Septian masih tak habis pikir dengan tingkah pemuda di hadapannya. Setengah jam lalu, laki-laki yang hingga sekarang terpaksa ia biarkan menjalin hubungan dengan adik kesayangannya itu mengetuk pintu apartemen dengan cara jauh dari kata sopan. Gerio Tarren Wiratama. Tengah duduk bersandar di sofa dengan sebelah tangan memberi tekanan sedikit keras di bagian pelipis. Laki-laki itu telah menceritakan semuanya. Memberitahunya perihal keputusan gila dengan melepas status anak dan putra mahkota Wiratama sekaligus.
"Pusing gue, Yan." keluh Rio tanpa memandang ke arahnya.
Goblok! maki Septian dalam hati.
"Gue kira selama 2,5 tahun belajar ilmu psikologi, loe lebih paham mandang tiap masalah."
Rio mendengus, "Gak jamin."
Ck. Septian berdecak. Beranjak menuju pantry. Lebih baik Rio dikasih makan dulu untuk membuka jalan pikiran yang lebih jernih. Dia bukan tidak setuju dengan keputusan Rio untuk memperjuangkan Ify, namun dia mengharamkan jalan yang ditempuh Rio dalam merealisasikan putusannya. Akan banyak pihak yang menerima dampak dari perbuatan Rio mengingat kekuasaan yang dimiliki Tuan Ardiansyah dan Wiratama.
Septian kembali dengan membawa makanan berat dan ringan yang siap memenuhi asupan gizi Rio hari ini. Sebagai sahabat, calon kakak ipar, dan partner kerja yang baik dia melakukan kebaikan ini.
"Adik loe gak balik-balik, Yan? Gue udah bener-bener kehabisan tenaga." gerutu Rio.
Lantas memperbaiki posisinya untuk menyantap jamuan tuan rumah. Belum Septian menjawab, suara melengking mengucapkan salam terdengar seiring pintu apartemen terbuka, memunculkan sosok yang Rio tunggu-tunggu untuk melakukan isi ulang energi.
"Eh Kak Rio." sapa Ify tersenyum senang, "ngapain ke sini Kak? Kan masih dua hari lagi jadwal kunjung pacar." lanjutnya dengan kekehan di akhir kalimat.
Rio tak bersuara untuk menjawab. Rentangan tangan sudah cukup menjadi jawaban. Ify tertawa kecil dan berlari kecil untuk menjatuhkan diri ke pelukan Rio. Menahan senyum, Septian meninggalkan keduanya. Dia memang sempat tidak menyetujui hubungan mereka, namun ketika melihat perubahan Ify yang lebih terlihat hidup dan bahagia, dia tak akan menghambat perjuangan mereka.
"Dari mana aja?" suara Rio bertanya masih tertangkap telinga Septian hingga ia menghilang di balik pintu kamar.
"Latihan teater buat lomba bulan depan." jawab Ify nyaris kurang jelas terdengar karena terhalang dada bidang Rio.
"Oh."
Selanjutnya tak ada lagi obrolan karena memang mereka hanya ingin menikmati waktu saat ini dengan tenang. Obrolan ringan terkadang mengantarkan beberapa pasangan pada pertengkaran. Entah karena tak sengaja membahas mantan, atau memang sengaja membicarakan gebetan yang gagal jadi pacar. Alhasil pertemuan yang seharusnya menjadi momen berharga di tengah-tengah LDR, harus musnah begitu saja. Syukur-syukur hubungan yang terjalin beberapa tahun tidak kandas saat itu juga.
Rio maupun Ify bukan bermaksud untuk menyembunyikan fakta apabila mereka menjadi pelaku perselingkuhan. Lika-liku percintaan yang telah mereka tempuh hingga saat ini, telah mematahkan kasus mainstream tersebut.
Bagi Ify, kehadiran Rio bersama Ratih di waktu pengambilan rapport beberapa minggu lalu, membuktikan kalimat yang berbunyi indah pada waktunya. Setelah pertemuannya kembali dengan dua orang tersayang yang sempat ambil jatah dispensasi untuk merawat, menjaga, dan melindunginya itu merubah kehidupannya dalam sekejap. Dia yang saat itu lemah, secepat kilat berhasil berdiri tegak tanpa harus menopang sesuatu. Semua tekad menjadi emas di mata keluarga Ardiansyah yang sempat ia kubur dalam-dalam seketika bangkit tanpa basa-basi. Seluruh perubahan itu berkat siapa? Tuhan. Tuhan masih memberinya kebahagiaan walaupun selama ini ia bukanlah manusia yang rajin dan taat beribadah. Maha baik Allah SWT, pencipta alam dan isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangulasi Cinta (Passion, Intimacy, Commitment)
Fiksi UmumSequel of Long Distance Love? Why not?