Desa kembali sibuk siang ini, bahkan pasar sudah sibuk sejak pagi. Ditengah-tengah sibuknya desa, pemburu semalam keluar dari hutan dengan kaki terseok-seok. Ia segera melarikan dirinya ke sekelompok orang.
"Tolong," ujarnya lirik dan terjatuh ke tanah.
"Tuan, kau kenapa?" tanya pedagang buah yang ikut didalam kerumunan.
"Aku tertembak."
Pemburu itu terbatuk pelan setelah berkata.
"Ada penyihir, di desa ini ada penyihir. Tolong." Pingsan lagi, setelah ia menyambung kalimatnya. Ia mengalami pendaharaan sejak semalam.
Kerumunan itu segera membawa tubuhnya ke dokter Johnny salah satu dokter desa. Dan mendengar penuturan sang pemburu seluruh desa geger dibuatnya.
"Ada penyihir jahat di desa!"
.
Jinyoung terbangun di kamarnya, di rumah pinggir desa. Tunggu, bukannya ia harus menyiapkan perjalan Minhyun, mengapa dia berada di rumah ini?
Ia masih ingat kejadian semalam kok. Saat dirinya dan Guanlin kembali berhubungan, menyatukan tubuh lagi.
Kriet.
Sosok sang kekasih muncul dibalik pintu, memandanginya dengan senyum menawannya. Lalu membawa masuk semangkuk hangat sarapan untuk Jinyoung. Well, Guanlin sadar jika ia bermain kasar semalam bisa-bisa si manis ini kesusahan berjalan. Bahkan ia baru bangun pukul 9 lewat.
"Sarapanmu, hyung."
Jinyoung tersenyum, lalu menyuruh Guanlin duduk disebelahnya. "Terima kasih, sayang. Oh ya, bagaimana dengan perjalanan Minhyun hyung? Aku lupa, bena-benar lupa."
"Aku sedikit berbohong, bahwa kau sudah berada di pasar sejak pagi. Hehehe, maaf ya."
Si imut tersenyum manis lalu menyatukan dahinya dengan dahi Guanlin. "Aku menyayangimu."
Guanlin terkekeh.
"Makan dulu sana!"
Jinyoung menggeleng pelan. "Shireo!"
"Suapi, Guan. Badanku sakit semua, kamu si mainnya kasar lagi." Lagi-lagi namja imut itu mengerucutkan bibirnya. Membuat Guanlin benarbenar gemas.
Chup. Satu kecupan curian berhasil didapat Guanlin.
"Cha, sini kuusapi, Kakak Manis."
Selama Jinyoung makan, ia asyik mencurahkan perasaanya saat Guanlin menjauhinya. Mulai dari tau mau bicara sampai berkata kasar. Guanlin mah pasrah saja dicerca habis-habisan oleh si imut. Lebih pasrah lagi saat ia lebih banyak mencuri ciuman saat si manis kesal.
"Jadi kenapa Guan lebih sering ke kota daripada menemani aku di rumah, huh?"
Chup.
"Makan dulu, ini suapan terakhir."
Jinyoung menerima suapan itu dengan semangat. Sembari mengunyah makanan, Jinyoung kembali bertanya perasaan yang sama. "Kenapa Guan?"
"Aku hanya melatih kemampuan menembakku di kota sayang, sambil menghapus segala kenangan kita."
"Aku berpikir, kenangan kita berlalu berbahaya untuk terus diingat. Kau bukan milikku lagi."
Jinyoung menggeleng ribut, lalu memeluk namja tinggi itu sayang. "Aku milikmu, akan terus menjadi milikmu. Percayalah."
Si tampan terkekeh kencang, "kepercayaan dari mana itu? Kau sudah menikah sayang."
Mendengar ledekan Guanlin, Jinyoung langsung merubah bola matanya. Kini irisnya kembali berwarna putih. "Kau lupa bahwa aku penyihir, Guan? Dan aku bisa melihat masa depan, apa kau lupa?"
Chup. "Kau menyeramkan saat marah."
Jinyoung mengembalikan pandangannya. Kini beringsut mendekati sang kekasih. Ekhem, sejujurnya Jinyoung lupa bahwa ia tidak menggunakan baju sama sekali. Dan dia sudah main peluk sang kekasih
Tahan Guanlin untuk tidak menghajar kekasihnya lagi.
"Aku menyayangimu dan kita akan selalu bersama, Guan"
"Iya sayang. Kau hanya milikku."
Henin sejenak, membiarkan Jinyoung menikmati pelukannya. "Guan," panggil Jinyoung pelan.
"Heum?"
"Aku... mau kamu."
Dan kini Guanlin kembali bersuka rela melepas pakaiannya dan ikut telanjang seperti si manis. Hehehe, kesempatan emas siapa juga yang menolak bukan.
.
"Guan?" panggil Jinyoung kencang.
Sedaritadi dia mencari keberadaan si tampan tapi tak kunjung ketemu. Rumah Jinyoung tak begitu luas, seharusnya sih mudah ditemukan tapi namja itu seperti menghilang begitu saja.
"Guan, kamu dimana si?" teriak Jinyoung lebih kencang lagi.
Selama seminggu mereka akan menutup toko dan tinggal di rumah Jinyoung. Menghabiskan waktu berdua seperti dulu. Sebelum ada orang lain yang mengusik hubungan keduanya.
Setelah mandi, Jinyoung malah tidak menemukan si tampan. Padahal dia yang minta dimanja tadi. Seluruh rumah sudah dikelilinginya tapi batang hidung Guanlin tidak muncul juga.
"Hehe, sayaang."
Jinyoung berbalik dan Guanlin malah nyengir tanpa masalah kearahnya. Lengkap dengan tanah di wajahnya dan juga kedua tangannya.
"Jangan bilang kau menanam kentang di belakang rumah?"
Guanlin tertawa lagi, ia membenarkannya. "Ayah membesarkanku dengan mengatakan bahwa kebun belakang rumah harus selalu ada kentang jika kami sudah ada yang menjaga."
"Kakakmu juga melakukannya," Jinyoung mengambil kain yang sudah dibasahi lalu mengelap hati-hati wajah si tampan.
"Karena lahan belakang rumah sudah miliknya, aku membuat sendiri disini. Di rumah kita."
Guanlin menjatuhkan satu kecupan di bibir Jinyoung. Uhhh, sebulan tanpa dimanja manja seperti ini membuat Guanlin benar-benar rindu. Jinyoung hanya miliknya.
"Kenapa harus ada kentang?"
"Tidak tau juga, kata Ayah, jika kalian lapar tengah malam dan malas membuat nasi, masak saja kentang bakar berdua. Motivasi yang aneh."
Jinyoung tergelak. Tapi dia langsung menurunkan matanya, perasaannya sedikit getir mengingat tentang keluarga. Tentu saja dia iri dengan Guanlin, ia punya keluarga yang melahirkannya, membesarkannya, merawatnya dan mendekapnya. Jinyoung tidak memiliki itu semua.
Dulu punya tapi hanya sebentar. Ah, itu kenangan yang menyedihkan.
"Guan," panggil Jinyoung.
"Heum?"
"Aku menyayangimu, teruslah bersamaku, ne?"
Guanlin mendekap Jinyoung lebih erat, "siap, Princess."
-tbc
a/n:
ada yang kepo sama kehidupan Jinyoung sebelum ketemu Guan gak?
KAMU SEDANG MEMBACA
· h e x e ·
Fanfiction-kekekalan tidak membawa bahagia bagi Jinyoung, bahagianya hanya manusia bernama Guanlin I'm sorry my love- started: '18-05-27 end : '18-08-20