Chapter 18 - Dua Peran

585 66 6
                                    

Platina duduk di kasur Aren sambil menunggu temannya itu membereskan tas ransel. Ia memandang tajam figurin serigala-yang tetap bergeming-di depannya. Lampu putih menerangi kamar Aren, kontras dengan lampu kuning di luar yang memberikan cahaya pada jalanan. Ayah Aren belum pulang dari tempat kerjanya sehingga rumah ini terasa sangat sepi.

"Aku sudah siap," ujar Aren sambil nyengir. Tas ranselnya sudah berada di pundak dan pedang di genggamannya. Ia menyerahkan pedang milik Platina yang langsung Platina ikat gespernya pada pinggang.

"Batumu sudah kaubawa?" tanya Platina yang dijawab dengan anggukkan dari Aren. "Baiklah, lakukan seperti yang tadi kujelaskan. Aku berharap ini bisa berhasil."

Mereka berdua ingin kembali ke Algaria tetapi tidak yakin tahu caranya. Platina sudah menjelaskan teorinya pada Aren setelah selesai kuliah dan mereka sepakat untuk mencobanya malam ini pada jam 18.25 menurut jam digital Aren. Tangan kiri Platina dan tangan kanan Aren menyentuh figurin serigala di depannya. Platina menarik napas perlahan untuk menenangkan diri dan berharap agar yang mereka lakukan ini berhasil. Platina memejamkan mata lalu membayangkan dunia Algaria dan teman-temannya di sana dalam pikirannya.

"Kami berharap bisa pergi ke Algaria," ujar Platina dan Aren bersamaan.

Api berkobar dari tubuh Lupus. Platina dan Aren mundur ke belakang sambil tersenyum bersemangat. Teori Platina benar, mereka bisa pergi ke Algaria atau pulang ke dunia nyata dengan meminta pada figurin serigala itu. Sesuai dengan pesan Lupus di awal pertemuan mereka, figurin serigala itu tidak boleh hilang karena mereka tidak akan bisa kembali. Figurin itu bagaikan pintu gerbang yang menyatukan dua dunia. Lupus sudah membesar sesuai ukurannya yang biasa dengan api menyala di tubuhnya.

Lupus menerjang maju ke arah mereka berdua. Rasa dingin menusuk dari api-yang menyelimuti mereka-bisa mereka rasakan lagi. Platina dan Aren memejamkan mata dan berusaha untuk tenang karena sudah tiga kali mereka mengalami hal seperti ini. Ketika dingin itu terasa menembus tulang, mendadak perasaan itu hilang. Mereka berdua membuka mata dan bersorak gembira.

"Kita kembali," seru Aren bersemangat.

Mereka berada di dalam gerbang depan Esmevere. Sinar matahari menyusup melalui pepohonan besar di Esmevere. Aren mengambil Lupus-yang sudah menjadi figurin-dari rerumputan lalu mengantonginya. Dengan semangat yang meluap, Aren berlari menuju bagian timur Wisetree diikuti oleh Platina.

Platina melihat seseorang berambut merah ke luar melalui pintu raksasa Wisetree. Aren menambah kecepatan larinya untuk mengejar perempuan berambut merah itu. Ia sadar harus menjelaskan sesuatu pada Ruby yang pasti merasa ditinggalkan oleh mereka..

"Ruby, tunggu." Aren berteriak memanggil Ruby yang terus berjalan tanpa menoleh pada mereka. Aren berlari sampai di depan Ruby untuk menghentikan langkahnya. "Tunggu sebentar, dengarkan dulu penjelasan kami," ujar Aren terengah di depan Ruby. Platina berhasil menyusulnya dan berdiri di samping Aren.

Wajah Ruby datar tanpa ekspresi persis seperti saat mereka pertama kali bertemu. "Tidak perlu. Sudah cukup tiga belas hari ini aku memikirkan alasan kalian meninggalkan kami di sini. Tidak usah kembali, tetap saja berada di dunia nyata kalian dan menjadi remaja biasa. Urusan di sini biarkan kami saja yang membereskannya," kata Ruby dingin dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

"Tiga belas hari?" ulang Platina tidak percaya. "Kami berada di dunia nyata kurang dari dua puluh empat jam. Kami hanya ..."

"Tiga belas jam," sahut Aren. "Kami hanya tiga belas jam di dunia nyata. Ternyata satu hari di Algaria sama dengan satu jam di dunia nyata juga berlaku untuk kami ketika ada di sana." lanjut Aren yakin.

Ruby mendengar penjelasan Aren dengan kening berkerut. "Benarkah ada perbedaan waktu antara dua dunia ini? Aku kira kalian telah meninggalkan kami di sini," seru Ruby.

Para Pendatang (The Outsiders)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang