Miranda.
Miranda!
Mirandaaaaa!!
Ping!!
Ping!!
Ponsel touch screen Miran tak henti-hentinya menjerit. Namun Si pemilik ponsel itu justru semakin enggan meliriknya.
Miran duduk di depan cermin menatap dirinya dengan penuh percaya diri. Perlahan Ia menyisir lembut bulu matanya yang panjang dan lentik dengan maskara. Bibir berisinya dipoles dengan lipstik nude yang nyaris natural. Menambah aksen manis di wajah mungilnya.
Ia mengetuk dua kali pada layar ponselnya. Sambil mengalungkan jam tangan dilengannya, Ia mengintip isi pesan jeritan yang tak lain dari sahabatnya.
Miran tertawa kecil membaca pesan itu. Jelas betul bahwa temannya saat ini dilanda gugup luar biasa.
Terang saja, dalam beberapa jam ke depan sahabatnya itu akan menjadi pusat perhatian di sebuah club mewah. Sedangkan Ia sendiri belum pernah menginjak tempat semacam itu selama hidupnya.
Sekali lagi Miran menatap takjub dirinya di depan cermin. Penampilannya begitu berani.
Gaun simple berwarna putih menambah keanggunan bayangan dicermin itu. Kakinya yang jenjang dan lembut terekspos begitu nyata. Membuat setiap mata yang memandang berandai-andai menyentuh kaki indah itu.
Hal serupa juga tak kalah menggairahkan dari leher hingga belahan payudaranya. Belahan dada gaun itu sangat rendah ditambah kebiasaan Miran yang tidak suke mengenakan bra.
Jika Miran lengah sedikit saja, bukan tidak mungkin tangan pria dengan mudahnya mendarat di payudara montok itu.
Sayangnya hal buruk semacam itu mungkin saja terjadi pada wanita lain, tapi tentu tidak termasuk Miran. Dengan kemampuan bela diri yang dimilikinya, bahkan tiga pria sekaligus mampu Ia kalahkan. Jadi pelecehan semacam itu, tentu hanya masalah kecil baginya.
"bunda.. " sapa lembut Miran pada seorang wanita yang tengah duduk membaca majalah di atas sofa.
Miran berlari mungil menuruni tangga sambil menjinjing sepatu high heels ditangan kirinya dan tas mungil bertali rantai ditangan kanannya.
Mendengar sapaan yang begitu ceria, wanita itu membalikkan tubuhnya menghadap sumber suara riang itu, "sudah mau berangkat?"
Miran mengangguk, "bagaimana penampilanku?" tanya Miran sambil mengangkat sedikit gaunnya.
Wanita itu tidak langsung menjawab, Ia memandang Miran dari ujung kepala hingga ujung kaki, "lumayan".
Nilai yang tidak terlalu memuaskan untuk didengar.
"tidak mungkin. Kau hanya iri saja" goda Miran sambil memeluk leher ibunya.
Mendengar ucapan Miran, ibunya tertawa "aku sama sekali tidak iri pada anakku yang cantik ini" sahutnya sambil menepuk pelan pipi merona Miran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble With First Love
RomanceFirst love never forgotten First love never ending It's true Find out in this story