Part 6

315 3 0
                                    

Sinar mentari menghangatkan sebagian tubuh Miran yang mencuat dari balik selimut.

Samar-samar cahaya itu menembus penglihatan Miran yang masih tertutup rapat.

Sadar akan matahari yang sudah meninggi, Miran memaksakan dirinya menegakkan punggung.

Keningnya berkerut ketika merasakan pergelangan tangannya terkekang oleh perban yang membalut rapat.

Ini harus dilepaskan sebelum bunda melihatnya' ucapnya dalam hati.

Perlahan Ia melepas lingkar demi lingkar kasa putih yang membalut pergelangan tangannya. Ia ingat yang dikatakan dokter bahwa luka di lengannya tidak parah. Hanya saja untuk sementara Ia tidak dapat mengenakan heels agar memar di pergelangan kakinya tidak bertambah parah.

Tidak hanya itu, ada banyak hal yang masih terngiang di ingatannya. Diantaranya ciuman mesra yang mereka lakukan di dalam mobil semalam.

Pipi miran yang masih sembab karena belum mencuci muka tampak memerah karena pikirannya. Bibirnya merekah. Samar menampakkan lesung pipi yang tak terlalu dalam.

"apa ini?"

Miran terperanjat dari pikirannya saat mendengar suara yang tidak asing itu. Spontan Ia menyelipkan kasa yang telah lepas sepenuhnya itu ke dalam selimut.

"apa ada yang begitu istimewa hingga anak bunda senyum-senyum sendiri pagi-pagi begini?" lanjut ibunya sambil mendekat pada Miran.

"gak ada, bun." elak Miran, "pasti hanya salah lihat"

"benarkah?" ibunya menyipitkan mata pada Miran, Ia terlihat mencurigai ada kebohongan di balik kata-kata Miran.

"ya, tentu saja!" tegas Miran, merona di pipinya mulai memudar. Kini Ia berani menampakkan ekspresi datar pada ibunya.

"hmmm.. Kalau begitu sayang sekali. Padahal ku pikir pria tadi malam adalah kekasihmu"

Mata Miran terbelalak, 'bunda melihatnya?  Apa Ia mengenalnya?'

Miran tak menyela, lidahnya mendadak kelu. Sayangnya itu membuat ibunya semakin jahil.

"kau diam saja? Apa benar dia kekasihmu?" ibunya tampak semeringah, jelas sekali bahwa Ia menangkap ekspresi gila dari putrinya itu.

Miran cepat-cepat menggeleng, "bukan, bunda! Dia bukan kekasihku"

Setidaknya belum' batin Miran. Lebih dari apapun di dunia ini, Aldy satu-satunya hal yang sangat ingin Ia miliki.

"benarkah? Hmm.. Padahal Kalian kelihatan begitu dekat tadi malam. Ia bahkan membopongmu sampai pintu kan?" telusur ibunya lebih dalam.

"tapi aku jujur bun. Dia bukan... " belum sempat Miran menyelesaikan penolakannya.

"tapi sepertinya Ia bukan orang asing. Apa mungkin aku mengenalnya?"

Miran terdiam. Dipendengarannya hanya  suara tenggorokan kering meneguk kosong ludahnya sendiri.

Bagaimana jika bunda mengenalnya?  Apa yang harus ku katakan?  Bagaimana aku menjelaskannya?  Apa Ia bisa menerima perasaan gila anaknya ini?

HAHAHAHAHA

Tiba-tiba saja ibunya tertawa keras. Entah apa yang begitu lucu pikir Miran.

"wajahmu! Kenapa harus tegang begitu? Kau seperti maling tertangkap basah"

Miran cengengesan tak mengerti.

"sudahlah. Aku hanya bercanda" ucap Ibunya kemudian sambil menyesir lembut rambut putrinya itu dengan jarinya yang putih berkilau. "aku lebih senang jika dia bukan kekasihmu" bisik ibunya.

Trouble With First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang