Jinyoung membuka matanya lebar-lebar, kepalanya terasa berdenyut sakit. Ditatap sekelilingnya. Dimana dirinya? Lalu Guanlin, apa yg terjadi pada kekasihnya itu?
"Hiks, hiks, Guanlin."
Si manis menangis kencang saat ia sadar kekasihnya itu sudah pergi mendahuluinya. Tidak, ia berharap semua ini mimpi.
Bruk.
"Ya, hyung, ada apa?"
Pria itu, sosok pria tinggi kesayangannya itu tampak khawatir. Lengkap dengan apron berwarna pink cerah dan spatula di tangan kanan, Guanlin masuk ke kamar. Wajahnya khawatir. Takut istrinya itu menangis lebih kencang lagi.
"Hiks, Guan, Guan," Jinyoung berusaha menggapai Guanlin. Ingin dipeluk.
"Kenapa sayang?"
Guanlin menjatuhi puncak kepala Jinyoung dengan ciuman. Menenangkan pria itu dari mimpi buruknya. Sesekali mengusap punggung Jinyoung sayang.
"Aku melihat dirimu meninggalkanku, Guan. Tidak, aku tidak mau."
"Hey, semua itu hanya mimpi buruk sayang. Tenangkan dirimu."
Kecupan manis mendarat di bibir Jinyoung. Tak ada kata selain bersyukur Jinyoung saat ini, semua itu hanya mimpi. Mimpi siang bolong. Rasanya ingin tertawa saja.
"Kita sudah bahagia. Kita sudah meninggalkan Friedlich, bukankah itu bagus?" tanya Guanlin begitu dirasa istrinya itu cukup tenang.
"Heem."
Jinyoung mengeratkan pelukannya.
"Berapa lama aku tertidur?" tanya si manis pelan. Ia menyembunyikan kepalanya di dada Guanlin.
"Heum, hanya dua hari. Selama itu aku selalu memakan kentang yang kutanam di belakang rumah. Hehe."
Tawa itu teedengar menyenangkan di telinga Jinyoung. Dan membawa dirinya tertawa juga. Guanlinnya memang ajaib, selalu bisa membawanya bahagia.
"Hyung, maafkan aku ya telah membunuh Minhyun hyung. Aku hanya berusaha menepati janjiku karena dia sudah melukaimu. Maaf."
"Tidak apa, kita sudah bahagia sendiri sekarang. Biarkan Minhyun hyung bahagia di dunianya sendiri."
Guanlin menangguk samar. Rasanya menyenangkan setelah melewati hari yang berat di Friedlich dulu. Akhirnya ia bisa bersatu dengan Jinyoung. Merasakan pelukan hangat pria manis itu lagi.
Tentram. Kata itu mewakili segala perasaan bahagia Guanlin.
"Kau sedang masak, sayang?" tanya Jinyoung saat sadar bahwa Guanlin masih mengenggam spatula.
"Ah iyaaa! Nasi gorengku!"
Jinyoung tergelak melihat wajah panik Guanlin.
.
Jinyoung sedikit merapikan tanah bekasnya menanam kentang. Runitas aneh yang ia dapat dari Papa Lai. Matahari bersinar cukup terang, tapi suhu masih terasa hangat. Pria manis itu mengusap peluh di dahinya pelan.
"Rasanya menyenangkan disini."
Tiba-tiba Jinyoung teringat masa kelamnya di Friedlich dulu dan satu pertanyaan muncul, "bagaimana aku bisa bebas dari situasi jahanam itu?"
Grep.
"Sedang memikirkan apa hyung?"
Guanlin memeluk Jinyoung erat-erat, meletakkan kepalanya ke pundak sempit istrinya itu.
"Guan."
"Iya?"
"Bagaimana kita bisa bebas dari Friedlich dan tinggal disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
· h e x e ·
Fanfiction-kekekalan tidak membawa bahagia bagi Jinyoung, bahagianya hanya manusia bernama Guanlin I'm sorry my love- started: '18-05-27 end : '18-08-20