segaris benang merah yang terhubung.

1.6K 156 10
                                    

Riuh bahagia terdengar dari kejauhan. Lampu-lampu menyala terang, membuat kondisi kampung itu makin meriah. Makan-makanan hangat dihidangkan bersama dengan bir-bir yang rasanya luar biasa menyenangkan. Anak-anak berlarian karena terlampau bahagia.

"Panen tahun ini luar biasa ya, hyung."

Yang tua hanya tersenyum, matanya memandangi gadis-gadis muda yang juga sedang memandanginya dan adiknya. Ia hanya memandangi ciptaan Tuhan itu namun tak tertarik.

"Hyung, kau mendengarkanku?"

"Ah iya, Guan?"

Guanlin--si adik, merengut kesal. Ternyata hyungnya ini sedari tadi tak mendengarkannya. Menyebalkan.

"Maafkan aku."

"Hyung ini, malah menggoda gadis-gadis."

"Maaf maaf."

Guanlin tersenyum lebar lalu memutar-mutar pelan cincin yang berada di jari manisnya. Cincin dari rumput yang diawetkan. Awal sekali melihat cincin itu, Minhyun--yang lebih tua, merasa ada yang aneh tapi adiknya dengan pasti menyakinnya, 'hadiah,' katanya.

"Hari ini panen dan juga bulan purnama, indah sekali."

"Kau merancau, Guan? Perasaan kau tak menegak birmu sama sekali."

Guanlin memandang Minhyun intens.

"Seperti hyung tidak mengerti saja."

"Ah, bulan purnama. Kau harus pergi, kan?"

Guanlin hanya tersenyum lagi.

"Kau hendak kemana si Guan? Mau menjadi werewolf?"

-_-

"Ayolah hyung, aku tidak pernah menunjukkan hal yang aneh-aneh padamu. Aku hanya menyendiri saat purnama karena terlalu indah. Kau ini."

Minhyun tertawa setelah membuat adik tirinya itu kesal. Lucu saja melihat namja yang lebih muda 2 tahun dari dirinya itu mengerucutkan bibir sebal dan mengatainya. Minhyun gemas.

Namja tampan itu menatap jauh keluar balai desa yang sedang ramai, memandang sebuah rumah di dekat kaki gunung. Jauh dari desa. Rumah itu juga tampak bercahaya, seakan ia ikut bahagia bahwa panen tahun ini luar biasa.

Tak ada yang tak tau pemilik rumah itu. Bae Jinyoung, pemilik gubuk itu adalah namja manis yang memilih mengurus rumah orang tuanya yang jauh dari desa. Namja manis itu sekali dua kali kembali ke desa untuk membeli makanan untuk diolahnya.

Semua orang mengenalnya karena dia sangat baik.

Dia ramah.

Dia manis.

Dia berkharisma.

Minhyun sangat mengenal namja manis itu. Karena dia adalah rekan bisnisnya. Nyaris tiap minggu ia selalu mampir ke toko herbal yang diolah Minhyun. Membeli herbal yang baru datang atau memesan herbal langka yang jauh didapat dari desa ini.

Dan Jinyoung adalah orang yang Minhyun sukai.

Ia sangat menggilai namja berwajah kecil itu.

Guanlin masih asyik memutar-mutar cincinnya sampai dia merasakan tepukan di pundaknya. Woojin, si gingsul itu menepuknya pelan.

"Ada apa, Sul?"

"Ikut aku, Ong, dan yang lain, Guan!"

"Kemana?"

"Rumah bordil!"

"Tidak tidak, ajak Hyung sana."

Keduanya memandang Minhyun yang masih memandangi rumah mungil di luar desa itu.

· h e x e ·Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang