chapter 7

1K 110 7
                                    

"Bibi, aku berangkat sekolah dulu, ya! Ittekimasu!" (Y/N) menali tali sepatunya.

"Iya, hati - hati, sayang! Itterashai!" Seru bibinya dari dapur. Bibi Rossela sedang memasak untuk pamannya.

"Masih jam 6 pagi. Tapi, nggak apa - apa lah. Rumah bibi kan lebih jauh dari sekolah. Otomatis, aku harus berangkat lebih awal." Gumamnya sambil berjalan menuju ke sekolahnya.

TIN TIN

"Eh?" (Y/N) menoleh ke asal suara. Seorang pemuda membunyikan klakson motornya untuk memanggil (Y/N). Pemuda itu berhenti. Dilepasnya helm yang ia pakai.

"Su..Subaru-kun?" (Y/N) menganga.

"Kenapa kamu berangkat sekolah lewat jalan ini? Bukannya rumah kamu nggak dekat dari jalan ini?" Subaru heran.

"Iya. Aku..cuma iseng lewat sini aja. Hehe." (Y/N) mencoba menutupi kebohongannya.

"Jangan bohong." Ucap Subaru datar.

"Ehhh...kok dia bisa tahu aku bohong? Hmm.. mencurigakan." Batin (Y/N).

"Ano..biar aku jelaskan nanti." Kata (Y/N).

"Ya udah. Bonceng aku aja, yuk. Dari pada jalan." Subaru kembali mengenakan helmnya.

"Eh, boleh." (Y/N) tidak menolaknya. Ia naik ke motor Subaru. "Terimakasih." Ucapnya sambil tersenyum. Subaru mengangguk.

---

"Kamu turun dulu, ya." Subaru menyuruh (Y/N) turun dari motornya karena mereka sudah sampai di sekolah.

"Oh, iya."

Subaru melepas jaket dan helmnya. Ia turun dari motornya. "Yuk, masuk." Subaru merangkul bahu kecil (Y/N). Agak sulit memang. Mengingat tinggi (Y/N) yang hanya 155 cm dan tinggi Subaru 178 cm. Tidak sengaja, Subaru menyenggol lengan kiri (Y/N).

"Aw, ittai." Pekik (Y/N). Ia memegangi lengan kirinya.

"Eh, a..aku nggak sengaja. Ada apa dengan lenganmu? Padahal, kesenggol sedikit."

"I..ini cuma pegal biasa kok. Hehe."

"Hehe, hehe. Jangan bohong."

"Aduh, etto.."

"Jelaskan sekarang. Bel masuk masih lama." Subaru menyenderkan tubuhnya ke tembok lorong yang menuju kelasnya.

(Y/N) membuka jasnya. Terlihat perban yang membungkus lengan kirinya. Subaru membelalakkan matanya.

"Hei, itu kenapa?" Subaru memegangi lengan (Y/N) yang terbalut perban.

"Aku dicambuk oleh ayahku." Ujarnya pelan.

"Apa?! Kenapa ayahmu melakukan itu?"

"Aku akan menceritakannya. Tapi, jangan di sini. Takut ada yang mendengar." (Y/N) menarik tangan Subaru menuju ke taman belakang sekolah.

"Nah, sekarang ceritakan." Perintah Subaru setelah mereka sampai di taman belakang sekolah.

"Ayahku melakukan ini karena kesal denganku. Aku selalu membuatnya repot karena penyakitku ini. Dan aku juga bukan anak kandungnya. Melainkan anak pungutan yang ibuku temukan di bawah pohon 16 tahun yang lalu. Karena itu ayahku kesal dan membenciku." Air matanya menetes tanpa ia sadari. Subaru segera menghapusnya.

"Seharusnya, nggak masalah kamu anak kandungnya atau bukan. Jadi, kamu nggak perlu minder. Dan untuk masalah ayah kamu itu, walaupun ayah kamu kasar dengan kamu, jangan pernah berfikiran kalau ayah kamu nggak sayang kamu. Intinya, kamu harus percaya kalau ayah kamu pasti bakal menunjukkan rasa kasih sayangnya sama kamu. Tapi menggunakan cara yang berbeda." Ucap Subaru panjang lebar. Ia mencoba menghibur (Y/N).

"Aku dulu juga berfikiran begitu. Tapi, ayahku nggak pernah berubah. Ayahku akan terus membenci aku sampai kapanpun. Beliau juga pernah mengatakan kepadaku 'mati saja sana!' " (Y/N) terduduk lemas. Air matanya sulit untuk dibendung. Subaru tetap menyeka air matanya.

"Kamu nggak boleh negative thinking. Setahuku, (Y/N) itu orang yang ceria dan penuh semangat. Selalu percaya kalau mimpinya itu pasti nyata. Makanya, jangan nangis. Nanti cantiknya hilang, gimana?" Subaru masih tetap menghiburnya. Tampaknya, ia tidak sadar telah mengucapkan kalimat terakhirnya.

Pipi (Y/N) sedikit memerah. "Haha, iya. Aku nggak akan nangis lagi. Aku kan perinya Subaru-kun. Aku nggak boleh nangis di depan Subaru-kun! Seharusnya, aku tetap tersenyum dan membuat Subaru-kun bahagia."

"Nah, benar itu. Itu yang aku suka, peri kecil." Subaru mencubit hidung (Y/N) sambil tertawa.

"Hahaha!" (Y/N) juga ikut tertawa.

Tanpa mereka sadari, ada 3 orang pria yang memperhatikan mereka sejak tadi. Mereka bersembunyi di balik semak - semak.

"Kamu lihat sendiri, kan? Betul apa kataku." Ayato tersenyum puas.

"Iya iya, aku percaya." Ucap Kanato.

"Cocok sekali. Hahahaha." Laito terkekeh.

"Couple goals!" Teriak mereka bersamaan.

"Ups. Jangan keras - keras, nanti kita ketahuan." Bisik Ayato.

"Hmm.. Subaru-kun, apa kamu dengar sesuatu?" (Y/N) melihat ke sekeliling.

"Aku dengar. Sepertinya, aku kenal suaranya." Gumam Subaru. "Lah, mungkin perasaan kita aja."

"Nggak mungkin! Aku dengar sendiri kok!" (Y/N) meyakinkan Subaru.

"Terserah kamu aja lah." Subaru bersender di kursi taman.

"Haha. Aku tahu itu kalian, the triplets! Awas aja kalian." Batin Subaru kesal.

KRINGGG

"Ayo, kita masuk ke kelas masing - masing." (Y/N) menggandeng tangan Subaru. Mereka menuju ke suatu lorong agar sampai ke kelas mereka masing - masing.

MY BOYFRIEND?   [Subaru Sakamaki X Readers]  {COMPELETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang