Kisah yang belum usai

3.3K 177 27
                                    

Kintari berjalan dengan tegak dan berwibawa, namun tetap mementingkan asas kemodelan bak pragawati. Dengan hak tinggi 10 cm, rok span diatas lututnya dan kemeja sifon berwarna gading Kintari dipandang oleh banyak pasang mata. Rambut sepunggung yang selalu dibiarkannya untuk tergerai menjadi terbawa-bawa angin macam iklan shampo.

Make up tipis-tipis yang dia oleskan berbeda dengan warna lipstick merahnya. Kintari termasuk perempuan yang berani memakai warna lipstick yang menyala dan menganut 'tergantung situasi'. Tapi dia juga menyukai warna-warna soft. Apa yang dipakainya dari atas sampai bawah adalah yang berkelas. Mengumpulkan dengan segenap jiwanya. Menggunakan prinsip, membeli barang itu tidak harus sering tapi harus yang bagus. Biarin ngumpulin uangnya harus puasa 7 hari 7 malam atau menyepi dengan listrik gelap gulita. Orang gak tau gimana cara kita menabung. Yang orang lihat hanya apa yang mereka lihat. Ya sebenarnya Kintari membenci itu, tapi apa daya saat jaman yang sudah wong edan ini memandang segala sesuatunya dari apa yang kita pakai. Kintari tidak ingin di rendahkan oleh siapapun.

"Bu Kintari saya mau mengumpulkan tugas." Salah satu mahasiswanya mendadak menghalagi jalannya. Mahasiswa itu memakai celana jeans sobek dan jaket jeans kusam. Tak lupa jenggot dan mukanya yang lecek seperti baju belum disetrika. Penuh lipatan dan garis.

"Kamu belum cuci muka?," tanya Kintari spontan. Tanpa sadar sifat ceplas ceplosnya keluar. Dan mahasiswa laki-laki yang ada dihadapannya itu terkejut. Baru kali ini ada yang memperhatikan penampilannya.

"Belum bu saya takut ibu gak menerima makalah saya. Makanya bangun tidur saya langsung kesini"

Saya lebih takut gak nerima kamu karena nafas kamu yang bau belum gosok gigi.

"Cabe." Kintari menunjuk gigi bagian depannya pada sang mahasiswa. Refleks saja mahasiswanya itu meraba giginya dan benar saja dia menemukan cabe dari giginya lalu memeperkannya pada celana belelnya itu.

"Bekas nasi goreng malem." Jawab cuek mahasiswanya.

"Gak gosok gigi kamu malem?."

"Sayang odolnya bu. Saya lagi ngirit."

Kintari mengangguk sembari mengernyit agak.. 'terkesima'. Mengambil makalah pria itu lalu berkata dengan wajah yang tidak bisa tegas seperti biasanya. "Sini saya ambil makalahnya." .... "Kamu lebih baik gosok gigi dan mandi karena sebenarnya kamu itu tampan kalau bisa ngerawat diri. Dan saya jamin fans kamu bakalan meningkat drastis," bisik Kintari membuat mahasiswa laki-laki itu merasakan angin sepoi-sepoi dari surga. Surga dunia.

"Wing.. wingko babat," panggil temannya membuat dia yang memperhatikan punggung dosennya yang sudah berlalu dari hadapannya itu terganggu.

"Loe liatin Bu Kintari sampei segitunya. Udah ada yang punya bro..." temannya itu merangkul sahabatnya yang sudah bau tujuh rupa.

"Udah nikah?."

"Belum sih cuman pacarnya pilot, pernah jemput ke kampus juga. Rame mahasiswa cewek pada ngomongin. Loe sih gak up to date banget. Makanya jangan kaya calon pengantenan pingitan. Kerjaannya nitip absen. Ngendog di kosan sambil maen game."

"Karena gue gak peduli sama kampus."

"Terus sekarang ngapain loe nanya-nanya?."

"Karena gue ngerasain sesuatu."

Temannya tidak mengerti hanya diam kemudian ditinggalkan oleh si wingko babat itu menuju kelas. Tidak Kintari tau bahwa sifat aslinya dan bisikan mautnya itu menimbulkan percikan asmara di hati si mahasiswa dekilnya.
**

Kintari sedang membereskan buku dan tasnya. Hari ini mata kuliahnya cukup padat. "Bu Kintari capek banget keliatannya," ledek Ganda. Dosen laki-laki itu kini tepat berada di sampingnya.

Temptation Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang