Mohon maap, update lama hehehe^^
🙏🙏🙏
Matahari sudah beranjak menjadi tepat di atas kepala. Sinarnya pun semakin terik, membuat orang-orang di bawah kungkungannya basah akan keringat.
Sudah 1 jam lamanya perempuan cantik itu menunggu, bajunya semakin basah akan keringatnya. Vannesa bergerak resah dalam duduknya. Tangannya bergerak mengambil air minum di sampingnya.
"Will, kau kemana?" gumamnya gelisah. Pasalnya, lelaki itu tak pernah membuatnya menunggu. Justru, selama ini Vannesalah yang selalu tega membuat William menunggu.Usaha Vannesa menelepon William tak berhenti. Perempuan itu kembali mengambil ponselnya, menghubungi William untuk kesekian kalinya. Namun, yang terdengar kembali suara operator perempuan yang menyebalkan.
"Ck! Membuat resah saja!" Vannesa berdecak kesal membuat orang-orang yang berlalu lalang menatapnya heran.
Matanya kembali menelusuri taman tempatnya berada. Tempat favoritnya menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya. Ia dan William terbiasa menghabiskan waktu di sini selama empat bulan terakhir. William salah satu orang terdekatnya. Tapi Vannesa masih menganggapnya dekat dalam artian sahabat, bukan kekasih sebagaimana status mereka.
Pandangannya terhenti pada kios kecil di seberang jalan. Tak bisa dielak lagi, tempat kecil itu mengingatkan Vannesa pada kenangan masa lalunya. Perempuan itu ingin sekali mengumpat, kenapa sulit sekali melupakan peristiwa yang sudah berlalu.
Toko bunga itu cukup ramai siang ini. Vannesa sangat ingat bagaimana ia dulu sempat lupa hari kematian ibunya, dan mendadak meminta Zayn mengantarnya ke sana. Lalu mereka berdua pergi ke pemakaman ibunya. Vannesa juga masih mengingat dengan jelas bagaimana hari-harinya dalam dua minggu itu yang selalu bertemu Zayn. Tertawa bersamanya dan mengobrol dengan santai.
Kekehan kecil tak sengaja keluar dari mulut Vannesa. Dan saat perempuan itu menyadarinya, ia cepat-cepat menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya dari toko bunga itu.
Vannesa sadar, semakin ia berusaha keras melupakannya, semakin banyak kenangan-kenangan muncul di pikirannya. Ia tidak boleh terus begini, bagaimanapun hidupnya terus berjalan. Dan ia tidak boleh tetap terpaku dalam satu hal. Vannesa harus belajar menerima dan ikhlas bahwa yang ia harapkan tak bisa selalu terwujud. Vannesa juga harus menata hidupnya kembali, dengan menjadikan pengalaman-pengalamannya sebagai contoh agar bisa menata ulang dengan lebih baik.
Dan pilihannya untuk bersama William adalah harapannya agar ia bisa hidup tanpa dibayangi masa lalu. Vannesa terus berharap pilihan ini tidak salah, hatinya yakin William orang baik. Sayangnya, hatinya juga yakin William tak bisa menempati satu-satunya tempat istimewa di hatinya.
Dering ponsel Vannesa memecah lamunannya. Nama William tertera di sana. Tanpa ragu Vannesa segera mengangkatnya.
"Will? Kau dimana?" Vannesa langsung melesatkan pertanyaan dengan gelisah.
"Vannesa, kau masih menungguku?"
Vannesa menghela napas, ia lega William terdengar baik-baik saja. "Tentu saja."
"Ya Tuhan! Maafkan aku, Vannesa! Aku tak bisa menjemputmu di sana. Ada urusan mendadak, dan aku lupa menghubungimu. Maafkan aku, maaf..."
Mendengar William yang tampak sangat menyesal, membuat Vannesa tidak tega mengomelinya. "Baiklah, aku akan pulang sendiri. Lain kali kau harus menghubungiku lebih awal. Di sini sangat panas. Sebagai gantinya, kau harus mentraktirku makan malam." Namun, Vannesa tak bisa menghentikan mulutnya yang ingin mengomel."Hahaha... Iya, Nyonya Vannesa. Aku siap mentraktirmu apapun yang kau mau. Tapi maafkan aku, itu tidak bisa malam ini. Kau tahu betapa sibuknya aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Sunflower [Zayn Malik] - (Complete)
Fanfiction"Apa aku juga harus mengalah kali ini?" ucap Vannesa lirih menandakan betapa sakitnya hati perempuan itu. 1000-2000 words