Bitch!!
Umpat Miran pada kedua sahabatnya yang tengah tertawa terpingkal-pingkal sedangkan Miran masih berusaha mengatur nafasnya terburu-buru naik tangga.
"slow, baby.." ejek Nadia yang masih tersandar menahan tawa melihat Miran yang pucat pasi.
"slow?!" Miran mencoba bersuara di sela nafasnya yang tak beratur.
"maafkan aku, Mir. Ini semua ide Nadia. Tadinya aku hanya khawatir kau akan terlambat seperti biasa." terang Rani, sang pengantin yang tampak menawan dengan dress berkilau dimana-mana.
"Hei! Kau sendiri yang menyetujui ide ini. Kenapa jadi aku yang sal... Awww!!!" Nadia menjerit kesakitan saat sebuah tas bermerk mendarat kasar dilengan mungilnya.
"you're bitch!" umpat Miran.
Nadia malah tertawa terbahak-bahak mendengar umpatan itu. Ia sudah menduga sikap Miran yang satu ini.
"maafkan aku. Aku hanya kesepian di sini. Sementara pengantin di sebelahku ini tak henti-hentinya memamerkan kemesraan di depan sahabatnya yang jones ini" keluh Nadia, kini Ia telah bergelayut manja di bahu Miran.
"sayangnya itu tidak membenarkan kesalahanmu!" Miran masih kesal rupanya, "carilah pria di bawah sana seperti biasa. Lalu bawa ke atas untuk menandingi kemesraan si pengantin"
Rani tertawa geli di depan mereka berdua yang tak henti beradu mulut.
"aku bisa saja. Bukan hal sulit untukku. Tapi aku sudah terlanjur tergoda dengan seorang pria di atas ini." lagak Nadia.
Jelas itu bukan kesombongan belaka. Miran dan Rani sudah terbiasa menyaksikan aksi erotis Nadia pada pria yang bahkan baru Ia kenal. Ia menyebut hubungan itu making love without love.
"kapan kau akan mengenalkan ku dengan pria itu, Ran?" pujuk Nadia, Miran hanya memutar bola matanya. Jengah dengan sikap manja Nadia jika sudah menginginkan sesuatu.
Rani melirik ke arah tiga orang pria yang tengah mengobrol seru di satu sudut lantai dua club itu.
Dari kejauhan dan pencahayaan seadanya, Miran menangkap postur tubuh yang Ia kenal. Tak lain adalah suami sahabatnya, Rendy. Tapi Ia masih asing dengan dua laki-laki disampingnya.
"susul aku dua menit, okay?" pinta Rani yang disambut anggukan girang oleh Nadia. Sementara Miran merapikan rambutnya yang tergerai tak karuan.
Miran tidak terlalu antusias dengan perkenalan itu. Sepeninggal Rani, Miran mengintip sedikit pada keseruan pesta di bawah sana. Dentuman musik memenuhi seisi club. Begitu pula dengan para tamu berdansa mengikuti ritme musik yang membuat Miran ingin ikut didalam nya.
"Ayo, Mir!" Nadia menyikut lengan Miran untuk mengikutnya. Miran sudah tau kemana arah ajakannya.
Melihat Nadia yang sudah begitu antusias, Miran tak kuasa untuk berdebat lagi, dan hanya mengikut saja di sampingnya.
Sepanjang jalan Miran memperhatikan sekilas aktivitas di bawah sana, sungguh Miran sudah tak tahan ingin menggerakkan tubuhnya bersama yang lain disana.
Demi sopan santun yang tak ternilai harganya, Miran tersenyum simpul pada empat orang di sana. Ia memberi tatapan hangat pada delapan mata yang menatapnya.
Sampai di satu titik, dua matanya berhenti menatap sebuah wajah. Wajah yang tidak terlalu Ia kenal namun tidak asing baginya.
Miran menajamkan matanya. Memastikan bahwa pria dihadapannya itu nyata. Sayangnya ini terlalu nyata.
Kedua mata itu tak berkedip menatap satu sama lain. Canggung. Juga bisa masuk dalam kategori ini.
Waktu seketika berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble With First Love
RomanceFirst love never forgotten First love never ending It's true Find out in this story