Entah sudah berapa tahun lamanya, gedung menjulang milik Pramoedya Grup tampak asing dimata Miran.
Setelah kematian ayahnya, ini pertama kali bagi Miran berada dekat dengan tempat yang penuh dengan kenangan bersama ayahnya.
Mata Miran tampak sendu memandangi pintu Loby dengan beberapa orang asing berdiri di sana, menunduk hormat pada satu persatu orang yang melewati mereka. Suasana yang dulu sangat akrab.
"Kita sudah sampai nona." ucap supir yang sudah membuka pintu untuk Miran, yang tentu saja membuat Miran terperanjat dari lamunannya.
Miran mengangguk bingung kemudian melangkahkan kaki indahnya turun dari mobil mewah itu.
"mengapa anda mengantar saya ke sini, pak?" tanya Miran kebingungan, menghentikan langkah kaki supir itu yg baru saja hendak kembali masuk ke dalam tempat Ia mengemudi.
"saya hanya di minta untuk mengantar anda kemari." jelas supir itu dengan sopan. Bukannya tidak tahu, tapi mungkin tuannya ingin menjelaskan sendiri.
Miran masih bingung, jelas jawaban pria paruh baya itu tak menjelaskan apa pun. Justru membuat Miran semakin penasaran.
"kau sudah tiba.." ujar seorang pria dibalik punggung Miran, yang sudah jelas suara itu tidak asing bagi Miran.
Miran membalikkan punggungnya. Mendapati Aldy berjarak beberapa langkah darinya sedang berjalan dengan senyum semeringah nan tampan itu.
Untuk beberapa detik Miran sempat tertegun oleh senyum pria tampan itu. Sungguh, entah berapa kali Miran jatuh cinta pada pria itu karena senyumnya.
"Al.. Ada apa ini?" tanya Miran tegas ketika kesadarannya kembali dari hipnotis senyum pria di hadapannya itu.
"aku senang kau bersedia kemari tanpa banyak bertanya" ucapan Aldy justru terdengar ironi bagi Miran, "masuklah bersamaku, kau akan tahu nanti"
Tanpa menunggu lama, Aldy menarik jemari mungil Miran kemudian menyelipkannya ke lengan Aldy, "kuharap kau tidak keberatan"
Lagi-lagi Aldy memamerkan senyum tampan itu. Dan lagi-lagi Miran terhipnotis olehnya. Meski masih kebingungan, Miran akhirnya membalas senyum tulus itu dengan pipi merona malu-malu.
"kau membuatku malu" ucap Miran polos sambil tertunduk menutupi pipinya yang merona.
"sebaiknya kau tidak menggigit bibirmu di sini" bisik Aldy di sela-sela rambut Miran yg menutupi telinganya, tingkah Miran semakin membuat Aldy bernafsu untuk mengerjainya.
Reflek Miran menegakkan punggungnya.
***
"mau ku ambilkan minum?" tanya Aldy dengan nada lembut yang mengolok-olok.
Setelah membuat kehebohan dengan drama bergandengan ditengah kerumunan orang penting di perusahaan itu, Aldy tampak sedikit kasihan dengan kondisi Miran yang tampak tak baik.
"cih.. Kau masih bertanya? Aku butuh segudang anggur saat ini!" Mira terdengar ketus.
Sebaliknya Aldy tertawa terbahak-bahak, "mengapa marah sayangku? Apa aku melakukan kesalahan?"
Miran memicingkan matanya, sungguh Ia mungkin akan merasa lebih baik jika mendengar permintaan maaf, bukan pertanyaan konyol itu.
"apa aku harus menjelaskan? Pertama, kau menyeretku ke pesta ini tanpa memberitahuku. Kedua, sejak kapan kita punya rencana untuk menikah?" protes Miran dengan cerewet.
Seperti sangat terhibur dengan ocehan Miran, Aldy justru tersenyum semakin lebar dibuatnya.
"Dengarkan aku. Aku baru beberapa hari menginjakkan kaki di tempat ini, tapi sejumlah direksi justru lebih banyak bertanya tentang keberadaanmu..." Aldy mencoba menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble With First Love
RomanceFirst love never forgotten First love never ending It's true Find out in this story