Can't you just stay still, sit down, and be a sweet kid for a while?

759 126 23
                                    

"Kau bilang sedang tidak bisa makan ikan. Tapi kau menginginkan ikan untuk persediaan bahan makanan?" Mingyu bisa mengingat dengan baik bahwa kemarin Wonwoo menolak memakan sup sirip hiu buatannya. Meskipun itu adalah sup ikan terbaik di dunia.

"Aku memang tidak bisa. Tapi kau bisa. Itu untukmu."

Wonwoo sudah kembali pulang dengan menggendong Siyeon, seorang adik yang baru menginjak usia dua tahun. Ia berkunjung ke tempat tinggal Nayoung setelah kembali dari pasar. Siyeon ingin ikut dengannya ketika akan pulang. Jadi Wonwoo membawanya untuk menginap malam ini. Tidak hanya itu. Ia juga mengunjungi Hoshi di tempat ia bekerja di dekat laut. Ia meminta Hoshi untuk menyampaikan pada Dokyeom bahwa kedua teman dekatnya itu diundang untuk acara bakar elang di rumahnya malam ini.

"Kau ingin makan apa?" tanya Mingyu ketika mereka berada di dapur.

"Mi goreng sayuran." Jawab Wonwoo langsung. Ia sudah membayangkannya sejak beberapa jam yang lalu.

"Lalu apa lagi?"

"Jerky kelinci, telur gulung, dan ziti."

"Ada tambahan?"

"Perbanyak susu untuk ziti-nya satu gelas lagi, supaya lebih legit."

"Ada lagi?" Mingyu meniru gaya pelayan restoran.

"Itu saja." Dan Wonwoo adalah pelanggan.

Mingyu membungkuk, menyejajarkan wajah dengan adik ipar kecilnya, "Siyeon, kau ingin makan apa sayang?"

Anak itu tidak menjawab. Hanya memperhatikan wajah Mingyu karena tidak mengerti.

"Fleksibel. Ia bisa memakan apapun yg aku makan." Wonwoo membantu menjawab.

Mingyu tersenyum, "Baguslah." ia kembali menegakkan tubuh.

"Kau sendiri ingin makan apa?" tanya Wonwoo.

"Sama." Mingyu mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk memasak makan siang. Ia mengeluarkan bahan makanan yang dibutuhkan dari dalam lemari es dan kabinet.

"Apa yang dikatakan Im Nayoung ketika kau mengabarinya tentang kehamilanmu?" tanya Mingyu di sela-sela kegiatannya.

Wonwoo mengeluarkan jerky yang masih terbalut bungkus plastik tebal dari dalam kulkas, "Ia bilang ia ikut senang. Tapi juga terlihat kesal. Ia bilang ia belum siap untuk memiliki cucu di usianya yang terlalu muda."

Mingyu sempat diam memberi jeda selama tiga detik sebelum menjawab, "Benar juga."

"Ia akan menyampaikannya pada Seungcheol nanti."

"Lalu bagaimana dengan Hoshi dan Dokyeom?"

"Hoshi terlihat antusias. Dan ia baru akan menginformasikan pada Dokyeom ketika Dokyeom pulang dari tempat bekerja. Aku yakin reaksi Dokyeom tidak akan berbeda jauh dengan Hoshi. Karena mereka sama-sama begitu."

"Begitu bagaimana?"

"Ya... tidak usah ditanya. Kau sudah mengenal mereka juga kan? Ya sudah. Aku tinggal ya. Selamat memasak."

Baru satu langkah, dan Wonwoo berhenti begitu merasakan sebelah bokong empuknya diremas. Ia merasa suhu di seluruh permukaan wajahnya menghangat. Ia segera berbalik untuk mendapati kekasihnya menyemat senyum menggoda, "Jangan bunuh aku atas sentuhan itu." Ujar Mingyu enteng. Setelah itu Wonwoo tidak bermaksud menanggapi dengan kerlingannya. Ayolah, bagaimana mungkin Wonwoo tidak terima diperlakukan seperti itu? Ia bahkan telah bersedia dirasuki Mingyu atas dasar suka sama suka. Barang kepemilikan yang menjanjikan kesakitan dan kenikmatan dalam satu paket yang sama. Oke, stop. Intinya Wonwoo tidak mempermasalahkan.

"Lain kali jangan lakukan itu lagi di depan Siyeon. Kau mau mengotori pikirannya yang masih suci?"

"Bocah ini tidak akan mengerti. Jadi aku tetap bebas melakukan apapun padamu kan? Lagipula kau menyukainya kan?" Mingyu memberi intonasi menginterogasi yang justru bagi Wonwoo tidak membutuhkan jawaban.

Wonwoo menghembuskan nafas lelah meskipun sebenarnya kalimat Mingyu barusan berhasil memperparah semu merah di wajahnya. Mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa berpura-pura bahwa Mingyu bukanlah satu-satunya pria yang membuatnya mengingingkan keintiman fisik dengan sesama pria.

Kemudian dengan menggenggam satu tangan mungil adiknya ia berlalu dari Mingyu. Membiarkan kekasihnya itu melanjutkan kegiatan.

Ruang tengah, ruang makan, dan dapur, berada dalam satu ruangan luas. Hanya dibatasi meja bar sebagai sekat. Sehingga selagi memasak, Mingyu bisa melakukannya sambil mengawasi Siyeon yang Wonwoo tinggal di dekat sofa untuk bermain-main sendirian dengan mainannya.

"Kenapa dingin sekali ya?" Mingyu menggumam.

Mingyu sedang memotong-motong wortel ketika melihat Wonwoo berjalan ke arah pintu keluar dengan membawa tas perkakas di tangan kanannya.

"Kau mau ke mana?"

"Memperbaiki sesuatu." Lalu dengan sekejap menghilang di balik pintu.

Apa yang akan ia lakukan?

Mingyu mengedik tak acuh dan melanjutkan kegiatan.

Hanya berselang beberapa menit terdengar kebisingan dari ketukan palu yang beradu kasar dengan paku berkali-kali.

"Berisik sekali." Ia melangkahkan kaki ke ruang tengah dan menengadah.

Suara itu berasal dari atap.

Mingyu mendadak memiliki firasat buruk soal ini.

Ia berkacak pinggang. Menyusul Wonwoo keluar.

Dan sosok seseorang yang ia lihat di atap rumah menggenapkan firasatnya, "Jeon Wonwoo! Apa yang kau lakukan?!" ia harus berteriak karena suara berisik ketukan palu pada atap itu menyaingi suaranya.

Sejenak Wonwoo menghentikan pukulannya untuk menoleh ke arah Mingyu yang berdiri di depan rumah, "Penghangat ruangan tidak berfungsi karena atap ini rusak."

"Rusak? Bagaimana kau tahu? Setumpuk salju bahkan menutupi atap itu. Dan juga menutupi bagian yang berlubang atau apalah itu."

"Kemarin aku membersihkan salju di sini. Lihat, salju yang menutupi atap ini tidak setebal beberapa hari yang lalu kan?"

"Jeon Wonwoo, turun sekarang juga." Mingyu menunjuk tanah.

"Aku harus memperbaiki ini. Apa kau tidak kedinginan di dalam? Sudahlah kau masak saja sana."

"Biar aku saja yang memperbaiki itu nanti. Tidak bisakah kau hanya diam, duduk, dan menjadi anak manis sebentar saja?"

Wonwoo kembali memukul-mukul paku menggunakan palunya. Itulah jawaban darinya.

Mingyu tersenyum jenaka melihat itu. Detik berikutnya mendengus. Tidak mengabaikan, bukan berarti harus menanggapi dengan kebisingan yang dihasilkan perkakas kan? Kekuatan seorang pria tangguh seperti Wonwoo tidak bisa mengurangi kadar resonansi suara itu.

"Berhati-hatilah! Awas jatuh!" dan Mingyu hanya bisa pasrah.

Wonwoo mengacungkan ibu jari tanpa menatap wajah sang lawan bicara.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Tentative Emphasis 🏔 Meanie [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang