang Kiara tak tahu namanya. Kiara pun jadi salah tingkah tapi diam-diam mengamini ucapan teman Bayu.

Bayu yang diteriaki hanya bisa menggeleng pelan lalu mengambil buku paket yang ia simpan di dalam laci mejanya. Setelah buku itu berada di tangan, Bayu pun akhirnya berjalan mendekat ke arah Kiara yang masih terliha salah tingkah.

Bayu menyodorkan buku paket itu kepada Kiara. "Ini. Bilang ke Bu Ora. Makasih."

Kiara yang sejak tadi menunduk mengangguk pelan. Ia pun dengan cepat mengambil buku paket itu dan berniat untuk segera pergi. Namun genggaman Bayu pada buku itu terlalu kuat, membuat Kiara mendongak seraya mengernyitkan keningnya.

"Um..."

"Woy, lama bener dah. Ini mah urusan rumah tangganya serius kali," celetuk Tio –teman sebangku Bayu.

"Kak... Bukunya," ujar Kiara mengingatkan.

Bayu tersentak pelan lalu melepas buku paketnya.

"Sudah? Kamu boleh pergi kalau urusanmu sudah selesai," ucap Bu Mely membuat Kiara dan Bayu mengangguk samar.

"Saya permisi, Bu. Kak, sa-saya pergi dulu," pamit Kiara seraya berjalan keluar kelas dengan tergesa-gesa. Pasalnya, ada jantung yang harus ia selamatkan saat ini juga. Karena bertemu Bayu setelah kejadian kemarin itu ternyata berakibat cukup fatal untuk kesehatan jantungnya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Sepertinya Tuhan telah menjadikannya kutub negatif, dan Bayu kutub positif. Sehingga mereka seperti terus saling tarik menarik saat berdekatan.

Ah, aku saja yang lebay. Tapi ya Allah, gini amat ya rasanya ketemu kak Bayu?

Sebelum benar-benar menghilang dari kelas dua belas IPA satu, samar-samar Kiara bisa mendengar Bayu mengucapkan kalimat 'Hati-hati'. Kiara pun berspekulasi bahwa kalimat itu ditujukan agar ia tidak melakukan hal-hal ceroboh lagi, yang kapan pun bisa membuatnya celaka atau bahkan orang-orang di sekitarnya. Tapi, apakah maksud Bayu benaran seperti itu? Atau hanya Kiara yang terlalu ge-er. Entahlah.

***

Usai menyerahkan buku paket itu kepada Bu Ora, Kiara segera menuju kelasnya, karena sebentar lagi jam pelajaran kedua akan dimulai.

Beruntung jam pertama tadi Pak Seno tidak hadir karena sesuatu hal. Jadi Kiara bisa bebas ke perpustakaan untuk mengerjakan PR sejarahnya yang belum ia selesaikan karena lupa.

"Heh, dari mana aja sih, Ra? Dicariin nggak nongol-nongol," ujar Luna seraya meletakkan ponsel di atas meja.

"Abis ke kelas Kak Bayu," jawab Kiara singkat.

"WHAT? NGAPAIN LO DI SANA?" tanya Luna dengan nada terkejut.

Kiara dan Risa menutup kedua telinganya mendengar suara nyaring Luna. "Bisa nggak sih Lun suaranya santae aja?" ucap Risa yang merasa terganggu.

"GUE NGGAK BISA SANTAE, RIS. INI TUH INFO TERPANAS DAN TERAPDET KALI INI!"

"Halah, lebay lo. Gini nih kalo keseringan nonton ghosiph."

Kiara mengibaskan tangannya ke arah Luna dan juga Risa, membuat keduanya seketika menghentikan perdebatannya.

"Sudah, sudah. Kalian ini. Aku cuma disuruh sama Bu Ora minta buku paketnya sama Kak Bayu. Itu aja."

"Terus???" tanya Luna sedikit curiga.

"Nggak ada terus-terusan," tandas Kiara. "Eh, bentar. Ada terusnya ding. Terus aku maluuuuuuu!" lanjut Kiara seraya menutup kedua wajahnya menggunakan kedua tangan.

Risa dan Luna salinh bertatapan melihat tingkah sahabatnya itu. "Malu gimana?" tanya Risa yang akhirnya penasaran juga.

"Tadi itu aku diteriakin sama temennya Kak Bayu. Katanya aku sama Kak Bayu ada urusan rumah tangga yang harus diselesaiin, padahal di situ lagi ada gurunya. Ih, kan aku malu."

"Jadi, lo gimana?"

"Ya, aku malu lah, Lun, Ris. Ini di depan kelasnya Kak Bayu loh. Diliatin sama temen-temennya pula."

"Syukur deh lo malu. Nggak pake maluin di belakangnya."

Luna dan Risa pun terbahak, sementara Kiara berusaha menahan rasa malunya karena mengingat kembali kejadian tadi.

***

Terima kasih kepada teman2 yg selalu menunggu cerita ini.🙏

Jangan lupa follow IG windyharuno. Thankyou❤️

Cuma Ngefans, Kok! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang