Chapter 9 : Dreams

11 2 0
                                    

"Udah bu. Ternyata itu hanyalah kesalahpahaman semata. Mereka kira aku dan Rita berpacaran. Mereka tampak tidak setuju, sehingga mereka bersikap demikian."

"Hanya itu masalahnya? Saya tidak menyangka itu."

"Saya juga. Saya kira mereka kesal dengan sikapku."

"Ternyata hanya seperti itu. Saya lega ini selesai."

"Saya juga bu. Yaudah deh bu. Saya permisi."

Beban yang satu sudah terangkat, beban UAS muncul lagi. Baiklah, aku harus belajar (baca : istirahat) lagi.

Pulang sekolah, aku tidak ke rumah Rita karena dia sudah kuat untuk ke sekolah. Hanya beberapa minggu lagi sampai libur sebulan penuh datang. Satu semester lagi dan SMA selesai dan kuliah dipersiapkan, waktu yang lama, walau sebenarnya tidak juga.

"Bima, pulang sekolah jalan-jalan yuk ke Highlight (nama mallnya)."

"Boleh, sama siapa aja?"

"Berdua aja."

"Okehh..."

Mall Highlight sebenarnya tidak begitu dekat dengan rumahku maupun rumahnya, tapi ya sudah lah, untuk dia ini.

"Ke Fry Piece aja yuk. Di sana enak makanannya. Kita ngobrolnya disitu aja." ujarnya.

"Boleh. Sekalian pengen nanya materi deh."

"Mau pesan apa?"

"Aku pesan ini, kamu?"

"Sekalian lah."

"Berarti ini 2. Oh iya yang satu pedes, yang satunya jangan. Yang pedes buat dia, soalnya dia suka pedes."

Dia melakukannya lagi.

"Minumannya es teh manis 2. Esnya jangan banyak-banyak."

"Kamu mau ngomong apa tadi?"

"Pengen nanya materi dulu."

"Boleh."

(Setelah itu)

"Jadi begitu, ngerti kan?"

"Ngerti. Jadi kamu mau ngomong apa tadi."

"Aku pengen banget kerja di startup. Kayak enak banget kerja di sana."

"Iya, tapi kamu tetep harus inget sama aturan. Disiplin, rajin, kerja keras itu tetep harus jalan. Memang enak sih kerja disana."

"Iya, peraturannya gak terlalu strict banget. Terus kerjanya gak terus-terusan duduk di depan komputer.

"Gak baik terlalu lama duduk depan komputer. Mending kalo postur tubuhnya bener, kalo gak?"

"Memang sih. Aku juga kepengen kerja di startup, terutama di......"

(Suara HP Bima)

"Jih, siapa ini yang nelpon, angka semua. Reject aja lah. Sampe dimana tadi?"

"Soal kerja di startup."

"Oh iya. Aku pengennya kerja di *********. Disana enak kerjanya, terus ada sesi olahraga juga, terus kerjanya efektif.

"Kalo aku mah di ******, soalnya udah dapet banyak pengakuan dari dunia internasional. Terus kerjanya bersih."

"Emangnya kamu cita-citanya apa?" tanyaku.

"Sebenarnya pengen jadi Guru, tapi aku harus belajar materi seabrek dulu. Lama ya."

"Iya sih. Tapi kurikulum sekarang kan KURTILAS, kurikulum tiga belas. Guru gak terlalu ngajarin banyak, muridnya nyari detailnya."

The Missing PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang