Part 7: Terjebak
AKU TAHU TAPI AKU PURA PURA TIDAK TAHU
(Rama)
Hujan menyisakan gerimis, tubuh Putri kuyup begitu juga aku. Aku pun mengajak Putri pulang ke rumah.
"Sudah menangisnya? Hayu kita pulang, sebentar lagi magrib, lama-lama disini nanti masuk angin"
Putri melepaskan pelukannya, lalu ngusap wajahnya dan kami pun melangkah pulang ke rumah. Tak ada percakapan selama berjalan menuju rumah, aku sibuk dengan keheranan dengan apa yang diucapkan Putri.
"Kamu mandi duluan Mas, aku akan buat minuman dulu"
"Tidak sayang, kamu yang mandi duluan, biar aku yang menyiapkan minuman" aku menggandengnya dan mengantarkan dia hingga depan pintu kamar.
Aku tak melihat ada makanan di lemari makan, hari ini Putri tidak memasak apapun. Putri menghabiskan waktu hanya memikirkan hal aneh. Dia mengira aku tidak bahagia hidup dengannya. Dia pikir aku sangat menginginkan anak. Dia salah menduga, aku memang berharap memiliki anak darinya, tapi selama ini aku tidak merasa bahwa aku tidak berbahagia.
Pikiran anehnya mungkin dia kaitkan dengan hal ini. Putri pasti berpikir kalau aku sering pulang terlambat dan meninggalkannya sendirian di rumah karena aku tidak bahagia, karena rumah sepi tanpa anak. Tuhan, maafkan aku yang membiarkan Putri terjebak dengan prasangkanya sendiri. Maafkan Mas, Putri.
"Ini sayang, isi perutnya kamu pasti laper abis hujan-hujanan" aku membuatkannya mie rebus instan dan teh manis, Putri sedang duduk di meja rias menyisir rambutnya. Aku pun masuk bergegas membersihkan diri.
"Mas, tidak makan juga? Kok buatnya satu?" Tanya Putri dari depan pintu kamar mandi.
"Sudah duluan tadi waktu kamu mandi, Mas tadi laper banget" jawabku pada Putri.
Putri masih saja terlihat melamun, dia memakan mienya dengan tidak lahap.
" Makannya jelek banget yang, liat mienya sudah ngembang begitu. Kamu tidak menghargai pemberian Mas"
"Aku malas makan Mas, gak nafsu"
"Jangan menyiksa diri sendiri, ayo habiskan makanannya, mau Mas suapin?"
"Enggak" Putri pun memaksakan diri menghabiskan makanannya. Aku menungguinya selesai makan, lalu mengambil mangkok kosong dan gelas minumnya ke dapur seselesainya dia makan.
"Mas ..." sapa Putri menyusul ke dapur.
"Iya, sayang" jawabku tidak menolehnya, aku lanjutkan mencuci piring kotor bekas makan tadi.
"Tentang omonganku tadi di taman. Aku serius Mas"
"Jangan mulai obrolan aneh, yang. Kaya gak ada obrolan lain yang lebih penting aja, aku tidak mau membahasnya!" aku menolak menanggapi obrolan Putri.
Lalu Putri meninggalkan aku, pergi menuju ke kamar. Aku malas masuk kamar, Putri pasti akan membahas obrolan tadi sore lagi. Kepalaku mendadak pusing, entah apa yang harus aku katakan pada Putri. Karena pada kenyataannya aku diam-diam sudah menikahi Sintia, jika aku katakan aku sudah menikah, Putri pasti akan sangat terpukul, dia akan terluka karena aku membohonginya selama ini. Belum lagi aku juga harus menghadapi Ayah dan Ibu, mereka juga akan kecewa.
Aku memang bodoh, terjebak pada situasi sulit seperti sekarang ini. Andai waktu bisa berulang ingin memperbaiki semua dan tetap menjadi suami yang baik untuk Putri, aku sudah gagal aku sungguh menyesal, dan bingung untuk mengambil sikap dalam menyelesaikan masalah ini.
Hp berdering panggilan dari Sintia, aku menolak menerima telponenya, bisa-bisanya sedang pusing gini dia menghubungi. Sintia benar-benar tidak tahu diri, tahu aku sedang di rumah tapi berani telpone berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU TAHU: Tapi Pura Pura Tidak Tahu
RomanceCerita fiksi perdananya Merepih Alam