I think I suddenly loose my appetite to the apple

1K 153 12
                                    

Membuka mata perlahan, mendapati dirinya hanya berbaring sendirian di dalam kamar. Menoleh ke arah jendela, indera penglihatannya menangkap langit sudah gelap dan badai salju lebat yang kembali terjadi sebagai pemandangan.

Ia tidak terbiasa dengan hal ini. Di Braxtontopia, ketika datang saatnya musim dingin, salju itu menyelimuti seluruh isi pulau Platterwilt secara normal dalam jangka waktu normal. Tidak pernah sampai terjadi badai seperti saat ini.

Mingyu bangkit, meringis selagi menahan rasa sakit atas sayatan luka di tubuh yang sudah agak mengering.

Ia terduduk. Suhu tubuhnya sudah membaik. Ia melepas plester penurun panas demam di kening dan meletakkannya di atas nakas samping ranjang.

Dengan hati-hati ia mencoba bangkit dan berdiri. Membuat kaki-kakinya melangkah keluar ruangan.

Ia melihat Wonwoo tertidur menyamping di atas permadani yang terbuat dari bulu beruang kutub di hadapan perapian dengan api masih sedikit menyala. Mengeluarkan asap melalui cerobong asap.

Sepertinya penghangat ruangan saja tidak cukup bagi Wonwoo.

Mingyu memutar depresor leher untuk melihat meja bar di samping perapian.

Ia melihat pisau besar di atas meja itu. Bekas Wonwoo memotong-motong apel untuknya tadi siang.

Ia menyeret langkah, menghabisi jarak dengan meja untuk meraih benda tajam itu. Lalu menggenggam erat pegangannya.

Ini benar-benar sulit, tapi aku harus segera memenggal kepalanya...

Wonwoo yang masih memejamkan mata itu merasakan adanya hawa makhluk di dekatnya. Ia membuka mata. Melihat bayangan seorang pria melewati tubuhnya. Ia segera membalik badan, "Mingyu?" bangkit untuk duduk. Ia menggosok mata yang mengantuk, "Ada apa? Kau sudah buang air kan tadi? Kau mau ke kamar mandi lagi?" arah pandangnya lalu berpindah pada telapak tangan Mingyu, "Kenapa kau memegang pisau? Kau mau apel lagi? Kenapa tidak memanggilku? Biar kupotong-potong lagi untukmu." Ia membredel, menghujani Mingyu dengan bertubi-tubi pertanyaan.

Ia benar-benar naif. Ia tidak mengenal Mingyu begitu baik. Namun ia memperlakukannya sama baiknya dengan ia memperlakukan keluarga dan teman-teman dekat. Hanya karena pria berdarah campuran itu sedang terluka dan ia hanya berniat ingin menolong karena merasa tidak tega?

Mingyu menangis dalam hati namun tersenyum di luar. Sekarang perasaan tidak tega itu berbalik padanya, "Tidak Wonwoo. Kau terlihat nyenyak. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu. Jadi aku berniat untuk melakukannya sendiri." Bohongnya.

"Tapi kan tanganmu masih sakit."

"Sepertinya sekarang sudah lebih baik."

Wonwoo menyemat senyum hangat, "Ah, syukurlah kalau begitu."

"Tidurlah di kamarmu. Biar aku yang tidur di sini. Aku tidak mau menjadi tamu yang tidak tahu diri."

Wonwoo menggeleng, "Aku tidak berpikir demikian. Lagipula tubuhmu yang terluka itu tidak cocok untuk ditidurkan di sofa atau lantai keras."

"Kalau begitu kenapa kita tidak tidur bersama saja di kamar?"

Wonwoo terkekeh, "Yang benar saja? Sudah tahu tempat tidurnya kecil."

"Tapi cukup kok untuk kita berdua."

"Iya sih. Tapi pas-pasan."

Mingyu yang tidak ingin menjadi 'tamu' yang tidak tahu diri, dan kondisi tubuh Mingyu yang tidak memungkinkan ia untuk tidur di atas sofa apalagi lantai. Hanya dua hal, namun dua hal itu yang bisa membuat si pria jangkung memiliki alasan untuk tidur berdua dengan orang yang langsung ia sukai saat pertama bertemu itu.

Ini memang bukan pertama kali Mingyu jatuh cinta. Ia sudah dua puluh empat sekarang. Ia jatuh cinta untuk yang kesekian kali. Jangan salah, ia sendiri sempat tertarik-sedikit pada teman perempuannya-Zerenity, si gadis Eruptsham itu. Dan itu wajar karena mereka sudah saling mengenal sejak lahir. Dan mereka cukup dekat. Meskipun pada akhirnya Mingyu mendapati bahwa jati dirinya bukanlah jatuh cinta pada gadis itu.

Tapi dengan Wonwoo, tidak bisa dibilang entah mengapa bisa langsung jatuh cinta, padahal baru pertama kali melihat atau dengan kata lain, jika hanya melihat fisik, kita tidak tahu bagaimana perangai orang itu. Karena Mingyu tahu. Alasan ia menyukai Wonwoo. Klasik, memang karena fisik.

"Ayolah Jeon Wonwoo."

Wonwoo bangkit untuk berdiri, "Baiklah. Ayo." Baru satu langkah, Wonwoo terhenti, "Eh, bukankah kau ingin makan apel lagi? Biar kuambilkan." Ia mengambil pisau di tangan Mingyu, hendak melangkah ke arah dapur. Namun Mingyu langsung menggenggam pergelangan tangan Wonwoo. Membuat yang dipegang itu menoleh padanya.

"Tidak perlu. Kurasa seleraku pada apel tiba-tiba menghilang. Kita tidur lagi saja."

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Tentative Emphasis 🏔 Meanie [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang