Part 8: Pelarian

9.3K 501 33
                                    

AKU TAHU TAPI PURA PURA TIDAK TAHU

(Putri)

Rumah ini memang terasa begitu dingin, namun perasaanku jauh terasa begitu dingin seperti membeku. Kristal sel darah sepertinya menusuk-nusuk setiap penjuru hatiku.

Apakah ini suratan yang harus aku terima? Apakah Tuhan memang mentakdirkan Mas Rama untuk memiliki anak dari wanita itu? Haruskah aku menolak semua ketentuan ini? Atau haruskah memberontak dan meninggalkan Mas Rama?.

Rumah ini sepi, tapi rasanya begitu sesak. Terasa sulit bernafas di sini. Apa harus aku memberanikan diriku, membuang rasa takut untuk berbagi Mas Rama? Bukankah sejak dulu poligami sudah ada? Agama pun memperbolehkan, bukan? Mungkin poligami adalah solusi untuk masalah aku dan Mas Rama. Mungkin ini ujian, berat rasanya merelakan berbagi Mas Rama dengan wanita itu.

Mas Rama tidak memberi kabar. Ini sudah lewat dari jam makan malam, dan dia belum kembali. Hp nya pasti mati, sudahku hubungi tapi tak tersambung, pesan terkirim pun hanya check list satu. Mungkin sekarang Mas Rama sedang bersama wanita itu.

"Apa kamu sedang bersama Mas Rama?" Haruskah pesan ini aku kirim ke wanita itu? Jika ternyata Mas Rama benar bersamanya, apa yang akan aku lakukan kemudian? Tidak, tak perlu aku berlebihan seperti ini, biarkan saja. Hey..wanita itu mengetik sesuatu.

"Mas Rama akan tidur di rumahku" pesan dari wanita itu.

Seperti dugaanku, intuisi ini semakin tajam saja. Sakit sekali rasanya, tega kamu Mas sekarang bukan saja berbohong tapi kamu berani pergi tanpa memberikan kabar sedikit pun.

Aku sungguh bingung. Aku tidak memahami Mas Rama sama sekali. Mas Rama kadang bersikap baik dan hangat, tapi kemudian dia menyakiti dengan ketidakjujurannya. Apa sebenarnya yang Mas Rama inginkan? Mengapa dia tidak jujur saja padaku.

Sunguh penat rasanya hari-hari belakangan ini. Mungkin Firman benar, aku harus berbicara dengan seseorang.

"Hallo..Fia..."

"Hai..Putri, kemana aja?"

"Kamu ada di rumah? Boleh aku berkunjung?"

"Kenapa dengan suaramu? Kamu sedang menangis? Aku baru pulang dari tempat senam, kamu dimana?"

"Aku di rumah"

"Baik, tunggu saja di sana, aku akan ke rumahmu. Sebentar lagi komplekmu aku lewati"

Fia adalah sahabat kecilku, kami satu sekolah saat SMP. Dia belum menikah, sekarang dia bekerja sebagai Marketing di Bank Swasta, kantornya tidak jauh dari sekolah tempat aku mengajar. Fia mengenal Rina dan Mas Rama. Hanya saja karena kesibukan dia yang super padat, aku sudah jarang menemuinya ataupun berbagi kabar lewat sosmed. Aku rasa Fia adalah teman yang tepat untuk aku ajak bicara tentang masalahku. Meskipun aku sadar, dia belum berpengalaman berumahtangga, tapi hanya Fia teman yang bisa aku percaya saat ini.

"Putri.." Fia memeluk aku sesaat setelah dia keluar dari mobilnya. Aku sengaja menungguinya di teras rumah dengan gerbang sudah terbuka. Aku langsung meraung menangis dipelukannya. Iya, aku butuh menangis bersandar pada seseorang yang aku bisa percaya.

Fia tidak menginterupsi, dia mengelus punggungku,
"Menangislah Putri habiskan semua, lalu bicaralah, aku akan mendengarkanmu" aku semakin memeluknya erat menangis, hingga perlahan aku dapat menggendalikan tangisan dan berhenti.

"Ada masalah apa? Bicaralah aku akan mendengrkanmu"

"Fia, aku bingung harus bersikap seperti apa pada Mas Rama"

"Iya, emang Mas Ramanya Kenapa?"

" Mas Rama sudah menikah lagi, dan dia pikir aku tidak mengetahuinya. Dia menyembunyikan hal ini dari aku dan orang tuanya"

AKU TAHU: Tapi Pura Pura Tidak TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang