chapter 6

999 107 1
                                    

CTAR CTAR CTAR

"C..cukup, ayah. Berhenti.." (Y/N) memohon kepada ayahnya. Ia terduduk lemas di lantai dapurnya. "Ma..maafkan aku.."

"Bocah tidak tahu diri! Bukannya pulang mengerjakan pekerjaan rumah malah keluyuran tidak jelas!" Ayahnya memarahinya. Tangisan (Y/N) pecah.

CTAR

"Berterimakasihlah sedikit kepadaku, bocah pungut!" Ayahnya masih mencambuknya. Kata - kata yang dikeluarkannya sangat membuat (Y/N) sakit hati.

Lengan (Y/N) penuh dengan luka. Badannya lemas. "Ayah, tolong..biarkan aku bahagia...di sisa - sisa...hidupku ini." Tangis (Y/N).

"Bocah sepertimu ingin bahagia? Tch. Mati saja sana!" Ayahnya mengeluarkan kata - kata yang paling menyakitkan bagi (Y/N).

"Ya. Aku akan mati sendiri tanpa ayah suruh kok. Aku akan bahagia di surga." (Y/N) sedikit menyindir ayahnya. Ia terbangun dari duduknya.

"Karena, aku percaya Tuhan selalu menyayangiku. Aku berhak bahagia." (Y/N) tersenyum lemas. Ayahnya hanya menatapnya tak percaya.

"Aku nggak akan membalas ayah. Karena, aku sayang ayah. Dan aku juga sadar diri, nggak masalah kalau ayah benci aku. Karena aku cuma anak pungut." Tambahnya.

"Permisi, ayah. Aku mau belajar di kamar. Sampai bertemu nanti." (Y/N) berjalan perlahan ke kamarnya.

"Anak itu..." ayahnya masih menatap (Y/N) tak percaya.

---

"Anakku, buka pintunya, nak!" Ibunya mengetok pintu kamar (Y/N). Tapi, (Y/N) tidak membukanya.

TOK TOK TOK

"Nak, jangan buat ibu khawatir! Buka, nak!" Ibunya mencoba mendobrak pintu (Y/N). Ternyata, pintunya terkunci.

"Baik, nak. Kalau kamu seperti ini, ibu akan menggunakan kunci cadangan yang ibu punya." Ibunya merogoh saku celananya. Ia mengambil sebuah kunci cadangan. Dibukanya pintu kamar (Y/N). Namun, (Y/N) tidak ada di sana. Ibunya kaget.

"(Y/N), dimana kamu? (Y/N)!" Ibunya panik mencari - cari (Y/N). Di bawah ranjang, tidak ada. Di balik korden, tidak ada. Di bawah meja rias, tidak ada. Di bawah meja belajar, tidak ada. Di lemari?

Ibunya membuka lemari baju (Y/N). Lagi - lagi, ia dibuat panik karena tidak ada satu bajupun yang ada di lemari itu. "Jangan bilang kamu pergi, nak."

Ibunya melihat secarik kertas yang ada di atas ranjang (Y/N). Ia mengambil kertas itu. Ada tulisan di dalamnya.

Ternyata ada yang menemukan ini, ya? Ayah & ibu, maafkan aku. Aku pergi dari sini tanpa seizin kalian. Aku ada di rumah bibi Rossela. Aku janji nggak akan merepotkan bibi. Aku udah bisa hidup mandiri.

Aku pergi dari rumah karena aku nggak mau jadi beban buat kalian. Aku nggak mau ayah kesal. Aku melakukan ini karena aku sayang kalian. Sekali lagi, maaf.

- (Y/N)

Ya. (Y/N) kabur dari rumah dengan alasan tidak mau merepotkan kedua orang tuanya.

Rasa sedih, gelisah, marah, kesal, bercampur aduk. Ibunya ingin sekali membawa (Y/N) pulang. Namun, apalah daya. Jika (Y/N) kembali ke rumah ini, ia hanya akan menganggung beban mental karena ayahnya. Tapi, ibunya tidak akan pasrah begitu saja. Ibunya akan mengusahakan apapun yang terbaik untuk (Y/N).

Ibunya menelfon (Y/N). Ia berharap, anaknya masih baik - baik saja. Namun, telefonnya tidak diangkat. Sudah ia coba beberapa kali, namun tetap saja belum diangkat.

"Ya ampun, nak.. jangan buat ibu khawatir."

---

"Loh, ibu tadi menelfonku?"

"Iya, nak. Kenapa tidak dijawab?"

"Aduh.. maaf, bu. Tadi aku sedang mengemasi barang - barang. Jadi, nggak sempat mengangkat telefon."

"Oh, ya sudah. Tapi, kamu sampai di rumah bibimu dengan selamat, kan?"

"Iya. Buktinya, aku sekarang bisa berbicara dengan ibu. Haha."

"Syukurlah. Ibu akan mengunjungimu setiap waktu luang dan membawakanmu kue kesukaanmu."

"Oke, bu! Aku tunggu!"

"Ibu tutup dulu telefonnya, ya. Baik - baik di sana. Jangan bertingkah aneh."

"Siap, bu! Daaa!"

"Huh, akhirnya bisa berbicara dengan ibu. Untung ibu nggak marah." (Y/N) menghela nafas lega.

"Udah bilang ibu?" Bibinya tiba - tiba duduk di sampingnya. (Y/N) terlonjak.

"Huh, bibi! Aku kaget. Iya, aku udah bilang. Ibu nggak marah." (Y/N) tersenyum senang.

"Syukurlah. Masuk dulu ke dalam, yuk. Paman udah nunggu kamu di ruang makan. Kita makan malam bareng." Ajak bibinya lembut.

"Ayo, bi! Kebetulan, aku udah lapar." (Y/N) terbangun dari duduknya.

Di ruang makan, pamannya sudah duduk manis di kursi meja makan. "Ayo sini. Makan malam dulu. Habis itu tidur."

"Iya, paman. Oh, bibi memasak spaghetti. Salad buah juga." (Y/N) duduk di kursinya.

"Pasti enak." Bibinya terkekeh.

"Selamat makan!" (Y/N) tersenyum senang.

"Kasihan sekali kamu, nak. Untung kamu masih punya bibi dan paman." Batin bibi Rossela. Ia merasa kasihan kepada (Y/N).







Nggak terasa, ini chapternya tanpa Subaru 😂

MY BOYFRIEND?   [Subaru Sakamaki X Readers]  {COMPELETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang