Aku sudah menduga, namun Rita tetap tidak mengikuti anjuran Bu Gina.
Aku segera kembali kepada Rita.
"Rita, sekolah sudah mengizinkan kamu untuk tidak sekolah terlebih dahulu agar kamu bisa beristirahat."
"Tapi bagaimana dengan pelajaran tambahan?"
"Kamu punya jawabannya tepat didepanmu."
"Kamu yakin?"
"If there's a will, there's a way."
"Aku akan ke rumahmu dulu setiap pulang sekolah, untuk mengajarimu materi pelajaran tambahan."
"Bagaimana dengan kantuk siang langgananmu?"
"I can handle that part."
"Ok. Terima ka...."
"Sssshhhh. Jangan berterima kasih dulu, aku belum melakukan apa-apa."
"Ok."
"Kira-kira kamu udah kuat buat pulang belum?"
"Udah."
"Aku anterin aja ya."
"Gak usah repot, Bim."
"Udah gapapa. Buat kamu ini kok."
Aku langsung mengantarkan dia ke mobilku, dan pergi.
"Nih udah nyampe..."
"Rita, jangan tidur dulu dong."
"Huh, udah nyampe?"
"Udah."
Aku segera membopong Rita yang sudah sangat mengantuk.
"Permisi."
"Oh iya, ini Bima ya?" tanya Bu Retno, ibunda Rita.
"Iya bu. Rita tadi pingsan bu, tapi udah diurus sekolah jadi udah kuat buat pulang, tapi dia sangat mengantuk sekarang."
"Oh kenapa?"
"Saya juga gak tau, saya tidak dibiarkan masuk ruang UKSnya."
"Oh yaudah kalo gitu. Duduk dulu deh."
"Gak usah bu. Saya harus segera pulang untuk belajar buat UAS."
"Udah gapapa, Rita tadinya mau ngasih sesuatu buat kamu, tapi ketinggalan di sini."
Apakah itu? Apakah yang Rita yang akan berikan padaku, seseorang yang hanya pelengkap baginya.
Aku pun duduk dan menunggu.
"Ini Bima. Ini yang mau Rita kasih tadi."
Sepucuk surat, ini aneh sekali. Begini isi suratnya
Hai Bima. Aku tahu sangat aneh bagiku untuk mengatakan ini, tapi aku sudah melihat banyak perkembangan pada dirimu dalam beberapa tahun ini.