DELAPAN

46 2 1
                                    


Aku tersenyum menatap kerlipan lampu yang berada di bawah. Ah, rasanya jadi kangen papa dan mama padahal aku belum genap dua minggu tinggal disini. Pemandangan seperti ini biasanya aku dapati jika aku mampir di apartementnya Daniel atau Bumi. Secara mereka itu orang-orang yang suka dengan hunian tinggi dengan pemandangan seperti ini.

"jadi sebenarnya kamu itu kerjanya apa?" Tanya satya saat bianglala berhenti di puncak. Aku yang sedang memandang ke bawah langsung menatapnya.

"kan sekarang aku guru di yayasanmu. Lupa? Bukannya lo sendiri yang dengan seenaknya menyuruh gue jadi guru dengan alasan biar gue ada kegiatan. Padahal gue tau itu Cuma akal-akalan lo aja kan? Karna lo gak mungkin membiarkan gue tinggal dengan gratis kan?" omelku sembari menunjuk mukanya

" weits.. itu kepala isinya negatip aja. Lœ cengirnya tanpa berusaha menjelaskan apapun. "maksud aku sebelum kamu tiba di Kediri?" tanyanya kalem

"well, aku kerja di sebuah kedai kopi" entah mengapa satya malah tertawa

" bukan sebagai baristanya kan? Secara kamu bedain garam sama gula aja gak bias" satya tertawa yang segera membuatku meringis.

"ibu aja tuh toplesnya gak dikasih keterangan itu gula apa garam. Sama-sama putih sih" aku membela diri yang hanya diangguki sama satya. Asli nyebelin!

" kamu ingat ndak saat ayah menyemburkan kopinya ke ibu dan kena muka ibu, lalu ibu ngomel sepanjang hari. Semua gara-gara kopinya keasinan" aku tertawa bersama satya saat ingat niat aku yang mau bikini kopi ayah berubah menjadi petaka karena salah masukin garam yang aku kira gula.

" back to topic " ulang satya

" oke, jadi ceritanya dulu pas aku SMA aku punya sahabat dua orang cowok. Nah saat kuliah, usaha bokap temen gue kolaps dan dia terancam DO karena gak bisa bayar kuliah. Trus aku sama temenku satunya mengumpulkan uang buat bantuin dia. Nah, dia itu yang tetiba mencetuskan untuk buat kedai kopi. Then jadi deh kedai kopinya sampai sekarang. Jadi bisa dibilang owner deh." Jelasku sembari mengangkat bahu

" wuih, Cuma ongkang-ongkang kaki dong? Widih orang Kaya dong kamu nih sebenarnya. Kok tampangnya ngenes neg?" godanya

"hina aja terus. Selesai kuliah gue memutuskan untuk bekerja juga di kedai. Yah, megang pembukuan dan segala masalah keuangan."

" niat banget sih? Aku kok curiga ada udang di balik batu. Sekelas kamu gini kalo lulus kuliah bisalah kerja di kantoran" sahut satya

" kamu kok kayak cenayang sih?â" balasku cemberut. " emang dari awal sohiban I have something-something gitu ke dia. Jadi gue berharap dengan seringnya kita bertemu dan berinteraksi dia bakalan bisa menjatuhkan hatinya ke gue"

" nah kan uda ketebak. Terus?"

" udah. terus kenyataannya dia malah mau tunangan sama adek sohib gue satunya. Padahal mereka hanya ketemu sekali saat si cewek ini dateng ke kedai minta minum secara gratis dan maksa pula" aku menggelengkan kepala

"hwa..ha..ha kamu uda nyatain perasaan kamu?" tanyanya lagi

" buat apa? Buat di ketawain? Kayak para filsuf bilang kalo dia bahagia gue juga bakalan bahagia meskipun bukan dengan gue" aku tertawa miris.

" itu namanya bodoh. Uda jamannya emansipasi tau! yuk pulang" ajaknya saat bianglala sudah berhenti berputar dan satya kembali menggandeng tanganku menyebrang jalan. Aduh jantung jangan berulah please. Gak mungkinkan aku punya perasaan sama tunangan orang, salah apa sih aku dulu kok semua lelaki yang bisa membuatku dag-dig-dug sudah mempunyai pasangan masing-masing. Cupit sialaaannn...

HAY...hay back again. selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. harapan gue semoga cerita ini kelar sebelum lebaran. semogaaaa gak molooorrr


iterationWhere stories live. Discover now