Chapter Twenty Two

57 9 1
                                    

"Hai!" Suara lembut seorang pria membelai telinga Vannesa. Membuat perempuan yang sudah tegang menjadi lebih tegang lagi.

Vannesa tak bisa menghentikan reaksinya yang bisa dibilang 'berlebihan'. Matanya membulat sempurna dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Semua itu sempurna untuk membuat Vannesa terlihat konyol di depan pria itu.

"Ada apa? Kau terkejut? Bagaimana kabarmu?" Zayn tak bisa menahan semua pertanyaan itu dari mulutnya.

Vannesa masih terpaku. Tapi ia tak bisa membiarkan dirinya terlihat lebih konyol lagi. "Ba-bagaimana ka-kau tahu tempat ini?" Vannesa berbalik bertanya.

Zayn melangkah lebih masuk ke ruangan Vannesa, pria itu berjalan menuju sofa dan mendudukkan dirinya. "Aku punya banyak koneksi," ucapnya santai dengan diiringi tawanya yang terdengar merdu.

Mata Vannesa tak bisa lepas dari Zayn. Pria yang sedang duduk di sofa dengan pakaian kasual melekat di tubuhnya itu sukses membuat Vannesa kehabisan kata-kata. Berbagai pertanyaan berkumpul di kepalanya.

Vannesa menatap Zayn yang sedang tersenyum manis padanya dengan penuh tanya. Dan... senyuman yang pria itu layangkan juga berhasil membuat jantung Vannesa berdetak dengan kencang. Sangat kencang.

Menyadari hal itu, Vannesa langsung memalingkan wajahnya. Sekaligus ia menyembunyikan wajahnya yang ia yakini sudah memerah.

"Jadi... bagaimana kabarmu?" Zayn kembali bertanya setelah beberapa saat tidak ada percakapan di antara mereka berdua.

"Siapa yang memberitahumu?" Lagi-lagi Vannesa melenceng dari pertanyaan Zayn.

Zayn berdecak, "Apakah itu begitu penting bagimu? Setelah empat bulan tidak bertemu, apakah hanya pertanyaan itu yang kau tanyakan?"

Vannesa menoleh menghadap Zayn, "Iya, sangat penting. Karena–

Perempuan itu tak melanjutkan ucapannya. Zayn menatap Vannesa dengan pandangan seolah meminta Vannesa melanjutkan ucapannya.

"Karena?" Zayn mencoba memancing Vannesa untuk kembali berbicara.

Vannesa gelisah. Ia menggeleng pelan pada Zayn.

Karena seharusnya kau tidak kembali.

"Ah.. Sudahlah. Duduk di sini, kau tidak ingin menyambutku dengan baik?" Zayn menepuk-nepuk sofa di sampingnya yang kosong.

Vannesa menurut, ia berjalan menuju sofa. Tentunya dengan perasaan yang tak menentu.

Rasanya sangat canggung bagi Vannesa. Ia tak tahu harus berbicara apa. Dan tanpa ia sadari, ia sedang duduk kaku di sofa. Tangannya bergerak gelisah.

Aku harus bicara apa? Bagaimana jika kutanya apakah ia sudah makan?, tanyanya pada dirinya sendiri.

Bagaimana jika kutanya perkembangan karirnya? Tapi jika seperti itu... apa aku terdengar sangat ingin tahu? Vannesa terus menerus memikirkan hal yang sebenarnya tidak penting.

Aku tanya soal makan siang saja, putusnya dalam hati.

Vannesa perlahan memutar badannya menghadap Zayn, "Zayn, apa ka–

Ucapannya kembali terhenti. Tapi kali ini bukan dirinya yang menghentikan ucapannya. Melainkan karena pelukan tiba-tiba dari Zayn. Pelukan hangat yang sangat erat.

Vannesa kembali tak bisa menyembunyikan keterkejutannnya. Tubuhnya seketika kaku karena tak tahu harus bagaimana.

"Aku senang sekali bisa bertemu denganmu!" ujar Zayn dengan nada senang.

Vannesa masih bungkam. Zayn masih memeluknya. Vannesa sangat ingin melepas pelukan ini karena ia tidak ingin Zayn merasakan detakan jantungnya yang tak terkendali.

Just Sunflower [Zayn Malik] - (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang