7: Hunting with The King

3K 210 10
                                    

"Ada apa?" suara Robert mengejutkanku dari lamunan. Aku menoleh, menatapnya yang lebih tinggi dariku.

            "Aku ingin mengatakan padamu kalau penjaga istana kita sangat tidak terlatih."

            Robert tertawa kecil, seakan-akan aku bocah lima tahun yang sedang membuat pernyataan fantasi. "Tidak mungkin, Azaria. Aku percaya Lord Thomas sudah melatih mereka dengan baik."

            "Aku melihat mereka payah dengan mata kepalaku sendiri. Kau harus percaya padaku."

            "Prajurit kami benar-benar sudah terlatih. Kalau tidak terlatih, kami tidak mungkin dapat mengalahkan Scotland, atau Spanyol, atau...." Robert melirik ke kanan dan kiri. "Atau Perancis." Mungkin dia takut salah satu orangnya Francis ada di sekitar sini dan dapat mendengar Robert.

            "Bukan prajurit untuk berperang maksudku. Tapi penjaga istana kita."

            Kini dahi Francis berkerut. "Tidak mungkin. Lord Thomas sangat pandai untuk melatih mereka."

            "Tapi aku melihatnya sendiri." Aku menceritakan saat aku berburu dengan Sebastian kemarin secara detil. Dahinya tampak berkerut saat aku menyebutkan 'seorang teman' namun ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan siapa itu. Ia lebih fokus pada cerita betapa tidak becusnya pada penjaga itu untuk mencariku—seorang remaja berumur delapan belas tahun yang seharusnya dengan mudah mereka temukan. "Kalau aku musuh yang berbahaya bagi kerajaan, kerajaan ini pasti sudah sukses diserang dan kami semua dapat disekap. Ini tidak bisa didiamkan, Robert."

            "Begitu rupanya," ujar Robert sambil mengusap dagunya. "Aku tidak menyangka mereka sebodoh itu."

            "Kau harus mengganti pelatih baru. Kalau perlu, kau yang harus melatih mereka secara pribadi."

            Robert menggeleng. "Kau tahu aku tidak ada waktu untuk itu. Sepertinya Lord Thomas tidak bisa mengatasi ini sendiri, dia butuh rekan."

            "Bukan. Tapi dia harus diganti."

            "Diganti oleh siapa?"

            Aku berpikir, kira-kira lelaki mana yang cocok untuk melatih para penjaga itu. Tunggu, kenapa aku harus berpikir dan mencari jauh-jauh? Aku sendiri bisa kok melatih mereka.

            "Aku. Aku akan yang melatih mereka," jawabku dengan bangga dan juga angkuh. Namun justru yang aku dapatkan adalah tawa Robert. Aku tahu ia pasti mengejekku. Menyebalkan! "Aku bisa melatih mereka, Robert. Kau tahu itu. Jangan meremehkan aku!"

            "Wow wow." Robert mengangkat kedua tangannya. "Kenapa galak sekali?"

            "Kau menertawakanku dan aku tidak suka. Aku tidak suka diremehkan."

            "Aku tidak meremehkanmu. Kau terlalu sensitif."

            "Lalu kenapa kau tertawa?"

            "Yang pertama kali aku pikirkan saat kau menawarkan dirimu untuk melatih mereka adalah ... reaksi Ibu."

            "Ah!" aku berdecak sebal. Bisa-bisanya dia membawa Ibuku ke dalam masalah ini. "Aku tidak peduli dengannya, lagipula dia tidak pernah peduli denganku. Jadi, untuk apa?"

            "Dia peduli denganmu," ujar Robert dengan penuh penekanan.

            "Tidak. Dia tidak peduli denganku dan tidak akan pernah. Karena aku adalah putri Ayahku, bukan putrinya!"

            "Kau adalah putrinya."

            "By blood," jawabku. "But not by soul, by love, by mind. It will never be." Aku langsung memunggungi Robert. Jujur saja, aku sakit hati mengucapkan ini. Aku tidak menyangka kalau omonganku ini benar. Aku adalah putri Ibuku hanya karena aku lahir dari rahimnya dan darahnya ada pada darahku. Hanya sebatas itu saja, tidak lebih dari itu.

The Sword PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang