TUJUH [ New Version ]

31.8K 829 4
                                    

Sehari setelah acara pertunangan itu, tidak ada perubahan yang signifikan bagi hidup Azkia. Ia tetap bangun pagi untuk berangkat ke sekolah, namun hari ini sepertinya ia akan sedikit terlambat ke sekolah karena Ali yang susah dibangunkan.

Saat Azkia buru-buru memakai kaos kaki, pintu kamarnya diketuk. " Ada apa, Unda?" Tanya Azkia ketika sang Ibu lah yang membuka pintu kamarnya.

Resti tersenyum " Di luar ada Agam, katanya mulai hari ini kamu berangkatnya sama Agam. Kan kalo sama Abang telat terus" Jawabnya.

Mendengar hal itu Azkia berpikir sejenak, bagaimana bisa ia berangkat ke sekolah dengan Agam, apa teman-temannya tidak akan curiga nanti. Lagipula memangnya etis guru dan siswa berangkat ke sekolah bersama?

" Azkia gak boleh berangkat sendiri aja, Unda? Kia gak papa kok kalo misalnya harus naik gojek. Apa kata orang satu sekolah nanti kalo Kia berangkat sama Pak Agam" Bantah Azkia.

Apa yang dikatakan Azkia memang tidak sepenuhnya salah, hanya saja mau bagaimana lagi. Handi memutuskan mencabut semua fasilitas Azkia —walaupun sebenarnya hanya kartu ATM — setelah pertunangannya dengan Agam, bermaksud agar Azkia tidak berani memutuskan pertuangan itu.

Dan keputusan ini semata-mata bukan hanya saran dari Handi, tapi Agam sendiri yang menawarkan. Katanya agar pulang dari sekolah, Azkia tidak keluyuran kemana-mana dan mulai mempersiapkan materi untuk ujiannya nanti.

Resti menggelengkan kepala seraya tersenyum " Bukannya parkiran guru dibasement, ya? Beda kan sama parkiran siswa? Jadi, ya, Unda pikir gak akan jadi masalah" Jawabnya.

Sebenarnya Azkia juga mau sih berangkat dengan Agam, karena kalau terus-terusan dengan Ali, ia pasti akan terlambat. Namun, Azkia tidak suka situasi canggung saat ia berduaan dengan Agam. Azkia tidak tau harus membahas apa, apalagi Agam juga enggan bicara padanya.

Ya Azkia wajar sih, dulu kan Azkia memang kurang ajar pada Agam, jadi mungkin Agam sedikit tidak respect padanya. Mulutnya kadang-kadang tidak punya etika, ditambah sejak awal pertemuannya dengan Agam, Azkia punya kesan yang buruk.

Berebut pulpen di Ruang Kepala Sekolah dua tahun lalu membuatnya menjadi sangat kesal pada Agam, belum lagi kejadian di Perpustakaan. Jika dipikir-pikir, dibanding kesan baik, Agam dan Azkia malahan lebih banyak membuat kesan yang buruk.

" Yaudah, Unda. Kalo emang kayak gitu, ya Kia nurut aja" Ucap Azkia yang kemudian menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya membuat Resti sampai menutup hidung, karena wanginya sangat menyengat.

Resti menggelengkan kepala " Kamu ini gak sekalian aja parfumenya dipake mandi? Sampe batuk loh Unda nyium baunya" Ucapnya sambil menggandeng tangan Azkia.

Sedangkan sang pelaku hanya terkekeh " Biar Agam makin cinta, Undaaa" Jawabnya yang membuat Undanya ikut terkekeh, syukur Azkia sudah damai dengan keadaan.

Di meja makan sana, Agam berbincang-bincang seputar bisnis dengan Handi sembari menunggu Azkia dan Resti turun. Handi sangat kagum dengan cara berpikir Agam dan wawasan pemuda itu yang teramat luas. Tapi Handi tidak heran sih, toh dulu saja Papa dan Mamanya Agam ini sering menjuarai olimpiade di sekolah. Pasti kepintaran itu diturunkan dengan sempurna pada Agam.

Saat sedang tertawa, Azkia menghampiri Agam dengan mengucapkan " Selamat pagi, Calon Suami!" Ucapnya yang tentu saja membuat Agam terkejut bukan main.

Azkia kesambet gak, ya?

Agam berdehem menetralkan keterkejutannya " Iya, selamat pagi juga, ehem, Azkia" Balasnya yang membuat Handi dan Resti ikut terbatuk-batuk.

" Kok nggak dijawab, 'selamat pagi juga, Calon Istriku'" Goda Handi yang membuat pipi Azkia bersemu.

Dear Teacher [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang