JALANKU, MANA?

3.4K 93 5
                                    

Warning! Aku gak suka cerita ini. Terlihat memaksa. Tapi, baca saja deh! Siapa tau kamu suka 😄.

_____________________________

Hah! Benar-benar lega. Ujian Nasional sudah berakhir. Sayangnya, berakhirnya Ujian Nasional malah membuat semua sibuk. Ada yang sibuk pariwisata, sibuk merencanakan jalan-jalan, sibuk mendaftar kuliah, cari kerja, belajar buat masuk tes Universitas dan ada juga yang sibuk mikir mau kemana setelah ini.

Ya, aku termasuk salah satunya!

Awalnya aku antusias untuk melanjutkan ke dunia perkuliahan. Sampai-sampai sejak kelas 3 SMA aku sudah mencari informasi tentang perkuliahan dari berbagai sumber.

Gak paham apa yang mendasari keinginanku itu. Aku hanya ingin tahu bagaimana 'rasanya' jadi anak kuliah. Hehehe.

Ketika ditanya, kenapa pilih kuliah?. Jawabanku hanya sebuah senyuman dan “Pengen saja!”.

Apa cita-citamu? Jadi Dokter, Guru, Hakim, Pengacara?

Ah, menurutku itu bukan cita-cita, tapi itu pekerjaan. Menurutku pekerjaan tidak perlu dikejar, nanti kalau kita sudah berilmu pekerjaan yang akan mengejar kita. Kalau cita-cita menurutku itu, em, sebuah keinginan yang besar dan memang kita inginkan dan kita sukai.

Em, cita-citaku apa ya? Entahlah.

Namun perkataan ibu sore itu membuatku berpikir 2 kali tentang masalah kuliah ini.

“Ibu sih terserah kamu, maunya gimana. Kalau kamu kuliah buat cari kerja, mending kamu kursus saja. Sayang kalau kuliah lama-lama tapi hasilnya cuma buat kerja. Kerjaannya juga belum pasti.” Begitu nasihat ibu.

“Itu si Reza, anaknya Bude Parsi, jadi sarjana pendidikan, tapi malah kerja di pariwisata jadi pemandu wisata. Katanya setelah kuliah dia kursus bahasa Jepang. Pamanmu juga kan! Yang dulu kerja serabutan setelah kursus bahasa Jepang satu tahun, sekarang diterima di perusahaan besar. Tapi ya, terserah kamu. Maunya gimana. Ibu sama Bapak ikut saja.”

Seketika itu aku bingung harus bagaimana.

Kuliah? Kerja? Kursus???

***


“Ya terserah kamu Le…! Ibu sama Bapakmu kan sudah ngomong sama kamu.” Kata Paman memberi nasehat.

“Tapi tetep saja bingung, Paman…!” desahku.

“Begini saja, lusa… ayo kita lihat-lihat ke tempat kursus Paman dulu. Terus nanti kamu putusin sendiri, maunya gimana.” Tawar Paman Ali mengakhiri perbincangan itu. Akupun pamit pulang.

Di jalan, kepala ini tak henti-hentinya berfikir. Ya, paman Ali kan hanya lulusan SMK. Setelah kursus bahasa Jepang selama satu tahun sekarang sudah menjadi salah staf penting di sebuah perusahaan besar. Kelihatannya menjajikan. Aku juga penasaran bagaimana rupa kampung Jepang tempat pamanku kursus itu, karena teman-temanku sering membicarakannya.

***

Kampung Jepang, kupikir tempat itu adalah perkampungan orang Jepang. Ternyata bukan.Tempat itu disebut kampung Jepang karena banyaknya tempat kursus bahasa Jepang di daerah itu. Benar-benar banyak. Juga didukung warga setempat yang menyediakan sewa kamar kos membuat daerah itu penuh akan orang-orang yang belajar bahasa Jepang.

Setelah lama berkelililing, paman Ali mengajakku ke tempat kursusnya dulu. Tempat kursus paman Ali termasuk tempat kursus yang besar. Aku diajak berkeliling. Ditunjukkanlah metode-metode pembelajarannya dan kegiatan setiap harinya.

Lika Liku SANTRI (Sudah Terbit!!!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang