Chapter Five.

1.1K 45 1
                                    

Kau tampan Aominecchi.

Aku sudah gila. Tidak, tidak. Aku tidak gila. Bocah itu gila. Ahh, kau berlebihan Aomine. Mungkin itu suatu candaan. Jangan kau pikirkan.

Semenjak perkataan Kise kemarin rasanya kulitku menjadi semakin kasar. Oke, ini aneh. Tapi serius. Seringkali bulu-bulu di tanganku bergidik.

Aku tampan? Tentu saja, semua orang mengakuinya. Dan Kise? Apa maksudnya bilang tampan? Hahaha lawak sekali Aomine, kau memikirkan candaan itu dengan berlebihan.

"Aominecchi?"

"Hahh?! Eh, maksudku ada apa?"

Damn, aku salting.

"Kau tidak apa-apa, kan?"

"Tidak,"

"Kau pucat, dan kenapa tidak keluar untuk makan malam?"

"Aku tidak lapar."

Si model pirang itu cukup keras kepala. Ia masuk kedalam kamarku, membawa nampan berisi steak dan air putih, meletakkannya pada meja putih kecil disamping ranjangku.

"Kau bisa sakit kalau kau tidak makan." nasihatnya sedikit kesal. "Aku segan untuk merawatmu."

Aku menggeleng. Memang aku sedang tidak ingin makan. Aku sudah cukup kenyang, apalagi nafsu makanku juga sedang tidak bahagia.seperti biasanya.

"Aominecchi!" ia menggembungkan pipinya. Aku hanya menoleh sebentar, lalu beralih pada jendela, memperhatikan daun-daun berjatuhan dari pohon.

Seketika ruangan itu hening. Bisa kutebak pria berambut pirang itu sudah menyerah untuk memaksaku makan.

"Haa―"

"Tada!"

"Hmph!"

Kise menyendok segunung nasi dan steak dan secara paksa memasukkannya kedalam mulutku. Entah bukannya emosi namun aku malah terkekeh. Bukan seperti diriku yang biasanya.

"Apa perlu aku menyuapi agar Aominecchi mau makan?" tanyanya sambil tersenyum. Aku cuma bisa tertawa memandangi blonde itu, kembali memagut sendok yang sudah berisi steak dan nasi.

Bocah itu memang lucu. Menyenangkan dan perhatian..

Iya. Perhatian.

"Uhuk!"

Aku tersedak.

Oh, yang benar saja Aomine! Kau baru saja berkata jika pria itu lucu, menyenangkan dan perhatian. aku cukup gila.

"Aominecchi, makan pelan-pelan."

Aku tidak merespon yang satu ini. Cukup sudah kegilaanku hari ini. Pada saat itu kami berduaan pada kamar, masih dalam keadaan Kise menyuapiku. Terkadang diselingi obrolan tidak jelas dan lawakan yang garing.

Menjelang malam aku berpamitan pada Kise, beralasan untuk menghirup udara malam, memandangi bulan purnama, atau mencari bintang-bintang di langit.

Tapi sebenarnya aku tertuju pada Hanako. Aku ingin bertemu dengannya entah mengapa setelah Kise berkata mengenai Hanako yang memaafkanku begitu cepat, membuatku ingin bertemu dengannya.

Motorku melaju cukup cepat, 70km/h, dan sesekali menerobos traffic light. Sesampainya dirumah Hanako, cukup sepi. Mungkin karena sudah cukup malam dan aku segera mengetuk pintunya. Seraya mengetuk pintu, aku menelfon Hanako. Tidak ada jawaban apapun.

"Angkatlah, Hanako." aku menggigit bibir bawahku

"Ya?" terdengar jawaban dari Hanako.

"Kau dimana?"

I LIVE BY MYSELF [Aomine Daiki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang