Chapter 2

12.7K 1.2K 22
                                    

Jimin mendesah kasar saat sudah memasukkan gadis itu ke mobilnya. Baiklah, sekarang apa? Ah, iya, rumah sakit. Gadis ini terlihat tidak sehat. Apalagi dia tadi menangis tiba-tiba. Jimin pikir gadis di sebelahnya sudah gila.

Namun sebelum berhasil tancap gas, Jimin mendengar lirihan gadis di sampingnya. "Hey, Nona? Kau sudah sadar? Aku akan membawamu ke rumah sakit."

Gadis itu terlihat mengerut tidak suka dengan mata yang masih setengah terpejam. "J-jangan—eumh—jangan rumah sakit. Jangan membawaku ke rumah sakit."

Jimin menaikkan alis, heran. "Eh? Kenapa? Kau tidak sehat, Nona. Kau harus ke rumah sakit."

"Jangan—jangan rumah sakit."

Jimin menghela napas kasar. "Oke, dimana rumahmu?"

"Rumahku di—"

Terlambat, gadis itu tertidur atau mungkin pingsan lagi. Jimin yakin dia tidak mati karena gadis di sebelahnya ini masih bernapas. "Sialan, seorang gadis memang aneh. Sudah tahu sakit tapi tidak mau ke dokter, maunya apa?" Jimin menginjak gas dan meluncur menuju apartemennya.

Hanya tempat itu yang bisa Jimin pikirkan sekarang. Malam ini mungkin ia bisa tidur di tempat orang tuanya sekaligus menjelaskan tentang kopi milik ibunya. Tenang saja, Jimin bukan pria bajingan yang mengambil kesempatan atas gadis yang tidak berdaya.

Jimin pun sampai lobi gedung apartemennya. Jimin segera membuka pintu penumpang dan mengangkat gadis itu di gendongannya. Persetan dengan mobil, ia akan menyuruh seseorang memarkirkannya nanti.

Jimin sedikit kesulitan membawa gadis itu. Ia mendesah lega saat berhasil membaringkan si gadis di ranjangnya. "Hah, lelahnya..." desah Jimin. Pria itu melepaskan sepatu si gadis dan membenarkan letak tidur gadis itu. Ia pun menyelimuti sang gadis sampai dada.

"Ck, merepotkan sekali," ucap Jimin kesal. Ia pun segera keluar dari tempat itu. Sekarang Jimin hanya harus pulang ke rumah orang tuanya dan tidur.



***


Nyonya Park menggeram kesal. Ia jalan terburu-buru menuju apartemen milik putranya. Jimin, pria itu sedari tadi belum juga sampai ke rumah. Nyonya Park harus segera mencoba kopi yang dibelinya mahal-mahal, kan?

Nyonya Park segera memasukkan kode sandi dan membuka pintu. Lampu ruang tengah tidak dimatikan, itu berarti Jimin ada di rumah. Wanita itu segera memasuki tempat yang mungkin ditempati anaknya saat ini –kamar tidur.

"Ya Tuhan!"

Tolong ampuni Jimin, Tuhan!

Itu hal yang pertama kali terpikir oleh Nyonya Park saat melihat seorang gadis tengah tidur di ranjang putranya dengan hanya memakai kaos dalam. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?!

Nyonya Park segera mendekati gadis itu. Wajah gadis itu terlihat lelah dan ada bercak air mata di pipinya. Jimin tidak memperkosa gadis ini, kan?

"Nona," Nyonya Park menyentuh lengan gadis itu, mencoba membangunkan.

Lenguhan kecil terdengar sebelum si gadis membuka mata. Gadis itu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya. "Eumhh—iya? Anda siapa?" tanya gadis itu.

"Akulah yang seharusnya bertanya seperti itu, Sayang. Apa yang kau lakukan di kamar putraku?"

Si gadis langsung membulat. Apa katanya tadi? Kamar putranya? Gadis itu baru sadar bahwa tempat ini bukanlah kamarnya, ranjangnya juga tidak sebesar ini. Jadi, dia dimana sekarang?

Melihat raut bingung dari gadis di depannya, Nyonya Park buka suara, "Bagaimana kau bisa ada di sini? Apa putraku yang membawamu? Dia melakukan sesuatu padamu?"

"E-entahlah, Bibi. Aku pun tidak tahu apa yang terjadi," jawab gadis itu.

Nyonya Park menghela napas. "Boleh kutahu siapa namamu?"

"Namaku? Namaku Ah Reum, Baek Ah Reum."

"Ah Reum? Nama yang cantik, seperti pemiliknya. Baiklah, Nak. Sekarang lebih baik kau lekas pakai pakaianmu dan ikut aku."

"Kenapa aku harus ikut denganmu?"

"Untuk mencari penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi."



***



Jimin berlari kecil memasuki rumahnya. Padahal ini sudah tengah malam dan ia sangat lelah, apalagi tadi Jongin masih sempat-sempatnya menyuruh untuk datang ke kantor. Tanda tangan berkas penting katanya, cih! Jimin langsung meluncur secepat kilat ke rumah saat ibunya menelpon sambil berteriak, "PULANG ATAU NAMAMU KU HAPUS DARI KARTU KELUARGA!"

Menyeramkan.

Jimin menatap heran keluarganya yang sudah duduk di ruang keluarga dengan raut wajah mereka yang terlihat kesal. Dan tunggu dulu... bukankah gadis yang duduk di sebelah ibunya adalah gadis yang ia tolong beberapa jam yang lalu?

"Loh, kau—" Jimin menunjuk ke arah Ah Reum.

"Park Jimin," Panggilan bernada dingin itu keluar dari mulut Tuan Park. Jimin mendadak memiliki perasaan yang super tidak enak.

"Iya, Ayah," jawab pemuda Park.

"Bisa jelaskan apa yang terjadi di sini? Kenapa ada gadis yang tidur di apartemenmu?" kata Tuan Park. "Ayah tahu kau bukanlah pria yang polos. Tapi bisakah setidaknya jangan bawa perempuan ke tempat pribadimu? Apa dia pacarmu?"

"P-pacar? Tidak!—maksudku, tentu saja tidak!" jawab Jimin.

Ah Reum membulatkan matanya. "Tidak, Tuan. Sudah berapa kali kubilang, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan putramu."

"Itu benar. Aku hanya menolongnya, Ayah. Dia tidak mau kubawa ke rumah sakit, jadi kubawa saja ke apartemen. Aku tidak melakukan apapun padanya, sumpah demi cintaku pada Ibu!"

Tuan Park berdehem. Ia tahu Jimin tidak bohong. Jimin tidak pernah berani mengeluarkan sumpah seperti itu kalau dia tidak jujur. Tapi Tuan Park bisa apa? Baru saja ia menerima berita dari bawahannya jika Jimin yang membawa seorang gadis ke apartemennya sudah menyebar. Mereka memang pengusaha, tapi kehidupan mereka sudah seperti kehidupan selebritis.

"Bagaimanapun juga, aku khawatir kalau kalian nantinya harus menikah," kata Tuan Park tiba-tiba.

"APA?"


TBC



***
Bagaimana? Terlihat absurd? Memang :"")

Sekali lagi, selamat Hari Raya Idul Fitri semuanya!! Makasih karena sudah jadi reader gue selama ini, love you all :*

The Perfect BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang