Suga terdampar entah di mana setelah tauran besar yang Chanyeol bilang sebagai perang besar mereka sebagai kelas 12 –padahal meraka baru sebulan lalu naik kelas. Yang Suga ingat ia baru saja kena hantaman balok kayu besar di bagian lengannya, lalu saat berusaha kabur dari perang itu Suga malah lari masuk ke dalam komplek perumahan yang entah di mana dan berakhir di sini. Tidur rebahan beralaskan aspal hitam dan menghadap langit yang tiba-tiba, entah sejak kapan, sudah menjadi gelap dan penuh dengan bintang.
Napas Suga sudah satu-satu. Suga yakin wajahnya sudah banyak goresan luka dengan darah kering, seragamnya lagi-lagi robek dan tubuh bagian dalmnya pasti banyak lebamnya. Terlebih lagi lebam itu meninggalkan denyut yang hingga kini masih terasa ngilu. Malampun semakin terasa dingin. Suga baru ingat, ia benci dingin. Tapi yang ia kenakan hanyalah kemeja seragam berwarna putih yang sudah robek dan celana hitam yang sama tipis dengan seragamnya.
Bintang malam berkelip, seakan memberi tahu Suga jika sudah masuk ke daerah lebih jauh di mana bintang bisa terlihat jelas padahal ia berada di Jakarta, kota metropolitan yang terlalu banyak polusi udara sehingga bintang enggan menyambut. Atau, bintang sepertinya memang ingin mengantarkan kepergian Suga.
Tawa sumbang terdengar dari bibir suga yang robek di sisinya. Pandangannya tiba-tiba menyempit. Pandangannya tiba-tiba tak jelas, terhalang air yang mengganjal di pelupuk. Sial, kenapa di saat-saat begini Suga malah baru menangis? Di saat ia sudah siap jika matanya tak terbuka lagi dan malam berbintang menjadi view terakhirnya.
Lebam di dalam tubuh Suga berdenyut lagi. Suga mengerang. Sakitnya luar biasa. Ia bahkan tak tahu, harus marah karena sakitnya luar biasa, atau berterima kasih karena dengan sakit ini berarti ia masih hidup.
Pandangannya pudar lagi. Sekelebat sosok banyangan masuk dalam langit malam dan bersatu bersama bintang. Bayangan pria paruh baya dengan kaca mata dan rambut kelimis, ayahnya.
Suga tertawa sumbang lagi. Pandangannya sudah benar-benar hitam, air itu hilang karena kelopaknya menutup –sudah tak kuat terbuka.
Suga siap mati.
Tapi ketika seluruh panca indranya sudah bersiap diberi sinyal mati dari otak, sayup-sayup telinganya malah menerima sinyal untuk kembali nyala.
"Hei, Suga, lo baik-baik aja?"
Ah, suara perempuan. Lembut dan manis.
Mata Suga otomatis terbuka, sangat sedikit, cukup untuk mengonfirmasi jika apa yang telinganya bilang itu benar. Dari cela matanya yang terbuka sedikit itu, Suga bisa melihat seorang perempuan. Rambut hitamnya yang panjang menutupi wajah Suga. Sial, telinganya tidak berbohong. Mana cantik sekali parasnya.
"Suga!"
Kata itu adalah hal terakhir yang Suga dengar. Suga tidak mau meyakini, tapi sepertinya ia baru saja mendengar suara bidadari. Ah, apakah kematian secepat ini?
Detik berikutnya, Suga tak tahu apa yang terjadi. Semua hitam dan tak ada yang Suga rasakan selain kehangatan tubuh yang memeluknya.
***
Suara seorang perempuan masuk ke dalam telinga Suga. Sinar entah dari mana menyambut kelopaknya yang terbuka. Ah, satu lagi, seorang gadis dengan rambut hitam panjang bergelombang menghampiri netra Suga saat pertama membuka mata.
Gadis itu terlihat telaten sekali dengan lengan Suga. Melilitkan perban lalu memasang perekatnya. Lalu tersenyum manis dengan bibir kecil berwarna merah cery dan mata coklat berbinar riang. Uh, cantik sekali.
Surga ternyata seperti ini yah? Bidadari surga cantik juag ternyata. Sosok di depannya ini bahkan terlalu cantik jika disandingkan dengan manusia bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Broken Bad Boy
FanfictionSuga bengal. Satu sekolah tahu. Tapi saat Suga hancur, cuman Wendy yang tahu. start; 16 mei 2018 finish; 31 Mei 2018