Terima kasih atas vomennya di part-part sebelumnya dan di beberapa cerita.
Happy reading and hope u feel with this part!?
-
-
-
Satu tahun berlalu sejak takdir meminta Ify untuk tetap strugle menjalani hidup sebatang kara. Dia bersyukur masih memiliki sahabat-sahabat yang luar biasa lapang dada menerima kondisinya. Keyakinannya saat itu, ketika takdir terpaksa menuntaskan hubungannya dan Rio, lalu menghadirkan Septian sebagai pengganti sosok yang akan menemani, masih terus ia yakini hingga saat ini. Kedua sahabat yang sempat memberinya masa hukuman, kembali mengulurkan tangan untuk membantu mencarikan sumber penghasilan, bahkan mempersilakan kamar mereka ditempati secara bergantian buat Ify meneduh hingga berhasil mengumpulkan uang untuk sewa tempat tinggal. Ify tak akan menceritakan secara detail masa-masa kebangkitan yang ia habiskan hampir setengah tahun lamanya.
Bulan-bulan awal masih ia lalui dengan renungan nasib yang tak ada habisnya memberi variasi persoalan yang harus ia hadapi sendiri. Masa-masa hampir tengah malam ia menangis dan membuat kedua sahabatnya turut bingung sekaligus sedih. Masa-masa ia bolak-balik dipecat dalam pekerjaan karena sering membuat kesalahan yang sama, yaitu membiarkan diri terhanyut oleh kesedihan yang tak kunjung menyerang pikiran di saat ia harus bergerak aktif. Hampir semua pekerjaan serabutan Ify kerjakan, mulai menjadi pembantu rumah tangga setengah hari di salah satu rumah gedongan dekat lokasi sekolah, sampai penjual martabak mini di daerah salah satu kampus di Surabaya yang bekerja mulai sore hingga tengah malam. Namun empat jenis pekerjaan yang ia lakoni berakhir hanya mendapat separuh gaji karena beberapa kali teguran dan potongan.
Septian menyelipkan sejumlah uang di salah satu tas yang belakangan ia tahu saat bongkar-bongkar usai dua hari gembel di tempat hiburan. Uang itu hanya cukup membayar kegiatan tambahan sekolah setelah mereka pergi stulap, dan membeli makanan untuk pagi dirapel sore hari. Via dan Acny selalu menawarinya uang yang ia tolak halus karena merasa cukup merepotkan. Mendapat kasur untuk tidur nyenyak sudah lebih dari cukup bagi Ify yang selama dua hari ngemper di barisan keramik.
"IFY, IFY, IFY, IFYYY... KITA DI DEPANN." Suara Sivia berteriak di luar.
"IYAAA GUE TURUN."
Ify bergegas keluar dari kamar dengan tas punggung menggantung di sebelah bahu. Mengenakan sepatu sekolah yang telah ia ungsikan beberapa hari di tukang jahit sepatu saat melihat tanda-tanda akan mangap. Sepatu hitam bertali ini adalah sepatu yang diberikan Rio beberapa tahun lalu. Ia masih tetap memelihara bukan karena susah move on, walaupun itu alasan lainnya. Alasan utama yaitu jelas ia punya kebutuhan lain yang harus segera ia penuhi dengan gaji tak seberapa. Gajinya jika dikira-kira mungkin 1/50 persen dari seluruh jumlah harta Ardiansyah yang mengeluarkan uang ratusan juta hanya untuk tas santai yang digunakan Shilla, tak sampai mengganggu biaya keperluan keluarga yang lain.
"Berangkat dulu ya, Mbak." pamit Ify ke salah satu penghuni kos yang adalah anak kuliahan semester akhir.
"Hati-hati, Dek. Semangat dan serius ngerjain UN terakhirnya" pesan gadis berambut pendek seleher yang sering ia panggil Mbak Rahmi.
Ify tertawa, "Siap, Mbak. Semangat juga bimbingannya." muka Rahmi berubah masam, membuat Ify terkekeh pelan, "Duluan ya."
Anggukan Rahmi dibalas acungan jempol oleh Ify. Berlari cepat ia melewati pintu utama. Berpamitan pada ibu kos yang duduk santai di kursi depan. Wanita paruh baya itu menepuk pundaknya menyemangati. Lagi-lagi Ify bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang terpilih tak hanya untuk mendengar keluh kesahnya, juga melakukan cara agar dapat membantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangulasi Cinta (Passion, Intimacy, Commitment)
General FictionSequel of Long Distance Love? Why not?