[7]

9.3K 1.3K 15
                                    

Dazai mengerutkan alisnya.

"Aku tidak apa-apa," ucap Dazai, "seharusya kau lebih mengkhawatirkan dirimu."

Dazai hendak menyentuh pundak (Name), tapi (Name) sedikit tersentak kemudian sedikit menjauh, membuat Dazai mengerutkan alisnya.

"(Name) ...."

Dazai menutup matanya sejenak.

"Apa efek kemampuanmu muncul?" tanya Dazai.

(Name) mengangguk.

"Tentang kasus tadi?"

(Name) menggeleng.

"Ah ...," Dazai terdiam, "... apa tentang tahanan saat kita di Port Mafia?"

(Name) mengangguk.

'Mimpi buruk, ya?' pikir Dazai kembali meraih pundak (Name).

Tapi lagi-lagi (Name) tersentak kaget, tapi dia tidak menjauh—namun tubuhnya yang bergetar membuat Dazai berpikir dua kali. Dazai kembali menurunkan tangannya dan menghela napas.

"Dari dulu, kau tidak pernah berubah," ucap Dazai membuat tubuh (Name) membatu, "kau selalu menolak pertolongan dariku. Menangis selama berjam-jam, dan akhirnya berhasil mengatasinya sendiri—itupun mungkin karena kau terlalu lelah menangis, dan tertidur. Aku yang melihatmu tertidur di pojok kamarku hanya bisa mengangkatmu kembali ke kasur."

Kemudian Dazai merentangkan kedua tangannya—seolah menunggu (Name) datang padanya.

"Tapi tahukah kau, (Name)? Aku sedih kau tidak mau bergantung padaku—aku tahu kau ingin menjadi perempuan mandiri. Tapi aku tidak bisa menepis rasa sesak di dadaku saat melihatmu menangis dan ketakutan—seperti ini."

(Name) mengangkat kepalanya, dan Dazai hanya tersenyum.

"Apakah kau mau membuatku kembali merasakan hal yang sama?"

(Name) menggeleng, dan perlahan mendekati Dazai, sebelum akhirnya memeluk laki-laki itu. Dazai tersenyum, membalas pelukan (Name) lalu mengelus kepalanya.

"Dari dulu kau sudah berjuang sendiri (Name). Tapi sekarang kau sudah tidak sendiri, ada aku—bergantunglah padaku."

(Name) hanya mengangguk pelan.

"Aku tahu ini pertanyaan bodoh, tapi aku ingin bertanya: Apa kau baik-baik saja ...?"

(Name) terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya mengeratkan pelukannya.

"... aku tidak baik-baik saja."

Dazai kembali tersenyum.

"Baguslah, kau sudah jujur dengan perasaanmu."

'Mengingat dulu dia pasti akan bilang kalau dia akan baik-baik saja,' pikir Dazai, 'walaupun aku ataupun dia tahu itu adalah bohong terbesar.'

Namun pikiran Dazai dengan cepat teralihkan saat mendengar dengkuran yang pelan dari (Name). Kini perempuan itu sudah tidak menangis dan ketakutan lagi, dia sudah tertidur dengan tenang.

Tentu saja karena mimpi yang (Name) alami adalah efek samping dari kemampuannya, maka mimpi itu dapat dihilangkan dengan Dazai menyentuh (Name)—menonaktifkan kemampuannya.

Dazai mengusap pipi dan mata (Name) yang masih terdapat air mata, kemudian menidurkan (Name) kembali di kasur mereka berdua, sebelum akhirnya Dazai melingkarkan tangannya di sekitar pinggang (Name)—memeluk erat perempuan itu.

"Selamat tidur, (Name)."

Kemudian Dazai mencium puncak kepala (Name) dan terlelap, tak menyadari senyum kecil yang terukir di wajah (Name).

My Silent Fiancée (Dazai Osamu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang