Part 6

1.4K 64 1
                                    

Joanne mulai mengemaskan barang-barangnya. Sekitar dua jam lagi ia harus ke bandara dan berangkat ke New York. Tidak ada alasan lagi baginya untuk tinggal di Sydney.

Joanne juga tidak menghiraukan panggilan telepon yang terus berdatangan dari orang terakhir yang ingin dia temui di muka bumi.

1 jam... 15 jam... 20 jam... bahkan lebih, Joanne akhirnya sampai di tanah kelahirannya.

"Welcome back to my home sweet home..." ujarnya menghirup dalam udara malam kota New York.

Tempat yang paling ingin ditujuinya sekarang adalah Green-Wood Cemetary, tempat dimana kakaknya dikebumikan. Seperti biasa, Joanne selalu membawa sekuntum bunga mawar, bunga kesukaan Jane.

Diletakannya mawar itu di samping batu nisan yang berukir nama Jane Bale Kazinsky.

"Jane, i miss you. I really miss the day where we always spent together with laughter. Andai saja pria brengsek itu tidak datang ke dalam kehidupanmu, mungkin sekarang kau masih di sini, bersamaku." Senyumnya miris.

Setelah Joanne melepaskan segala keluh kesah yang menghimpit di dadanya semenjak perdebatan yang membuat hubungan Joanne dan Julius renggang. Hal yang selalu ia lakukan dulu ketika Jane masig hidup tentunya. Dan itu dulu.

"Sist, tell me... have i done the right thing?" Bisiknya lirih. Air mata sudah mengering, meninggalkan bekas air mata dan juga bekas yang tak kasat mata di jantungnya.

Rasanya amat menyakitkan, seolah-olah ada humusan pedang yang menancap tepat di jantungnya.

Ada seuntai kalimat yang menyatakan bahwa ada dua jenis orang di dunia ini.

Mereka yang lebih memilih untuk menjadi sedih diantara lainnya,

Dan...

Mereka yang lebih memilih untuk menjadi sedih sendiri.

Dalam kasus ini, Joanne memilih opsi yang kedua.

Lebih baik ia mengakhiri ketimbang melanjutkan, hatinya sudah terlanjur memakan rasa sakit itu.

Ini lah jalan yang aku pilih pada akhirnya... selamat tinggal Julius.

***

6 bulan kemudian...

Hujan turun semakin deras di tengah kota New York, seakan benar-benar ingin membasuh bumi sampai titik terkecil sekalipun.

Joanne merasa hawa dingin menyentuh pundaknya dan dia menggigil karenanya. Hawa dingin itu menarik Joanne keluar dari mimpi indahnya.

Joanne mengerjapkan mata dan meregangkan otot-otot tubuhnya.

Fajar sudah merekah meski saat ini masih tersembunyi di balik hujan deras yang turun pada pagi hari.

Susu coklat hangat adalah minuman kesukaannya di saat suasana seperti ini.

Sekarang Joanne adalah seorang penulis. Yap, ia baru menyadari bakat terpendamnya ini kira-kira 4 bulan yang lalu.

Buku-buku hasil karyanya pun tak kalah laris di pasaran. Seluruh buku yang ia ciptakan selalu berakhir dengan happy ending. Berbeda dengan kisah cintanya dengan orang yang bahkan sampai sekarang tidak bisa ia lupakan sosoknya.

Sosok yang selalu hadir ketika ia memerlukannya, sosok yang selalu memberikan rasa hangat ketika ia membutuhkannya, sosok yang selalu mendekapnya di saat ia membutuhkan penyangga.

Dan sosok itu tak lain dan bukan adalah Julius. Julius Gonzales. Pria yang paling ia benci.

"Permisi... ada kiriman paket untuk Ms. Kazinsky." Ucap seorang kurir di balik pintu setelah membunyikan bel apartemen.

Jemari Joanne menghentikan kegiatan menarinya di atas keyboard, meletakkan secangkir gelas berisi coklat hangatnya di atas meja sebelum bangkit berjalan ke pintu depan.

"Yaa.. tunggu sebentar."

"Silahkan ditandatangani dulu kertas ini Nona."

Joanne mengangguk dan menandatangani kertas tersebut. "Terima kasih."

Setelah menutup pintu, gadis bertubuh elok bak gitar spanyol itu duduk mencari posisi yang senyaman mungkin.

Membuka paket yang dikirimkan untuknya dengan jantung berdebar-debar. Pasalnya paket itu dikirim oleh pria yang sangat ia rindui.

Surat? Untuk apa ia mengirimkanku surat?

Surat? Untuk apa ia mengirimkanku surat?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23 Mei 2018

Hopeless Without You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang