Saat ini jam 8 malam dan Wendy duduk di ruang tengah dengan buku tugas, buku paket dan tumpukkan cemilan saat suara ketukan pintu membuat Wendy diam tak bersuara. Hatinya bergemuruh dan tercetak.
Wendy menaruh gummy bear dalam dekapannya kembali ke meja. Dengan cepat Wendy melesat menuju pintu depan dengan rasa cemas yang menghantuinya.
Suata ketukan yang hanya terdengar tiga kali lalu hening setelahnya. Jam 8 malam. Wendy sudah terlalu hapal dengan ketukan macam itu. Saat membuka pintu nantipun, sebenarnya Wendy sudah tahu siapa yang ada di depan pintunya. Namun karena alasan itu, Wendy malah makin khawatir dan tak bisa mengatur langkahnya sendiri.
Ketika membuka gagang pintu yang membuat kotak kayu setinggi 2 meter itu terbuka, dugaan Wendy benar.
Saat ini, Suga berdiri di sana. Di balik pintu dengan seragam kusut yang robek dan wajah pucatnya berhias sisa luka dengan darah yang sudah mengering.
Ini seharusnya sudah biasa terjadi, karena semenjak sebulan terakhir, Wendy selalu mendapati Suga berdiri di rumahnya, terluka dan butuh diobati. Ini seharusnya biasa, tapi karena kebiasaan itulah, Wendy jadi terlalu hapal dan makin membuatnya merasa sakit.
Kali ini, di depannya, Wendy melihat Suga yang terluka. Fisik dan hatinya.
***
Luka Suga sudah Wendy obati. Luka sayatan di pipinya sudah Wendy beri anti septik dan dibubuhi plaster. Ujung bibirnya yang tadi robek dengan darah mengering sudah Wendy bersihkan. Wajah kusut Suga sekarang setidaknya sudah lebih baik.
Yang tertinggal hanya satu. Seragam robek Suga.
Akhirnya, Wendy kembali melangkah menuju kamarnya. Ia mengambil kotak yang berisi benang dan jarum lalu kembali ke ruang tengah.
Wendy mengambil satu jarum yang sudah dimasuki benang berwarna putih dan mulai menjahit bagian kemeja seragam Suga yang robek.
Suga dan Wendy memilih tak banyak bicara. Mereka membiarkan keheningan ini memagut mereka terlebih dahulu. Membuat Wendy meredakan kekhawatirannya dan membiarkan Suga mendingin setelah habis bertarung entah untuk tujuan apa lagi. Mengingat tradisi SMA Prahasta yang menyudahi aksi tauran bagi anak kelas 12, Wendy terus mempertanyakan kenapa Suga masih saja bisa luka sehebat ini padahal sudah tidak ikut tauran lagi.
Merasa sudah bisa bersuara, dengan hati-hati Wendy bertanya. "Berantem lagi? Kali ini karena apa?"
Suga berdahem. "Hmm. Gak karena apa-apa. Cuman menumpahkan apa yang gak bisa di tumpahkan."
Dari jawaban Suga, Wendy sudah mengerti. Lelaki ini sedang merasa dilema lagi. Ia tidak bisa kembali berada di posisi memilihnya dan memutuskan untuk melarikan diri. Sejauh-jaunya, tak peduli di perjalanan itu ia terluka, atau memang sengaja terluka, Suga tetap ingin berlari.
Suga terlalu menyayangi ayahnya, hingga ia benar-benar tak ingin mengecewakan sosok yang menduduki posisi teratas dalam daftar orang yang yang paling ia kagumi itu. Apapun, dari dulu, Suga selalu berusaha agar tak membuat ayahnya kecewa, namun di saat bersamaan, ketika Suga telah menemukan mimpinya dan merasa hidup, Suga bimbang.
Haruskah membanggakan ayahnya dan hidup dalam kekosongan abadi atau mengejar mimpinya di bidang musik dan mengecewakan ayahnya?
Lama berjalan, Suga merasa semakin sulit. Puncaknya, Suga memutuskan untuk tidak memilih apapun. Ia melarikan diri dan berjibaku pada kubangan yang bernama tauran. Di sana, di tengah baku hantam itu, Suga bisa melampiaskan kekosongannya. Bisa mengubah rasa dilemanya dalam balutan tinju yang menghantam orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Broken Bad Boy
FanfictionSuga bengal. Satu sekolah tahu. Tapi saat Suga hancur, cuman Wendy yang tahu. start; 16 mei 2018 finish; 31 Mei 2018