EPILOG

3.9K 187 0
                                    


2 Tahun Kemudian..

Sahara menatap buku diary dihadapannya, lalu memeluknya erat. sudah lama sekali sejak saat terakhir ia memegangnya.

"Apa sih dia? Kok baru sekarang dikembaliinnya?" Gumam Sahara kesal.

Beberapa waktu lalu Faisal--kakaknya memberikan buku itu pada Sahara. Ia bilang Adam baru saja mengembalikannya dan ia bilang ia baru saja ingat tentang diary tersebut. Sahara menggerutu.

Namun terbesit rasa penasaran akan kabar pria tersebut. Sahara segera mengenyahkan orang itu dalam pikirannya.

Ia segera berdiri dan menyimpan buku tersebut di jajaran rak buku yang terpasang dekat dengan meja belajarnya.

Namun sesuatu yang sebelumya terselip diantara lembaran-lembaran terakhir tersebut terjatuh tepat di ujung kaki Sahara.

"Apa ini?" Sahara menatap heran sebuah amplop yang tadi terjatuh. Ia segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan membuka amplop tersebut.

"Sebuah surat?" Gumamnya. Tanpa menunggu waktu lama, Sahara mulai membaca selembar kertas dengan tulisan tangan tersebut.

Assalamu'alaikum Sahara,
Bagaimana kabarmu?
Kau sudah menerima diary mu?

Sahara melirik sekilas ke arah diary tersebut, dan telah menduga siapa penulisnya.

Dari awal aku melihatmu, entah mengapa ada perasaan yang sangat berbeda. Seolah hatiku  mengatakan bahwa kamulah bagian yang selama ini hilang.
Di setiap kalimat yang ku ucapkan dalam doa
Di setiap tetes airmata rindu
Di setiap langkah kakiku
Selalu ku selipkan namamu dalam hati ini.
Kau ingat kapan pertama kalinya kita bertemu?

Sahara menyunggingkan senyumnya.
Tentu saja, batinnya. Ia ingat saat itu adalah hari pertama  di bulan November, hari saat ia bertemu Adam dan juga Frisqi di saat yang bersamaan.

Dan aku tak akan pernah bisa melupakan bagaimana ekspresi wajahmu saat malam itu aku datang untuk mengkhitbahmu. Kau pikir aku datang hanya untuk mengembalikan bukumu?

Sahara terkekeh geli. Ia kembali mengenang masa-masa itu.

Sahara..
Sungguh aku tak mengerti dirimu.
Kau gadis terrumit dan tersulit yang pernah kutemui.
Tapi jika aku mendapat kesempatan untuk memilih kembali, aku tetap akan memilihmu.

Senyummu, tangismu, tak pernah berhenti memenuhi pikiranku.
Sungguh itu menyakitkan Sahara.
Ingin rasanya sekadar menanyakan kabarmu,
Namun aku mengerti, ada cinta yang sedang ingin ku pendam saat itu. Ada rindu, yang harus ku tahan.

Tak terasa, pelupuk mata Sahara telah sangat basah sekarang, perlahan membanjiri pipi dan kerudung yang dikenakannya.

Jadi, apakah sekarang kita tengah menatap bulan dan bintang yang sama Sahara?

"Apasih orang aku lagi dikamar?" Seru Sahara. Ia tertawa di sela-sela tangis harunya.

Dua tahun lalu, saat kau bilang kau belum siap. Aku tak berhenti bertanya pada diriku sendiri, apakah semua ini sudah berakhir?  Semudah ini aku menyerah?
Ataukah.. Allah telah menyiapkan skenario terbaiknya untukku?

Dan sampai saat ini, aku masih terus berharap. Sampai Allah berkata : "Dia bukan milikmu."

Sahara Qoulan Syadiida,
Menikahlah denganku.

Tertanda,
Adam.

29 November

Tangis Sahara pecah seketika. Ia menutup mulutnya untuk mencoba meredam kerasnya suara tangis. Ia baru saja mengerti dan menyadari keseriusan Adam padanya.

"Tunggu! Jadi.. ini ditulis kemarin?" Gumam Sahara.

"Araaa!! Ada tamu..." teriak Umi dari bawah tangga.

Sahara segera bangkit dari ranjangnya. Dan mengelap sisa air mata yang masih basah pada pipinya. Ia melirik sekilas ke arah cermin untuk membetulkan kerudungnya.

Jangan-jangan itu Mas Adam, batin Sahara.

Ia dengan tergesa menuruni setiap anak tangga yang menghubungkan ruang keluarga dengan kamarnya.

"Sahara!"

"E-eh Ustadzah." Ucap Sahara terbata-bata.

Ia kaget bukan main melihat siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Meski sedikit kecewa karena yang datang bukan Adam, namun di satu sisi, ia juga sangat senang dapat bertemu Ustadzah Aminah--guru mengaji nya saat masih kecil dulu.

"Makin cantik aja kamu." Sahut Aminah.
Sahara makin tersipu mendapat pujian seperti itu.

"Jadi kapan kalian menikah?"

"Maaf?" Tanya Sahara. Ia merasa tak yakin dengan apa yang telah didengarnya.

"Iyaa.. kamu akan segera menikah sama anak Ustadzah kan?"

Seorang pria berkemeja lengan pendek dengan warna navy blue memasuki ruang keluarga dan langsung duduk di dekat Ustadzah Aminah.

"Kalian memang serasi, dari dulu Ustadzah berharap kamu yang akan menjadi pendamping hidup Adam, Sahara." Ucapnya sambil mengelus lembut pipi Sahara.

Sahara tak pernah menyadari bahwa Adam adalah anak guru mengajinya dulu.

"Bagaimana keputusanmu, Sahara?" Tanya Abi.

Sahara mengangguk. Senyum nya mengembang mengukir setengah lingkaran  di wajah manisnya. Ucapan hamdalah tak henti-hentinya terlafadzkan dari bibir Umi dan Abi.

Cinta, ternyata tak selamanya harus mengundang tanya, tak selamanya harus menuai harapan. Dan tak selamanya harus menjadi rumit. Menenangkan, dan memberikan rasa tenteram. Itulah sifat cinta yang hakiki.

November, menjadi saksi indahnya pertemuan Seorang Gadis dengan Sang Pangeran impiannya.

- The End-


Gadis November [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang