Matahari bersinar lemah ditutupi bayang-bayang awan, menyebabkan suasana pagi terlihat redup dan suram. Usai peperangan kemarin, para penduduk Carmine tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa. Lapangan latihan terdengar ramai dengan denting logam serta teriakan-teriakan prajurit maupun penduduk yang berlatih. Platina dan Aren berjalan menuju lapangan dengan bersemangat seperti tidak terpengaruh dengan cuaca hari itu.
Seorang pria tinggi besar dengan warna kulit cokelat gelap sudah menunggu mereka di lapangan sebelah timur. Platina dan Aren bergegas mendekatinya setelah diberitahu seorang prajurit bahwa pria itulah yang akan melatih mereka. Pria itu menatap tajam—dengan kedua bola matanya yang berwarna biru—dua remaja yang berlari ke arahnya. Ia mengamati mereka berdua dengan seksama.
Platina dan Aren tersenyum gugup pada sosok pria di depan mereka. Platina merasa pria itu lebih mengintimidasi daripada Dave dan Derrick. Aren mengulurkan tangan pada pria itu sambil memperkenalkan diri.
"Namaku Aren dan ini temanku, Platina."
Pria itu menjabat tangan mereka berdua dengan kuat sampai Platina meringis kesakitan. "Victor," ujar pria itu. "Aku yang akan melatih kalian. Kulihat kalian masih belum terlatih sama sekali."
"Tentu. Aku siap," kata Aren bersemangat. Platina mengangguk setuju.
Victor memimpin mereka untuk melakukan peregangan yang sangat menyakitkan bagi Platina tetapi Aren tampak menikmatinya. Gerakan memutar tangan ke atas, ke bawah, ke samping, selama beberapa menit setiap gerakannya, membuat Platina terengah-engah. Badannya tidak luput dari peregangan yang menyakitkan ini. Push-up dan sit-up harus mereka lakukan seratus kali setiap gerakan. Platina dengan segera merasa sangat kelelahan.
Aren telah melakukan gerakan sit-up-nya yang keseratus dan merasakan otot-ototnya sangat menegang. Ia menjatuhkan diri terlentang di rerumputan sambil terengah-engah. Keringat bercucuran di dahi dan lehernya. Bajunya sudah basah terkena keringat dari badannya. Ia berusaha mengatur napas dengan susah payah. Aren menoleh pada Platina yang masih berusaha keras menyelesaikan hitungan gerakannya.
"Semangat, Pat," ucapnya lirih karena masih belum punya cukup tenaga. Platina mengangguk padanya tanpa berkata-kata.
Sinar matahari mulai tampak dari balik awan menerangi lapangan tempat mereka berlatih. Victor—yang selama ini mengawasi mereka melakukan perintahnya sampai selesai—mengambil tiga pedang kayu dari tumpukan senjata di sebelahnya.
"Pegang ini," ujar Victor sambil menyerahkan pedang kayu pada Platina dan Aren yang sudah dapat mengatur napasnya.
"Jika kalian sedang berhadapan satu lawan satu dengan lawan, maka kaki kalian harus kuat untuk menopang tubuh. Jangan alihkan pandangan dari lawan," kata Victor sambil memperagakan gerakan yang harus Platina dan Aren lakukan. "Tangan kalian harus cepat menangkis pedang lawan ke manapun ia menyerang. Lindungi bagian terlemah pada tubuh, terutama luka, karena itu akan menjadi target utama lawan. Namun, jangan perlihatkan kalau kalian sedang melindunginya karena lawan bisa melihat kelemahan itu dan memanfaatkannya."
Platina dan Aren mengikuti gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Victor. Gerakan menangkis, mengayun pedang, menghentikan pedang, dan gerak tipu untuk mengecoh musuh. Tangan Platina terasa berat untuk mengangkat pedang kayu. Seluruh ototnya menjerit protes terhadap gerakan-gerakan yang dilakukannya. Ia tidak berani menghentikan gerakannya karena Victor sangat tegas dan disiplin dalam melatih mereka. Aren sudah kena pukul di kakinya karena kehilangan konsentrasi saat menangkis pedang Victor.
Mereka terus berlatih sampai matahari mulai tinggi di langit tepat di atas kepala mereka. Keringat terus menetes dari kulit Platina dan Aren. Victor tampak hanya mengeluarkan sedikit keringat selama latihan, padahal gerakannya sebanyak gerakan yang Platina dan Aren lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Pendatang (The Outsiders)
Fantasy~Ketika tangan takdir merengkuh, yang bisa kau pegang hanyalah harapan~ Platina dan Aren adalah teman sejak kecil yang selalu berharap bisa pergi dari dunia nyata dan bertualang di dunia fiksi. Harapan ini perlahan memudar ketika mereka beranjak dew...