Aresh terduduk, termenung di bangku besi panjang di atap gedung berdinding kaca. Suasana sekitarnya yang di tumbuhi pepohonan rindang dan tanaman-tanaman hijau memang cocok dikatakan sebagai tempat mencari udara segar. Dan dia berada di sini karena nasihat dari Doktor Rainfrost.
Sepuluh menit yang lalu di dalam ruang S061.
"Lebih baik kau baca dan pikirkan dengan jernih sembari mencari udara segar." Doktor Rainfrost menyodorkan tablet miliknya kepada Aresh.
Areshpun menerimanya dengan penuh rasa penasaran, apa sebenarnya yang ada pada tablet itu?
Setelah sekilas menatap layarnya, Aresh menemukan tulisan yang cukup mengejutkan baginya. Sebuah dokumen top secret berada tepat di hadapannya dengan judul, Proyek Beta Test Game Of Another Life. Akhirnya Areshpun menuruti permintaan Doktor tersebut untuk membacanya.
Hingga sekarang, Aresh masih saja terduduk membaca dan membaca ulang dokumen tersebut. Dengan tangan sesekali memegangi kepalanya yang terasa berat, perasaannya begitu tercampur aduk karena fakta yang baru saja ia ketahui.
Delapan tahun lalu, bertepatan saat peristiwa kecelakaan pesawat udara yang ditumpangi oleh Ayah, Ibu serta Adik dari Aresh, ternyata juga bersamaan dengan diluncurkannya Beta Test game GOAL itu. Dan ternyata dua kejadian ini mempunyai kaitan satu sama lain. Yaitu para korban kecelakaan pesawat tersebut merupakan para Beta Tester yang dipilih untuk mencoba game tersebut.
Detailnya peristiwa, saat berada di tengah perjalanan, pesawat berada di ketinggian 35 ribu kaki, semua penumpang pesawat itu disandera. Lalu mereka semua dipaksa untuk mengenakan perlengkapan untuk memainkan GOAL. Tidak ada satupun kru pesawat yang melawan, karena sejatinya, seluruh kru pesawat tersebut, sejak awal merupakan bagian dari anggota proyek Beta Test ini. Para penumpang pun tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan itu. Dan mereka semua mulai login dan memainkan game itu.
Berjalan sukses, pada awalnya seluruh tim proyek Beta Test bersorak riang karena keberhasilan percobaan game mereka. Namun, pada akhirnya, sebuah tragedi besar yang sudah merupakan rencana mereka terjadi.
Yang terjadi pada semua penumpang di dalam pesawat tersebut adalah, matinya kelima indera mereka karena syarat untuk bermain game itu. Sederhananya, mereka semua terbunuh. Untuk menutupi terbunuhnya mereka, pihak development GOAL dan dengan dukungan pemerintah membuat konspirasi kecelakaan pesawat udara. Dan saat itulah, kecelakaan yang merenggut nyawa keluarga Aresh itupun terjadi.
Kenyataan pahit yang tak bisa dipungkiri lagi. Yang Aresh ketahui bahwa memang kecelakaan tersebut sering dikait-kaitkan dengan konspirasi pengurangan populasi. Karena setelah kejadian itu, satu per satu kecelakaan pesawat terjadi kembali. Yang sering muncul di pikiran Aresh adalah, mengapa kecelakaan itu bisa terjadi terus menerus? Mengapa untuk mengurangi populasi saja harus rela menjatuhkan pesawat? Bukankah itu terlalu mahal?
Setelah membaca dokumen tersebut akhirnya Aresh membuat suatu teori. Bagaimana jika semua pesawat yang terjatuh itu merupakan bagian dari proyek percobaan game ini?
Aresh masih saja duduk termenung. Memang tidak ada yang dapat ia lakukan saat ini. Ia tak tahu ingin menyalahkan pada siapa tentang seluruh kekecewaannya. Pemerintah? Tidak, proyek tersebut mendapat dukungan dari pemerintah. Developer game? Tidak juga, buktinya sangat banyak peminat game ini hingga sukses menurunkan populasi sebanyak 5% penduduk dunia.
Yang hanya dapat ia lakukan adalah memilih antara memainkan game itu atau tidak. Lalu ketika seseorang yang sudah tidak memiliki tujuan hidup tiba-tiba diberi sebuah pilihan yang terkait dengan masa lalunya, maka jawabannya sudah pasti. Aresh kemudian bangkit dari kursi itu lalu bergegas menuju ruang Doktor itu kembali.
Sesampainya di ruang S601, tanpa basa-basi Aresh langsung saja bertanya pada Doktor. "Bagaimana caranya agar aku dapat bertemu dengan orang tuaku, Doktor?"
"Mudah saja, kau masuk kedalam game itu lalu cari sendiri."
"Ada petunjuk atau semacamnya?"
"Sayang sekali, aku tidak tahu in-game-name milik orang tuamu, jadi tekadmu lah yang bisa menemukannya."
Jawaban Doktor barusan rupanya membuatnya kecewa. Ia tahu bahwa game itu adalah sebuah game raksasa dengan lebih dari 500 juta player di dalamnya. Lalu ia langsung menyimpulkan bahwa mencari orang tuanya dalam game itu adalah hal yang mustahil. Lalu ia kembali terduduk lesu.
"Jangan sedih begitu Aresh, setidaknya kau masih bisa mencoba game ini."
"Lebih baik aku mati saja."
"Hey, kau belum tahu tentang masa trial kan?" Tanya Doktor.
"Trial?" Aresh balik bertanya.
"Kau bisa mencoba memainkan game ini selama 3 hari tanpa memindahkan nyawamu sepenuhnya ke dalam game itu. Intinya selama 3 hari ini kau masih hidup di dunia ini, dan kau dapat keluar dari game itu sesukamu. Tapi masa trial ini hanya dapat dilakukan satu kali seumur hidupmu." Jelas Doktor itu.
"Lalu untuk apa 3 hari itu?"
"Tentu kau bisa mencoba mencari orang tuamu di sana selama 3 hari. Jika beruntung bisa saja kau bertemu. Namun jika tidak, anggaplah ini sebagai pengalaman bermain Virtual Reality MMORPG pertama dan terakhirmu, sebelum kau bunuh diri."
Dengan segala pertimbangan, akhirnya Aresh berkata, "baiklah kalau begitu akan kucoba."
***
Aresh dan Doktor Rainfrost berada dalam suatu ruangan yang lebih mirip dengan laboratorium komputer. Dimana banyak perangkat elektronik dengan kabel-kabel yang menjuntai di lantai, dan kursi panjang dengan alat yang menyerupai helm di atasnya.
Aresh pun menaiki kursi itu, dan dipasangkannya perangkat untuk bermain GOAL oleh Doktor itu. Dengan memencet tombol ON suara dengungan terdengar nyaring dan selang beberapa detik kemudian, perangkat yang mirip seperti helm yang melindungi kepala Aresh memancarkan sinar biru.
Doktor itupun tersenyum riang. "Selamat Aresh, kau akan memasuki dunia yang berada jauh di atas imajinasimu. Sebuah dunia yang akan membawakanmu pada petualangan penuh tantangan tanpa batas."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
{G.O.A.L} Game Of Another Life
FantasiaTahun 2058, dunia mengalami ledakan populasi. Di Bumi yang terasa semakin sempit ini, 11 milyar manusia mencoba bertahan hidup dengan sumber daya yang semakin menyusut. Segala cara dilakukan oleh para penguasa untuk mengurangi populasi umat manusia...