12: Finding Sturdy

1.8K 142 11
                                    

"Aku merindukanmu, Yah...," ucapku lalu mengeluarkan air mata, sambil meraba patung makam yang mengubur mendiang Ayahku. Aku menangis, aku benar-benar membutuhkan pelukannya. Aku ingin mendengar suaranya yang berucap kalau segalanya akan baik-baik saja. Aku tidak bisa dan tidak ingin pergi ke Perancis dan meninggalkan Inggris, negara tercintaku. Aku tahu, semua wanita kerajaan merasakan ini dan mereka bisa melalui ini dengan kuat. Aku mungkin memang kuat, namun kurasa aku tidak sekuat yang aku kira dan orang-orang kira. Aku terlalu lemah untuk menghadapi ini.

            Angin semakin kencang, aku dapat melihat jendela di sekitarku bergoyang karena angin, membuatku semakin mengetatkan jubah hangatku. Aku tahu, mungkin saja angin ini adalah Ayahku yang menyuruhku untuk pergi dari tempat ini dan kembali ke istana untuk berlindung. Aku tahu, berada di luar seperti ini bisa saja membahayakanku. Namun, rakyat kecil itu tidak mungkin mengetahui kalau aku adalah orang kerajaan. Aku tidak mengenakan mahkota, kudaku tidak terlihat mewah, dan aku juga tidak membawa pengawal.

            "Azaria!" Aku menoleh dengan mata membulat sempurna. Siapa itu yang memanggil namaku dan mengetahui keberadaanku? Aku langsung menghapus air mataku cepat-cepat. Siapapun itu, tidak boleh melihat diriku menangis. Aku mendengar suara seseorang melangkah dan aku kembali menoleh ke sumber suara. Aku dapat melihat Sebastian dari kejauhan.

            Ia turun dari kudanya dan berlari menghampiriku di tengah kencangnya angin. Semakin dekat, aku melihat ekspresinya yang tampak lelah dan asap keluar dari mulut dan hidungnya seiring ia bernapas. Tak butuh waktu lama, kini ia berada di sebelahku, berjongkok, mensejajari tinggi tubuhku. "Apa yang kau lakukan di sini?" ia bertanya lalu menatap patung makam dengan papan nama mewah di sana. Ia menelan ludahnya, memejamkan mata, dan menundukkan kepalanya. "Majesty."

            Aku kembali menatap patung makam Ayahku. Aku tersenyum. Senang melihat pertemuan antara Ayahku dan juga Sebastian. Andai mereka bisa lebih dekat dari ini, pasti akan lebih menyenangkan.

            "Azaria." Aku menoleh padanya, dengan mata sembabku. "Kau harus pulang. Kau tahu kan keadaan sedang tidak baik untukmu melangkah keluar dari istana."

            "Aku hanya merindukannya," balasku lalu kembali menatap kuburan. "Apakah itu salah?" mataku berkaca-kaca, bersiap untuk menumpahkan isinya.

            "A-Aku tahu ... tapi—"

            "Aku tidak ingin pergi dari Inggris!" tangisku pun pecah. "Aku tidak ingin meninggalkan keluargaku. Ini sangat berat untukku, Sebastian."

            Aku dapat merasakan tangan besar Sebastian merangkulku ke dekatnya. Kini kepalaku bersandar di dada bidangnya. Aku memeluknya erat, begitu juga dengannya. Aku menangis hebat di dada lelaki itu. Tak peduli jika pakaiannya harus basah ulah air mataku.

            Namun memeluk Sebastian jauh membuatku merasa lebih baik.

***

Apakah aku sudah bercerita pada kalian mengenai anjingku, Sturdy? Kurasa belum. Selain Ayahku, Bartholomew, Robert, Cecily, dan Sebastian, aku memiliki Sturdy yang selalu mendengarkan curahan hatiku. Aku tahu ini aneh, karena dia pasti tidak mengerti apa yang aku bicarakan. Namun, kalian harus mencoba untuk bercerita tentang apa yang kalian rasakan pada hewan peliharaan kalian, sebenarnya jauh lebih menyenangkan daripada bercerita dengan manusia.

            Aku memang jarang menemuinya. Dia anjing yang besar dan selalu berada di kandang kerajaan. Kalau udara terlalu dingin atau terlalu panas, dia akan diizinkan untuk masuk ke dalam istana. Biasanya kalau musim salju seperti sekarang, sesekali ia tidur di dalam istana dan aku akan menemaninya. Namun sudah lama sekali aku tidak melihat Sturdy, dan aku harus mengeceknya. Aku menyuruh salah satu penjaga istana untuk mengambilkan Sturdy padaku.

The Sword PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang