4. Adam Yang Pendiam

2.7K 135 0
                                    

Tidurku pasti tak lelap. Rasanya aku terbangun dengan lelah sekali.

Kusambar HP, sudah jam 11 siang. Ada satu pesan.

[Hoi! Katanya semalam disuruh lapor kalo udah di rumah. Laporanku dicuekin.] Adam.

Aku tertawa geli.

[Ya ya ya, laporan diterima] jawabku.

[Baru bangun, ya?] Adam lagi.

[Iyak] jawabku singkat. Otakku masih dipenuhi pikiran tentang Fahri.

[Okeh]

Adam is typing.....

[Hari ini rencana kemana, Rei?]

Surprise. Adam ngajak ngobrol...

[Belum ada rencana. Emang pada mau ngumpul lagi teman-teman?]

[Ngga sih. Aku hari ini mau nonton Teater Koma di TIM. Ada 2 tiket, kali kamu minat]

Aku tertarik. Belum pernah nonton teater. Biasanya nonton bioskop rame-rame. Sepertinya ide yang bagus.

[Berdua aja, Dam?] tanyaku ragu-ragu.

[Iya. Tiketnya cuma 2.]

[Okeh. Ketemu di TIM, jam berapa?]

[Aku jemput aja. Ngeri kamu nyasar. Jam 3 udah siap ya.]

[Hahahaha.. Okeh] Aku aslinya tertawa beneran.

Lalu mikir. Adam mungkin tipe lelaki yang memang perlu dekat dulu untuk bisa menjadi teman sesungguhnya. Selama ini, kami berenam ngumpul, Adam selalu menjadi pelengkap. Tidak ada kisah seru darinya. Dia hanya mendengarkan celoteh kami sambil sesekali menyimpulkan. Tanpa basa basi.

Anganku melayang ke masa awal kedekatanku dengan Para Sahabat.

---

Awalnya Adam gabung Grup Para Sahabat karena dia sebelumnya sangat dekat dengan Nata dan Diny. Mereka tim inti di bagian advertising, di media massa tempat kami bekerja bersama 4 tahun lalu. Nata kepala bagian, Diny bagian legal, Adam tim kreatif. Dia seorang fotografer yang handal.

Saat aku join ke perusahaan itu, ditempatkan di bagian public relation. Dalam waktu singkat, langsung berteman baik dengan Diny yang cantik dan supel. Karena Nata dan Adam adalah teman dekat Diny, maka aku masuk ke lingkaran pertemanan mereka.

Rafi masuk 6 bulan berikutnya, dia jurnalis yang sangat berbakat. Sempat naksir-naksiran sama Melly dari bagian keuangan, lalu menikah tak lama setelahnya. Kedekatanku dengan pasangan Rafi dan Melly juga karena mereka orang paling asik di kantor waktu itu. Rafi adalah mantan adik kelas Nata. Jadilah kami berenam jadi Grup Para Sahabat yang bertahan hingga 4 tahun kemudian.

Kisah kehidupanku mereka berlima yang tahu. Mereka mendukungku dari berbagai sisi. Diny yang mencarikan lawyer bagus untuk mengurus perceraianku. Rafi yang membantu stalking gerak-gerik Dirga dan selingkuhannya, memastikan aku tahu apa yang terjadi secara akurat, bukan menerka. Melly dan Nata jadi ventilasiku, setiap ingin mengadu, aku bicara ke mereka.

Adam sesekali ikut pada sesi curhatku. Diam saja. Kadang sambil mengutak-utik kameranya. Dia nyaris tak pernah bicara. Beda dengan Melly yang selalu berujar "Gue cabein ntar muka laki lo, Rei! Gue jambak juga tuh cewek pelakor!!". Adam melengos "Cabe lagi mahal, Mel.. Sayang cabenya."

Lalu kami berempat tertawa berderai-derai.

---

Jam 14.45. Masa kini.

Kutatap bayanganku di cermin. Tunik panjang bahan katun warna peach. Jins. Jilbab motif abstrak kekinian, dominasi warna coklat lembut. Bedak tipis, lipstik warna netral. Pas. Tidak berlebihan.

KISAH WANITA BIASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang