Anything, everything, for you

806 128 18
                                    

Sudah lebih dari setengah hari Mingyu yang ditinggal sendirian itu tidak bertemu dengan Wonwoo.

Seperti biasa, Wonwoo berburu dan langsung menjual hasil buruan ke pasar. Tanpa pulang ke rumah terlebih dahulu.

Ia sebenarnya sudah berhasil menjual binatang yang ia buru. Ia bahkan sudah kembali ke rumah. Namun saat itu Mingyu berada di kamar mandi. Dan sebelum Mingyu selesai dengan urusannya, Wonwoo pergi lagi. Entah ke mana. Sehingga Mingyu tidak tahu.

Tiba-tiba Mingyu menemukan sesuatu di atas meja ruang tengah. Ia meraih benda itu.

Sebuah surat bertuliskan Wedding Invitation. Wen Junhui & Kang Kyungwon.

Mingyu merasa prihatin melihat itu.

.

.

.

Selama hampir setengah jam Mingyu berlari untuk mencari-cari, tidak terasa akhirnya sampai di pusat hutan.

Ia melihat air terjun pada sebuah tebing tinggi. Airnya mengalir pada sungai yang berada di depannya.

Dari balik sebuah pohon besar ia berjalan mendekati seseorang yang duduk sendirian di atas gelondongan kayu, membelakanginya. Di malam yang gelap ini seseorang itu ditemani banyak kunang-kunang yang cahayanya menerangi malam.

Mingyu mengambil tempat di samping seseorang yang telah ia ketahui bahwa itu adalah Wonwoo.

"Mingyu?" kaget Wonwoo ketika menoleh pada seseorang yang tiba-tiba sudah duduk di sisinya.

Satu tangan Mingyu memegang bahu sang lawan bicara, "Kau membuatku khawatir saja. Kau tidak apa-apa?" intonasi cemas terselip di dalam kalimat itu.

Wonwoo tersenyum miris. Mata itu memantulkan refleksi kesakitan yang tidak Mingyu mengerti, "Bohong jika aku mengatakan aku baik-baik saja." Dengan mengatakan itu Wonwoo seketika menangis. Padahal ia baru saja berhenti.

Sekarang barulah Mingyu bisa mengerti dengan apa yang mata bening itu perlihatkan. Karena sekarang kesedihan itu sudah terlihat begitu jelas.

Perlahan Mingyu membawa Wonwoo ke dalam pelukannya.

Wonwoo tidak bisa berhenti menangis di dalam hangatnya pelukan Mingyu. Ia terisak. Sesegukan. Air mata membasahi pakaian Mingyu. Mingyu hanya bisa menepuk-nepuk punggung Wonwoo, mencoba menyalurkan afeksi melalui sentuhan itu. Siapa tahu pria manis yang ia sukai itu bisa merasa lebih baik.

Wonwoo bisa merasa seterpukul ini karena Kyungwon terpaksa harus meninggalkannya. Kedua orang tua gadis itu tidak menyukai asal-usul keluarga Wonwoo yang memiliki ayah yang masih terlalu muda dan tujuh ibu tiri. Jadi ayah dan ibu Kyungwon langsung menjodohkan dan menikahkan putri bungsunya yang manja itu dengan pria lain yang keluarganya menurut mereka lebih normal. Jadi gadis cantik itu sendiri tidak menginginkan perpisahan ini. Rasanya terlalu mendadak dan tiba-tiba sehingga membuat ia dan Wonwoo merasa syok. Tidak pernah menyangka bahwa semua ini akan terjadi.

Angin malam berembus, mengacak rambut kelam Wonwoo, "Memang apa salahnya? Kenapa kalau aku punya tujuh ibu? Mereka semua baik pada Kyungwon. Kenapa kami harus dipisahkan ketika sedang berada di masa-masa bahagia kami...?" ia masih menangis. Mingyu dibuat semakin iba padanya.

"Kau tidak akan meninggalkanku dengan keadaan seperti ini kan...?" Wonwoo menatap sepasang bola mata Mingyu penuh harap.

Mingyu melepas sentuhan, "Tidak bisa Wonwoo. Aku sudah sembuh. Aku sudah bisa pergi dari sini sekarang."

Wonwoo merasa terganggu oleh sebaris kalimat yang baru saja Mingyu ucapkan.

"Kau akan... meninggalkanku sendirian...?"

Mingyu menghapus jejak air mata di kedua belah pipi lawan bicaranya, "Bukankah kau biasa hidup sendiri? Lagipula orang tua dan kedua sahabatmu suka berkunjung ke rumahmu kan sekali-kali?"

Sekarang Wonwoo yang memeluk Mingyu, "Tidak Kim Mingyu. Jangan pergi. Kau boleh tinggal bersamaku se-lama apapun kau mau..." ia tidak tahu. Alasan dirinya yang menjadi nyaman bersama pria di sampingnya.

Mingyu membalas pelukan itu, mengelus puncak kepala Wonwoo.

"Apapun untukmu..."

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Tentative Emphasis 🏔 Meanie [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang