Chapter Twenty Six

56 11 1
                                    

Gigi's POV

London, 9 Juni 2018.

Hari ini Zayn akan kembali ke London. Inilah hari yang kutunggu-tunggu, di mana aku akan kembali bertemu Zayn setelah dua minggu kami tidak bertemu. Akupun sengaja datang ke London lebih awal. Padahal, acara London Fashion Week masih tanggal 13 Juni, namun demi bertemu lebih awal dengan Zayn, aku ke sini lebih awal.

Selam dua minggu itu, kami selalu melepas rindu dengan video call. Zayn selalu menghubungiku setiap malam, tidak pernah absen. Kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekadar video call. Terdengar menggelikan, namun itulah kami.

Saat aku mendapat pesan darinya bahwa ia sudah akan terbang, aku langsung bergegas menuju apartemennya.

Aku langsung menekan password apartemennya yang sudah aku hapal luar kepala. Dengan sabar aku menunggunya. Membayangkan pertemuanku nanti membuat jantungku berdebar.

Aku benar-benar menggelikan!

Hampir satu setengah jam aku menunggu. Kuhabiskan waktu untuk menunggunya dengan menonton tv. Namun, mataku tak bisa lepas dari jam dan ponsel. Aku bergerak gelisah, aku tidak sabar.

Dan saat suara pintu apartemen terbuka, aku langsung mengambur ke pelukan Zayn.

"Zayn! Aku sangat merindukanmu," ucapku dalam pelukan Zayn yang hangat.

"Aku juga, Noura," balasnya singkat yang membuatku mengerutkan dahi.

Aku mendongak, menatap manik matanya yang terlihat lelah, "Kau kenapa? Kau sangat lelah?" tanyaku khawatir.

Zayn hanya mengangguk pelan. Sepertinya ia sangat lelah hingga terlihat tak bersemangat.

"Aku akan ganti baju dahulu," katanya dengan membawa kopernya menuju kamar.

Aku hanya diam menanggapinya. Aku mengerti. Jadi, akupun menunggunya di sofa depan tv.

Setelah beberapa menit, terdengar pintu kamar Zayn terbuka. Akupun tahu Zayn sudah selesai dan berjalan kemari, terdengar dari suara derap langkahnya.

Aku yang sibuk menonton tv, sedikit tak menghiraukannya. Hingga kurasakan tempat kosong sebelahku bergerak.

Aku sedikit terkejut dengan Zayn yang merebahkan dirinya. Pahaku ia jadikan bantal. Namun, aku cepat merespon dengan menyamankan posisiku agar Zayn bisa lebih nyaman juga.

Tanganku spontan mengusap-usap kepalanya. Membuat Zayn menutup matanya saat merasakan usapan tanganku.

Ia mengenggam tanganku yang sedang bergerak memainkan rambutnya. Zayn mencium tanganku dalam. Dan hal itu membuatku mengalihkan mataku dari tv yang sedang asyik kutonton.

Tindakan sederhananya itu masih membuatku berbunga. Walaupun Zayn sudah sering melakukan kontak fisik denganku, entah kenapa aku selalu berdebar.

"Aku mencintaimu," ucapnya dan kemudian mengecup tanganku lembut.

Senyumanku semakin mengembang. Aku menatapnya dalam. Mencari kesungguhan di matanya. Dan itu masih ada. Binar matanya yang mencintaiku, aku masih melihatnya.

"Aku juga," balasku sambil bergantian menggenggam tangannya untuk kucium.

Pria ini, aku sangat mencintainya. Entah sudah berapa kali aku mengatakannya. Mungkin sudah sering aku mengatakannya, namun aku masih tidak bisa mengekspresikan perasaanku yang teramat dalam padanya.

Zayn bergerak menyamping ke arah perutku. Sepertinya ia ingin tidur, dan senang hati aku mengusap punggungnya agar ia merasa lebih nyaman. Zayn semakin menenggelamkan kepalanya ke perutku. Aku bisa merasakan ia tersenyum.

Zayn, aku tahu kau mencintaiku. Tapi, aku juga tahu kau masih menyembunyikan sesuatu dariku. Sebenarnya, aku ingin sekali menanyakannya siang itu, tapi melihatnya yang lelah, aku mengurungkan niatku.

Aku sangat berharap, Zayn mengatakannya. Mengatakan semua hal yang mengganggunya siang itu. Aku tahu, Zayn. Aku selalu tahu, seberapapun kerasnya kau menutupinya.

•••

Bradford, 13 November 2018.

Sore ini, aku dan Zayn akan pergi ke Bradford. Beberapa hari yang lalu, Zayn mencurahkan keinginannya untuk menemui keluarganya yang dulu tidak sempat ia kunjugi. Ia juga berkata bahwa ia ingin berbaikan dengan ayahnya.

Mendengar hal itu, aku memaksa Zayn untuk ikut. Dan dengan beberapa perdebatan, akhirnya Zayn memperbolehkanku untuk ikut.

Alasan sebenarnya aku ikut adalah aku ingin mengetahui tujuan lain Zayn ke Bradford. Ya, aku curiga padanya. Aku curiga ada hal indah yang membuat Zayn sulit lupa sejak pulang pemotretan empat bulan lalu.

Aku menyadari Zayn ku berubah. Sejak ia pulang, sikapnya sedikit demi sedikit berubah. Zayn lebih banyak diam. Persis seperti pertama kali aku bertemu dengannya dalam proyek debut lagunya.

Aku sudah mencoba berkali-kali bertanya ada apa, tapi dengan dingin ia menatapku dan mendiamkanku. Aku takut, aku sangat takut. Aku takut Zayn tidak kembali padaku. Aku takut sikap hangatnya yang ia tunjukkan padaku tepat setelah ia sampai ke London malam itu,  merupakan bentuk salam perpisahan darinya.

Dalam empat bulan itu, entah berapa kali kami bertengkar karena aku mencoba bertanya padanya. Mempertanyakan sikapnya yang seolah menjaga jarak dariku. Dalam kurun waktu itu, aku juga selalu menginstropeksi diriku, mencari kesalahan apa yang kuperbuat hingga Zayn bersikap begitu.


Tapi suatu hari aku sadar bahwa ia berubah bukan karena kesalahanku. Saat itu, aku diam-diam mengecek ponselnya. Kebetulan saat itu ia sedang membuka galeri foto. Mungkin Zayn lupa mematikan ponselnya saat akan ke kamar mandi.

Melihat ada kesempatan emas, aku lansung mengecek isi galeri foto itu. Ya, aku curiga Zayn selingkuh. Naluriku sebagai seorang kekasih yang mengatakannya.

Dan dadaku seakan tertimpa berton-ton beban berat saat aku melihat satu album yang berisi tiga puluh foto perempuan cantik. Namanya Vannesa.

Saat melihatnya aku ingin tak percaya. Namun kenyataan sudah ada di depan mataku. Zayn, dia mengkhianatiku.

Karena menyadari bahwa sepertinya Zayn akan keluar, aku cepat-cepat meletakkan ponselnya persis seperti semula. Aku langsung pergi ke kamar. Di sana aku menangis sejadinya, aku berusaha meredam suaraku.

Dadaku rasanya sesak. Hatiku sangat sakit ketika terlintas foto perempuan itu di kepalaku.

Aku sudah tahu penyebab perubahan sikapnya akhir-akhir ini. Zayn, dia mencintai perempuan lain.

Mengapa? Apakah semudah itukah Zayn lupa dengan cinta kami tiga tahun ini?

Aku terus menerus bertanya pada diriku sendiri. Aku ingin sekali marah padanya. Aku ingin menghujamnya dengan berbagai pertanyaan. Tapi itu semua aku tahan karena aku tidak ingin mengundang keributan.

Aku tidak ingin hubungan kami bertambah buruk. Jadi, aku memutuskan untuk memendamnya sendiri. Ya, kupikir itu lebih baik. Lebih baik untuk hubungan kami, tidak lebih baik untukku.

Sejak aku tahu Zayn mencintai perempuan lain, aku selalu mengawasi gerak-geriknya. Dan semakin aku tahu pula bahwa Zayn sangat merindukan perempuan itu.

Akupun tak lagi menemukan binar cinta di matanya. Aku pun mempertanyakan pada diriku sendiri, semudah itukah Zayn melupakan cinta kami?

Dan saat Zayn memberi tahuku bahwa ia berencana ke Bradford, aku langsung mengajukan diri untuk ikut. Aku ingin sekali menemui perempuan yang sudah membuat Zayn berpaling.

Jika ditanya apakah aku membenci perempuan itu, jelas jawabannya iya. Aku membencinya karena ia telah merebut Zayn dariku. Wanita manapun pasti akan bereaksi sama jika mengalami apa yang kurasakan.

Iya 'kan?

•••

Just Sunflower [Zayn Malik] - (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang