17 | A L I V E

214 29 6
                                    

Edsel dan Shabrina pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Ia menolak menggunakan angkutan umum atau bis sekolah yang sudah disediakan.

“Kau yakin akan pulang ke rumah tanpa kendaraan?” Gavyn bertanya saat mereka bertiga ada di lobi. Mereka akrab semenjak kejadian saat tahu Gavyn merupakan salah satu manusia serigala. Edsel lah yang lebih akrab dengan Gavyn karena mereka cocok satu sama lain. Sedangkan Shabrina belum juga mendapat teman karena ia terlalu fokus belajar. Dirinya bahkan menabrak jam istirahat dengan setumpuk buku yang ia pinjam dari perpustakaan.

“Aku ingin berjalan-jalan, sekalian mengetahui tata letak kota ini,” Edsel juga mengiyakan saran Shabrina. Mereka mampir ke sebuah kafe begitu hari menjelang sore. Shabrina yang sedang menanyakan Edsel tak sengaja tertabrak seorang perempuan yang tengah terburu-buru. Yang membuat Shabrina kesal adalah orang itu tidak meminta maaf.

“Kenapa kau memberengut seperti itu?” tanya Edsel. Ia melihat arah pandang gadis itu. Ia sedang melihat seorang wanita sedang berdiskusi dengan lawan jenis yang ada di meja yang sama.

“Ia menabrakku,” Edsel terkekeh. “Hanya itu kau jadi sekesal ini?”

Shabrina menatap wanita penabraknya lekat-lekat. Sedikit terkejut karena ia mengenal wajah familiar itu.

“Edsel! Lihat dengan baik!” Edsel menoleh, sama terkejutnya dengan Shabrina. Ia melihat pria di depannya menyodorkan sebuah amplop coklat tebal dan Shabrina tahu betul itu amplop yang pernah dicarinya saat ia berkunjung ke ruangan wanita itu.

“Apa yang dilakukan Bu Fey di kota ini?” keduanya saling tatap dan tidak menemukan jawaban apa-apa.

Shabrina menarik Edsel keluar dari barisan dan mengangguk pada orang di belakang yang sedang mengantri. Ia mengintip dari balik tanaman besar yang ada di dekat meja tempat wanita itu duduk.

“Kau yakin itu Bu Fey?” tanya Edsel tanpa mengalihkan pandangannya. “Dengarkan apa yang mereka bicarakan, Ed.”

Edsel berkonsentrasi pada pendengarannya. Ia memejamkan mata agar fokusnya beralih ke telinganya.

“Kurasa sudah, hanya itu. Dia akan kembali besok,” pria itu berbicara pelan.

“Apa rencananya berhasil? Bagaimana dengan Bos itu?” kini gantian wanita yang mirip Bu Fey yang berbicara.

“Dia sudah di hilangkan ingatannya dan kita punya pasukan yang tidak terkira untuk menggagalkan usahanya,” balas si pria dan suaranya semakin pelan. Tanpa sadar Edsel sudah melangkahkan kakinya dan membuatnya Shabrina terdorong. Shabrina langsung jatuh ke tanaman dan menimbulkan banyak perhatian, termasuk kedua orang itu.

“Aw! Apa-apaan kau, Edsel!” Edsel terbangun dari duduknya.

“Kau!” suara wanita mirip Bu Fey menginterupsi keduanya. Pria itu juga ikut berdiri.

“Tangkap mereka!” Shabrina ditarik Edsel segera keluar dari kafe. Ia melangkahkan kaki sejauh mungkin dari sana.

Shabrina menoleh dan mendapati wanita juga pria tadi mengejar mereka.

“Mereka mengejar kita, Edsel,” teriak Shabrina panik. Mereka terlibat kejar-kejaran seoanjang trotoar. Esel melihat sebuah halte bis yang sebentar lagi kosong karena penumpangnya segera naik.

“Ke bis, Shabrina,” setidaknya mereka bisa pergi dulu dari sini lalu kembali pulang. Edsel mendorong penumpang terakhir dan Shabrina loncat di belakangnya.

“Jalan! Jalan! Cepat!” perintah Shabrina kepada supir bis. Bis pun melaju, meninggalkan kedua orang yang mengejarnya.

Shabrina melirik keluar. Wanita itu berteriak frustasi karena tidak mendapatkan mereka. Shabrina memandang lelah Edsel sambil menghela nafas bersamaan.

A L I V E #WWS1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang