Chapter Sixteen

62 11 3
                                    

Asap rokok mengepul saat Luke menghembuskan napasnya. Wajahnya terlihat lelah dengan keringat yang sesekali muncul lewat keningnya. Matanya terlihat sayu dengan kantung mata yang tercetak jelas di bawahnya.

Akhir-akhir ini Luke kurang beristirahat. Ia terlalu fokus untuk mencari tahu kebenaran akan peristiwa dua tahun yang lalu. Padahal, peristiwa itu tidak menyangkut dirinya. Hanya saja, itu menyangkut orang terdekatnya.

Sudah sejak satu jam yang lalu Luke duduk menghadap kolam renang di rumahnya. Menatap kosong di depannya yang sama sekali tidak ada hiburan. Ia masih menunggu orang-orangnya melakukan tugas yang ia berikan dengan baik.

Tepukan di bahunya membuat Luke mematikan rokoknya dan berbalik menghadap orang itu. Ia menatap pria jangkung itu dengan penuh harap.

"Orang itu sudah kubawa ke gudang, Luke."

Luke tersenyum dan mengangguk, "Baiklah. Kerja bagus, Al!" pujinya.

Tanpa berkata lagi, Luke segera menuju gudang dimana Alfred membawa orang yang ia cari. Dalam kepalanya sudah berputar segala macam pertanyaan yang akan ia ajukan pada orang itu.

Matanya menangkap beberapa orang suruhannya yang berjaga di depan gudang. Ia tersenyum tipis pada mereka yang dibalas dengan anggukan kecil.

Sorot mata Luke yang biasanya hangat berubah tajam saat pandangannya menangkap orang yang terikat di kursi dalam gudang itu. Orang itu nampak tak melakukan perlawanan sama sekali. Bahkan terlihat tenang.

"Johny Peter. Akhirnya aku dapat kesempatan bicara denganmu." Luke berjalan mendekat padanya sambil tersenyum tipis.

"Luke A. Elgort? Jadi ini kau? Ayolah, Bung! Kau terlalu ikut campur." Johny tertawa hambar yang semakin membuat Luke tersulut emosi.

Tanpa bisa Luke tahan lagi, ia melayangkan pukulan pada pipi kiri pria dihadapannya. Tak cukup sampai di situ, ia melayangkan lagi pada pipi kanannya hingga membuat sudut bibir kanan Johny berdarah.

"Katakan! Siapa yang menyuruhmu membunuh ibu Vannesa?!" teriak Luke tepat dihadapan Johny. Wajahnya sudah memerah karena amarah.

Johny yang sudah mendapat luka pada bibirnya tetap santai menghadapi Luke. Ia seakan tidak takut Luke akan memerintahkan anak buahnya menembak pistol pada kepalanya. Johny justru tersenyum geli.

"Seberapa besar kau ingin mengetahuinya?" tanya Johny dengan santai.

Luke menggeram tertahan. "Sebesar uang yang kudapat jika menjual seluruh organ tubuhmu."

"Brengsek! Cepat katakan!" Luke meninggikan suaranya kembali.

Rupanya hal itu belum membuat Johny buka mulut. Pria itu tetap santai seakan Luke tak berbahaya sama sekali.

"Aku ini pembunuh bayaran. Aku juga dibayar untuk tutup mulut. Kau kira semudah itu membuatku membocorkan informasi?" Johny menatap Luke remeh.

Raut wajah Luke yang semula menegang berubah perlahan. Alisnya terangkat dengan keningnya yang berkerut.

"Jadi kau harus disogok dengan uang dulu rupanya," gumam Luke tepat dihadapan Johny.

"Manusia materialistis sepertimu memang brengsek!" umpat Luke yang dijawab kekehan oleh Johny.

Luke berjalan mundur menjauhi Johny dan berbalik. Ia membisikkan sesuatu pada orang suruhannya yang berjaga di luar gudang. Kemudian ia kembali dan menatap Johny dengan tajam.

"Kau akan dapat uangnya. Sekarang, katakan padaku!" rahang Luke kembali mengeras.

Johny memutar kedua bola matanya. "Tidak ada jaminannya."

Just Sunflower [Zayn Malik] - (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang