goes to end.

453 90 7
                                    

Semua pandang mata tertuju pada sesosok dibalik jubah hitam. Panjang kain penutup itu menyapu jalanan ramai Friendlich. Tentu saja semua orang penasaran dengan siapa sosok dibalik jubah kebesaran itu.

Tapi nyatanya tak ada yang berani menahannya, menghadangnya, mengajaknya bicara, atau bahkan menyentuhnya.

Sosok itu hanya terus berjalan hingga tiba didepan tok herbal. Tanpa melepas kupluk yang menutupi wajahnya, tangan mungilnya terulur perlahan untuk membuka pintu kayu mahoni itu.

Kring.

Bersamaan dengan suara lonceng angin yang dipasang di pintu berbunyi, segala tembok ketakutan tersebut runtuh.

Guanlin memandang pelanggan asingnya dengan raut wajah bingung. Tapi tak lama, ia tersenyum senang.

"Masuklah dan tenangkan dirimu."

Guanlin mempersilahkan sang tamu untuk masuk. Setelahnya Guanlin membalik tanda di tokonya bahwa toko herbal itu hari ini tutup, hanya karena satu tamu.

"Aku merindukanmu, Guan."

"Aku juga."

Gummy smile manis itu muncul bagai mentari di bibir Guanlin yang jarang tersenyum.

Sosok itu melepas jubahnya, dan menunjukkan dirinya. Rambut hitam yang sedikit panjang, lalu jari-jari mungil yg lentik, dan terakhir bau vanili yang menguar.

Jinyoung tersenyum. Akhirnya ia memberanikan dirinya. Mungkin benar, rindu akan mengalahkan segala hal yang ada.

.

Ciuman ganas itu meraup seluruh bibir lawannya. Guanlin menyesap bibir kesayangannya dalam-dalam. Rindu yang ditahan membuncah keluar saat dengan beraninya Jinyoung menggodanya dahulu.

"Aku merindukanmu,"

Chup.

Chup.

Chup.

Berkali-kali Guanlin mengecup wajah Jinyoung. Ia terlampau gemas.

Jinyoung memeluk erat tubuh Guanlin. Menghembuskan nafas dalam disana, hingga satu bisikan muncul.

"Aku menginginkanmu, Guan."

Keduanya kembali menyatukan bibir. Menautkan satu sama lain. Mengigit. Melumat. Atau bahkan menyesap bibir tersebut hingga memerah dan membengkak.

Tangan sang dominan berjalan pelan menuruni tubuh langsing sang submisif. Terselip dibalik baju kebesaran yang digunakan pasangannya. Merambat naik lalu berulang kali mengelusnya. Kulit sehalus sutra yang disentuhnya membuat ciuman itu semakin panas.

Si manis melepaskannya, tak tahan dengan tangan si tampan yang kini sudah mengelusi bagian tubuh sensitifnya. Jembatan saliva tercipta begitu ciuman itu terlepas, dan sisanya mengalir di leher jenjang si manis.

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, benar-benar mencintaimu," bisik si manis ditengah debaran dadanya. Diantara nafas pendeknya. Dan disela-sela suara paraunya yang nyaris mendesah basah.

"Tuhan telah menggariskan dirimu untukku, Lai Jinyoung. Maafkan aku membuatmu lama menunggu saat kita bersama."

Jinyoung-si manis tersenyum bahagia, "Tak apa aku menunggu asal menunggu Guanlin. Bukannya aku sudah menunggu dirimu dewasa juga, Guan?"

Si tampan tertawa mendengarnya. Ia kembali menciumi bibir si manis. Kali ini tanpa nafsu membara seperti tadi.

Benar, ia sudah tergila-gila dengan kecantikan seorang penyihir berusia 2000 tahun. Penyihir yang ditemuinya saat usianya baru 7 tahun.

Jatuh cinta pertamanya.

Ciuman pertamanya.

Dan hubungan badan pertamanya.

Bagi Guanlin, semuanya itu adalah Jinyoung.

Dan bagi Jinyoung, semua itu adalah Guanlin.

Karena benar, Guanlin dan Jinyoung digariskan bersama.

Kini tubuh atas dari si manis sudah telanjang bulat, dan si tampan asyik membuat tanda di leher, perpotongan leher, dada, pundak, dimanapun tanda itu dapat dibuat. Desahan dari mulut si manis terus bergulir.

Celana panjang itu kini menjadi korban selanjutnya. Lepas dari pinggang mungil sang pemakai. Tergeletak dibawah begitu saja.

Sang dominan mengangkat tubuh mungil pasangannya. Meletakkannya dengan nyaman di ranjang. Dipandangi lama wajah bergairah si manis. Mata deepnya yang terkatup. Bibir bengkaknya yang dipaksa mengasup oksigen untuk paru-parunya. Peluh yang turun menyusuri tubuh kesayangannya, yg mungkin jg bercampur dengan air liurnya.

"Kau cantik, teruslah bersamaku."

Satu anggukan didapatkannya, dan desahan lainnya.

Sang dominan melepas celananya dengan cepat, tidak ingin membuat sang kekasih menunggu lebih lama. Tak ingin bermain kasar layaknya pelacur dan tuannya, si tampan menciumi wajah si manis. Setelahnya memasukan kebangganya perlahan.

Erangan si manis tidak dapat terhindar. Bagaimanapun bagian tubuhnya itu kini harus menyesuaikan adanya sesuatu yang masuk.

Kecupan mengiringi masuknya kebanggan si tampan kedalam surganya. Setelah dirasa si manis tidak lagi merasa kesakitan, si tampan menggerakkannya pelan.

Dan yang berakhir kasar juga.

Siang itu keduanya asyik bergelung berdua. Menyatukan perasaan yang sempat terhalang berbagai hal.

Entah sebuah pertanda bahwa mereka akan segera berpisah.

Atau mereka akan terus bahagia.

-tbc.














a/n:

naena versi bahasa halus.

· h e x e ·Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang