Langkah kaki gontai itu berjalan menuju kamarnya. Dengan kesadaran yang masih tersisa, Wendy membuka pintunya. Kamarnya yang masih terang benderang padahal sudah jam 3 pagi membuat Wendy diam sejenak di depan kamarnya. Ia berpikir lama di sana, namun akhirnya tetap melangkah masuk. wendy mematikan lampu belajarnya yang masih menyala, lalu berjalan menuju stop kontak di sebelah pintu untuk mematika lampu kamarnya.
Kamarnya gelap sempurna.
Wendy masih diam di tempatnya beridiri. Jarinya masih menyentuh stop kontak bekas ia mematikan lampu. Seakan otaknya lama memproses, Wendy diam saja di sana. berpikir lama hingga akhirnya jatuh melorot berjongkok ke lantai. Tangannya memeluk kaki dengan tubuh dirapatkan dengan paha, sedangkan dagunya ia tumpangkan di lutut. Wajah Wendy tak terdefinisi, ia terlihat seperti mayat yang berusaha sadar jika dirinya masih berada di dunia namun ruhnya sudah hilang dibawa pergi.
Kepergian Suga membawa dampak besar bagi Wendy. Bahkan otaknya seperti diberi shock dadakan yang membuatnya diam, tak menangis dan malah terus berpikir. Otakanya seperti diproses lama sekali, kepalanya seolah berpikir tanpa berhenti sedangkan tatapannya malah kosong.
Wendy tak menolak, tak juga mau memberi perintah atas kendali tubuhnya. Ia hanya diam di situ dan menatap lantai berlapis ubin dingin itu lama sekali. Hingga ketika sebuah kalimat terberist. Tak berguna. Kalimat itu melesat maju dan menubruk kinerja otaknya yang bahkan Wendy curigai tidak sedang bekerja ini.
Lama, lama sekali, akhirnya Wendy baru dibuat sadar. Diulang lagi kalimat yang tadi masuk, terus, hingga akhirnya terngiang dan membuat Wendy sadar. Benar, ia tak berguna. Apa yang ia lakukan ketika melihat Suga tersakiti tadi? Ia hanya diam seperti orang bodoh yang tak tahu harus apa. Padahal Wendy lihat sendiri, lelaki terlalu putih itu seperti sedang meregang nyawa dalam kesakitan. Mati terbunuh namun tidak benar-benar mati. Dan apa yang Wendy lakukan saat itu? Apa?!
Suga sakit, Wendy melihatnya jelas, tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Fakta itu membuat Wendy tersakit. Membuatnya merasa hancur berkeping-keping.
Sebulir air jatuh dari pelupuk mata Wendy. Masuk ke daerah pipinya dan berakhir di ujung dagu. Rasa sakit yang lama Wendy proses itu akhirnya terasa juga.
Wendy menunduk, menaruh jidatnya di lutut dengan air mata yang tak bisa berhenti keluar. Tangan Wendypun sudah memukul dada kirinya kecil, berulang-ulang. Berusaha menghilangkan rasa sakit dan tertindih yang muncul dan menyeruak di sana.
Jika Wendy mau berusaha lebih baik untuk mengerti rasa sakit Suga, mungkin akhirnya tak akan begini. Mungkin Suga tak akan tersakiti seperti itu. Jika saja Wendy lebih cepat sedikit dan bisa merengkuh lelaki itu, mungkin tak akan begini. Jika saja dirinya lebih kuat dan bisa menerima Suga, semuanya gak akan begini. Jika saja... jika saja.
Tangisan Wendy berubah menjadi isakan sakit dan menyayat. Tangannya memukul dadanya lebih kuat. Air matanya terus bercucuran. Wendy merasa benar-benar tak berguna.
Sesaat kemudian, tanpa Wendy sadar, pintu kamarnya terbuka, membawa cahaya masuk malalui sela pintu. Di sana, dari bayanganya, terlihat wanita paruh baya tengah berdiri dan memperhatikan Wendy. Wanita itu berjalan mendekat dan ikut berjongkok di depan Wendy. "Ada apa, Sayang?"
Suara itu terdengar penuh kekhawatiran.
Wendy mendonga. Wajahnya penuh dengan air mata. "Mah," panggilnya lirih dan menyayat hati.
Dengan satu gerakan, Mamah Wendy membawa anak gadisnya itu masuk dalam dekapannya. Mengusap sayang punggungnya dan terus berujar tidak apa-apa.
Diperlakukan seperti itu, justru membuat tangis Wendy tambah membesar. Isakan itu berubah menjadi raungan tertahan yang lebih menyayat lagi. Tangan Wendy yang berusaha membalas pelukan mamahnya tiba-tiba meremas permukaan baju tidur mamahnya. Seakan berusaha menyalurkan rasa sakit yang sudah tak kuat ia topang sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Broken Bad Boy
FanfictionSuga bengal. Satu sekolah tahu. Tapi saat Suga hancur, cuman Wendy yang tahu. start; 16 mei 2018 finish; 31 Mei 2018