takdir segelas teh hijau dan percakapannya.

866 133 5
                                    

Pagi menjelang. Mentari mulai merangkak dari tempat tidurnya, membangunkan siapapun manusia yang sekarang masih terlelap. Tak terkecuali pasangan muda di kamar kecil itu. Jendela besar yang ditutupi horden melanjutkan cahaya mentari, mengusik yang paling muda dari tidurnya.

Guanlin merenggangkan tubuhnya sebentar lalu mengerjapkan mata. Ini bukan kamarnya. Ahh, semalam ia menginap di rumah Jinyoung.

Dan kini atensinya terarahkan pada namja manis yang memeluk pinggangnya erat. Nafas namja itu tampak teratur dan halus. Guanlin melarikan tangan besarnya ke pipi kekasihnya. Menyalurkan rasa sayangnya.

"Hyung, bangun, sudah pagi."

Jinyoung hanya bergerak kecil, belum berniat untuk bangun.

"Hyung bangunlah, atau kubawa dirimu ke kamar mandi sekarang?"

Pelukan erat pada pinggang Guanlin mengendur. Jinyoung kini memunggungi Guanlin. Sepertinya ia masih mengantuk.

Satu kecupan selamat pagi mendarat ke dahi Jinyoung, Guanlin segera bangkit dari kasur melangkah kan main ke kamar mandi. Membiarkan kekasihnya lebih lama di alam mimpi, semalam sepertinya Guanlin bermain terlalu kasar.

Tak lama suara gemercik terdengar dari kamar mandi.

Jinyoung yang awalnya tidur dengan nyenyak, bergerak tidak keruan. Kepala kecilnya digerakan ke kanan kiri seakan berusaha menghalau sesuatu. Mimpi buruk berputar di kepalanya.

Disana Jinyoung melihat Guanlin-nya sedang terduduk dengan tali mengikat tubuhnya. Di sisi kanan kepala kekasihnya tampak pistol yang sudah siap menyemburkan timah panasnya menembus kepala Guanlin.

Jinyoung berusaha menghalau tapi ia tak punya tenaga. Dengan mata berair, ia menatap siapa brengsek yang melakukan hal bejat itu pada kekasihnya.

Minhyun.

Namja tampan berwajah lembut itu tampak berdiri dengan angkuh. Mengarahkan pistol pada kepala Guanlin. Jinyoung menggeleng ribut, berusaha mencegah Minhyun.

Bibir Minhyun bergerak, seakan mengatakan sesuatu tapi Jinyoung tak bisa mendengarkannya. Dan...

Dor.

"Guanlin-ah!"

Jinyoung menjeritkan nama kekasihnya begitu dapat terbangun dari mimpi gilanya itu. Kini dihadapannya duduk sang kekasih yang masih tampak basah khas orang baru selesai mandi.

"Kenap--"

"Tuhan, terimakasih itu hanya mimpi."

Jinyoung memeluk kekasihnya itu erat. Guanlin yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya menepuk punggung Jinyoung sayang. Dan Jinyoung hanya mengeratkan pelukannya, sembari menggumam sesuatu yang rancu.

.

Kring~

Minhyun memandang pintu toko herbal milik orang tuanya yang berbunyi. Jinyoung sedang berdiri di depan pintu seakan baru pertama kali menginjakkan kaki di toko ini. Melihat sang pujaan hati didepan sana, Minhyun menyapa dengan nada bahagia.

"Jinyoung-ah, masuklah! Apa yang kau perlukan?"

Namja itu melangkah pelan menuju meja tempat Minhyun. Tangan kanannya menggapai kayu manis yang berada di kotak depan.

"Aku hanya perlu teman berbicara, Hyung."

Minhyun yang paham maksud dari Jinyoung segera keluar dari tempatnya. Membuka pintu kecil pemisah konter. Ia mendudukkan teman nya itu di kursi depan yang menghadap jendela besar toko. Dimana disana ia dapat melihat siapapun sedang lewat atau hiruk piruk kota yang masih bersuka cita atas panen raya.

· h e x e ·Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang