30: The King Found Out

1.2K 100 7
                                    

"Kakek," suara Sebastian membuat pelukanku dan Bartholomew terlepas. Bartholomew tersenyum merekah sekaligus tampak bernapas lega melihat Sebastian—satu-satunya keluarga yang ia miliki—masih baik-baik saja. Mereka juga langsung berpelukan, ada rasa kehangatan yang merambat di hatiku melihat mereka saling bertemu dan masih selamat. Aku sangat senang melihat pemandangan ini.

            Sebastian melepas pelukannya dan menatap ke arahku dengan senyum bangga. "Dia adalah Kapten kami, yang memandu kami selama perang," ucap Sebastian sambil seakan memperkenalkan aku pada kakeknya. Bartholomew tertawa, akhirnya, aku melihat tawa itu lagi.

            "Aku tidak terkejut mendengarnya. Kau pasti mengendalikan segalanya dengan baik, Kapten."

            Aku terkekeh sambil menggeleng. "Tidak, aku sama sekali tidak pantas dipanggil Kapten. Aku hanya membantu saja, justru yang pantas dibilang Kapten adalah Sebastian."

            "Kalian semua sama, kalian pejuang, kalian pembela kebenaran, kalian sederajat, dan kalian hebat." Aku membungkuk sedikit ke arah Bartholomew sambil tersenyum.

            "Baiklah, sepertinya aku harus kembali ke istana sebelum kakakku menyadari absenku. Aku janji akan kembali ke sini untuk menemuimu, Barth. Untuk sekarang ini aku tidak bisa, karena sebenarnya kakakku melarangku untuk pergi dari istana. Sampai berjumpa nanti, kawan."

            "Sampai berjumpa nanti. Terima kasih banyak, Azaria. Aku berhutang banyak padamu."

            "Tidak sama sekali. Inilah tugasku—menjaga rakyatku. Baiklah, aku harus pergi sekarang." Aku menatap Sebastian, memberi isyarat padanya untuk mengajaknya segera pergi.

            "Azaria, bolehkah aku tinggal di sini, untuk dua malam saja?" tanya Sebastian. "Aku ingin merawat Bartholomew terlebih dulu, bolehkah?"

            Aku tersenyum. "Tentu saja boleh. Kau juga butuh hari libur, kan?" Sebastian terkekeh. "Kalau begitu aku harus pulang. Sampai jumpa." Aku pergi meninggalkan mereka dengan senyum lebar di wajahku. Aku sangat senang. Sangat senang.

--

Pelayan yang kusuruh untuk membuatkan makanan dan juga memberikan obat-obatan ke rumah Bartholomew pun mengangguk dan segera melaksanakan tugasnya. Setelah itu, Robert berjalan ke arahku. Wajahnya terlihat lebih segar dari sebelumnya, seakan bebannya baru saja terangkat. Namun sebenarnya aku yakin beban lainnya akan segera datang menyusul Robert. Tidak akan pernah ada kehidupan yang betul-betul tenang dan bahagia untuk seorang raja, terlebih untuk seorang ratu.

            "Majesty." Aku tersenyum lebar dan membungkuk ke arahnya, Robert juga tersenyum ke arahku. "Aku yakin sekarang kau sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, benar kan?"

            "Ya, begitulah. Aku harus banyak berterimakasih pada Sebastian, dan juga kau tentunya."

            "Sebastian sedang izin untuk tinggal di tempat kakeknya selama dua malam. Kakeknya menjadi korban penculikan para pemberontak waktu itu, jadi Sebastian ingin merawatnya."

            Robert mengangguk-ngangguk. "Dan apakah kau sempat datang ke rumah Kakek itu tadi?"

            "Iya, aku menghampirinya bersama Sebastian. Dia—" ucapanku terhenti, aku menelan ludah. Bodoh, Azaria bodoh! Harusnya aku tutup mulut dan tidak dengan mulusnya membocorkan mengenai kebohonganku. "M-Maksudku—"

            "Sudahlah, Azaria. Aku sudah tahu kalau kau tadi pergi dari istana. Kau memang seorang putri, namun seluruh pelayan dan penjaga akan lebih menurut pada rajanya daripada sang putri."

The Sword PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang