11 | A L I V E

281 41 5
                                    

Keesokan harinya, saat Brian baru memasuki ruang tamunya, kedua anak itu sedang bertengkar. Brian sama sekali tidak mengerti duduk permasalahannya. Shabrina tengah memegang buku tebal dengan keadaan terbuka sedangkan Edsel duduk di atas sofa dengan tangan bersedekap.

"Kalau tidak percaya, baca buku Fundamentals of Physics karya David Halliday, Jearl Walker, dan Robert Resnick. Bukunya ada di atas," kata Shabrina.

"Buku itu bahasanya aneh, aku tidak mau membacanya," balas Edsel.

"Makanya baca tuh kamus, sudah kubilang," Brian mendekat. Tiada hari tanpa adu mulut dari mereka.

"Oh, hai, Paman! aku tidak melihat kau," ucap Shabrina. Ia kembali sibuk dengan bacaannya. Mereka sepakat memanggil Brian dengan sebutan paman. Sebuah kemajuan, ujar Shabrina.

Sedangkan Brian, dengan terpaksa menerima mereka. Beberapa kali ia menghubungi toko online untuk membelikan mereka baju, itu juga Vale yang mengerjakan. Ia tidak tahu menahu.

"Apa yang kau baca?" tanya Brian. Shabrina mendongak untuk menjawab.

"Campbell Biology edisi ke 9, aku senang karena ini buku yang sudah di terjemahkan," Brian tersentak. Seorang anak 10 tahun membaca buku yang minim gambar. Anak seumurannya lebih suka membaca cerita fiksi dan belum tentu itu ada atau cerita penuh kebohongan lainnya.

"Apa Paman mau mengetes kemampuannya?" ini suara Edsel. Edsel jarang sekali bicara dan Brian menghargai niat.

Brian bergeming di tempat, Edsel sudah menarik salah satu buku.

"Halaman 72, paragraf ke empat, kalimat ke tiga," Brian menjulurkan kepalanya ke arah Edsel. Edsel menunjuk kalimat yang ditujukannya. Shabrina berpikir sejenak sebelum mengangkat wajahnya.

Dengan lancar Shabrina mengucapkan kalimat itu. Hampir 5 baris panjangnya tetapi ia dengan bangga mengeluarkanya.

Brian terperangah. Ini kejanggalan yang lain. Edsel menyunggingkan senyum ketika melihat wajah Brian. Edsel menanyakan halaman lain dan Shabrina menjawabnya dengan cepat. Tidak ada kata yang terlewat sedikit pun.

Malam itu adalah malam pertama yang terlihat lebih damai dari malam-malam sebelumnya.

Brian sampai tertidur di sofa, juga Edsel dan Shabrina. Brian membuka matanya dari tidur yang tidak nyaman. Tidak ada masalah pada sofanya tetapi ia harus membaringkan tubuhnya. Shabrina memakai meja dan tangannya sebagai alas kepalanya. Ia tertidur dengan posisi duduk. Sedangkan Edsel dalam posisi tiduran di sofa hitam satunya. Kelihatan nyaman.

Brian ingin bangkit dari sofa dan membangunkan mereka. Sebuah buku warna coklat tak sengaja tertendang olehnya. Diantara buku-buku yang lainnya, buku itu terlihat tidak menarik dan kuno. Justru inilah yang membuat Brian mengangkat buku itu. Sampul buku itu bergambar serigala dan ia mengernyitkan keningnya.

Bukannya membangunkan keduanya, Brian malah membawa buku itu ke kamarnya dan mulai membuka lembaran-lembaran kusam. Ada kertas warna-warni tertempel berisi tulisan tangan yang menunjukkan terjemahan. Tulisan yang tidak asing. Ia pernah melihat tulisan ini.

Ia juga perlu menggunakan internet untuk menerjemah.

Apakah ini rahasia mereka?

Brian menyimpan pertanyaan itu untuk dirinya sendiri dan sepanjang sisa malam, ia habiskan untuk mencari tahu.

***

Brian belum rampung dari kegiatan membacanya tetapi Bos Besar memanggil dirinya untuk datang. Bos Besar perlu pemasokan senjata baru dan ia harus ke pelabuhan menemui Wates. Ia kira ini akan membutuhkan sedikit waktu, tetapi kerusuhan di pelabuhan memperpanjang waktu.

A L I V E #WWS1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang