bagian 4

3.2K 172 16
                                    

Sebuah Bus antar kota dengan jurusan Magelang Wonosobo berhenti di depan rumah sakit. Widya turun bersama seorang wanita separuh baya yang masih kelihatan cantik tapi tampak lemah. Widya memapah perempuan tersebut dan menyebrang menuju rumah sakit. Wanita itu tampak pucat. Widya juga tampak cemas. Seorang satpam langsung membawakan kursi roda untuk membatntu Widya dan membantu mendorong ke dalam IGD.

"Kenapa Mbak Widya?" tanya Pak Satpam dengan ramah.

"Ibu pusing-pusing dari kemarin Pak, sudah saya beri obat tapi belum membaik," jawab Widya sambil berjalan di samping Pak Satpam dengan cemas.

Di ruang IGD beberapa perawat dan praktikan perawat langsung menyambut Ibu Widya. Ibu Widya diminta berbaring di bed yang masih kosong dengan garis batas warna hijau. Beberapa mahasiswa keperawatan dengan sigap langsung mengukur tanda-tanda vital Ibu Widya. Widya terlihat cemas saat berdiri di samping ibunya.

"Ibu kenapa Wid?" tanya Erik salah satu perawat di IGD. Erik juga salah satu sepupu jauh Widya membuat Widya bisa bersikap ramah dan baik.

"Ibu pusing-pusing teru, Mas. Tekanan darahnya tadi di rumah 150/100 mmHG. Padahal sebelumnya nggak pernah tinggi. Sudah aku beri captopril 12,5mg tapi belum turun juga. Dokter jaganya siapa, Mas?" Widya menggenggam erat tangan ibunya.

Baru saja Widya selesai menanyakan tentang dokter jaga, Reno sudah berdiri di samping Widya siap dengan stetoskopnya.

"Apa yang dirasakan, Bu?" tanya Reno dengan ramah tanpa meninggalkan senyumnya.

"Pusing Dok, rasanya ingin muntah juga," ujar Bu Lastri dengan lemah dan pucat.

"Saya periksa ya, Bu." Reno meminta ijin, Bu Lastri mengangguk. Reno dengan telaten memeriksa jantung dan paru-paru Bu Lastri. "Coba tarik nafas panjang Bu, iya bagus. Jantung sama paru-parunya baik-baik saja. Ibu merasa pusing sejak kapan?"

Melihat Reno memeriksa Ibu dengan sepenuh hati, hati Widya tersentuh. Widya tak menyangka Reno akan memperlakukan Ibunya dengan begitu lembut mengingat perlakuan Widya tidak pernah menyenangkan pada Reno beberapa waktu lalu. Widya merasa tak enak kepada Reno.

"Sudah 2 hari ini Dok," jawab Bu Lastri sambil menutup matanya.

"Tekanan darahnya berapa, Mbak?" tanya Reno pada salah seorang mahasisiwa yang mengukur Tanda-tanda Vital Ibu Lastri.

"Tekanan darahnya 140/90 mmHg, Dok." Jawab mahasiswa yang berdiri di samping Ibu Lastri.

"Biasanya tekanan darahnya berapa Wid?" tanya Reno sambil menatap Widya tetap dengan senyum ramahnya.

"Ibu nggak pernah punya darah tinggi, Dok. Biasanya hanya 120/80 mmHg." Widya mencoba tersenyum di depan Reno.

"Ibu, darah tinggi itu bisa disebabkan karena makanan, stress, merokok. Karena ibu biasanya nggak pernah darah tinggi pasti Ibu ada pikiran yang mengganggu ya, Ibu mikirin apa? Mikirin Widya?" tanya Reno dengan lembut mencoba berkelakar agar pasien bisa lebih rileks. "Ibu nggak perlu mencemaskan Widya, sudah gede gini Bu hampir setinggi saya lho."

Bu Lastri tertawa mendengar gurauan dari Reno, dia merasa terhibur dengan kata-kata Reno. Widya juga ikut tersenyum. Selesai memeriksa Bu Lastri, Reno menuliskan resep. Karena terlalu cemas, Widya tidak sempat memikirkan untuk mendaftar, jadi Erik dengan baik hati telah mendaftarkan. Widya merasa tertolong dengan bantuan sepupunya itu.

"Makasih Dok, mari Mas, Mbak," Widya pamit pada semuanya setelah menebus obat untuk ibunya. Sebenarnya dokter Reno menyarankan untuk rawat inap karena Bu Lastri juga menujukkan tanda-tanda kelelahan tetapi Bu Lastri menolak. Widya pun tak bisa memaksa ibunya dan akhirnya tetap meminta untuk rawat jalan saja.

Antara Aku Dan Dia S1 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang