Author's POV
"Apa?! Paman––
"Vannesa, kumohon... Tolong bantu aku ya," bujuk Paman Jo lagi.
Vannesa mengusap wajahnya kasar. Jika Paman Jo sudah memanggilnya dengan Vannesa dan bukan Vanny itu artinya pria itu sedikit marah––atau mungkin sudah marah. Namun ia tetap tak ingin kalah. "Tapi paman, ini tak sesuai dengan permintaan ayah," Vannesa kembali berdebat dengan pria dihadapannya ini.
Jonathan memutar bola matanya malas, entah sudah berapa kali ia melakukannya. Tapi ia harus berhasil membujuk putri sahabatnya ini.
"Ini sesuai, sayang. Ini salah satu langkahku unt––"Paman... permintaan ayah adalah agar paman mau mengajariku lagi dalam membuat baju, bukan men––
"Sudah kubilang Vannesa... ini salah satu langkahku dalam mengajarimu. Dan hal pertama yang harus kau lakukan adala––
"Itu bukan pekerjaan seorang desainer Paman Jo. Itu pekerjaan seorang penata rias dan asisten artis. Apa kau tak bisa membedakannya, huh?!" potong Vannesa cepat dengan tangan yang dihadapkan pada wajah Paman Jo dengan maksud agar Paman Jo tak memotongnya.
Paman Jo mulai kesal. Vannesa sangat sulit dikalahkan dalam berdebat, persis seperti ayahnya.
"Baiklah aku akui itu memang bukan pekerjaan seorang desainer. Tapi kumohon Van, bantu aku kali ini. Aku sedang sangat sibuk, semua pegawaiku juga sibuk, semua––"Memangnya orang itu tak punya penata rias sendiri? Atau asistennya?" potong Vannesa lagi yang membuat Paman Jo semakin geram.
"Stop Van! Jangan memotongku dulu, biarkan aku bicara," ucap Paman Jo dengan nada tegas dan tak bisa dibantah.
Vannesa yang mendengar itu langsung menciut.
"Penata rias harus orangku, dan orang yang seharusnya bekerja hari ini sebagai penata rias baru saja mengalami kecelakaan. Apa orang yang baru saja mengalami kecelakaan akan bekerja?" lanjut Paman Jo.
"Asistennya kan bisa," Vannesa tetap tak mau kalah.
Mendengar hal itu membuat Paman Jo geleng-geleng kepala. Vannesa masih bisa menyangkalnya.
"Apa kau tak mendengar perkataanku? Penata rias harus orangku dan ini bukanlah tugas seorang asisten artis. Dan satu lagi, aku mendengar kabar bahwa asistennya sedang sakit," tutur Paman Jo.
Vannesa mendengus kesal. "Kenapa semua orang sakit hari ini? Yang satu kecelakaan, yang satu sakit. Ada-ada saja," katanya dengan tersenyum miring.
Perkataan Vannesa membuat Jonathan semakin bertambah geram. Namun ia harus sabar karena Vannesa lah yang bisa diandalkan saat ini.
"Van kumohon, aku tak bisa menyuruh sembarang orang. Pemotretan ini juga menyangkut karirku sebagai desainer," pinta Paman Jo dengan wajah memelas yang sengaja ia buat.
"Kenapa Paman mempercayaiku? Bukankah aku belum pernah mendandani seorang artis?" tanya Vannesa ketus.
"Kau memang belum pernah mendandani seorang artis, tapi aku tau kau pandai dalam hal penampilan. Aku juga tau kau sering membantu Luke dan Elya untuk penampilan mereka jika pergi ke suatu acara formal atau nonformal. Dan dari hal itu aku menyimpulkan bahwa kaulah yang paling bisa diandalkan untuk menangani hal ini. Paman percaya padamu," kali ini Paman Jo memohon dengan suara lembut yang berhasil membuat Vannesa terdiam.
Wanita itu terdiam cukup lama, ia masih mempertimbangkannya. Ia tak menyangka jika jadinya akan seperti ini. Ia mengira hari ini Paman Jo akan membawanya ke tempat kerjanya yang lain bukan di butik yang ia tahu ataupun di rumahnya. Namun Paman Jo malah membawanya ke tempat seperti ini. Tempat pemotretan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Sunflower [Zayn Malik] - (Complete)
Fanfiction"Apa aku juga harus mengalah kali ini?" ucap Vannesa lirih menandakan betapa sakitnya hati perempuan itu. 1000-2000 words