Cecilia

325 18 0
                                    

Karin berdiri di depan pintu masuk hotel sambil menunggu Evan yang sedang memarkir sepeda motor. Ia melihat jam, baru pukul satu siang. Sebenarnya tadi ia ingin singgah ke perkampungan di sekitar kaki Gunung Kelimutu tapi ia urung mengusulkannya pada Evan. Sepertinya dia masih marah padaku. Sepanjang perjalanan tadi dia nyaris tak bicara. Tak berapa lama kemudian, dilihatnya Evan berjalan menuju ke arahnya. Karin sedang bersiap memikirkan kata-kata yang pas untuk menyapa ketika Evan berjalan melewatinya begitu saja lalu masuk ke dalam hotel.

"Evan, tunggu!" seru Karin, tergopoh-gopoh menyusul.

"Ada apa lagi?"

Karin tertegun melihat wajah Evan yang pucat dengan bibir nyaris membiru.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Memangnya kamu peduli? Bukannya kamu cuma peduli maunya kamu sendiri?"

Lidah Karin mendadak kelu. Semenjak kejadian di Kelimutu, sikap Evan berubah kasar padanya. Lelaki itu tampak mendengus kesal lalu melanjutkan langkahnya.

"Apa menurutmu kita sebaiknya jalan sendiri-sendiri?" Seru Karin, membuat langkah Evan terhenti.

"Kamu pikir sendiri lah solusinya, sekarang aku mau istirahat."

Karin menatap sedih punggung Evan yang pergi meninggalkannya. Ia tampak jelas tak peduli. Biasanya lelaki itu selalu muncul dengan jawaban atas setiap masalah, sikapnya tenang dan dapat diandalkan, bersamanya terasa aman dan terlindungi. Dalam perjalanan kali ini Karin nyaris tak perlu banyak berpikir. Semua hal sudah diurus Evan, mulai dari rute perjalanan, angkutan, penginapan bahkan sampai memilih tempat makan yang enak. Evan membawa peta, kompas dan setumpuk informasi yang telah ia persiapkan sebelumnya di Jakarta sehingga perjalanan mereka di Flores relatif lancar.

Di dalam kamar hotel, Karin termenung mengingat kembali awal mula kisah perjalanannya bersama Evan. Kenapa harus ada insiden bagasi hilang? Kenapa harus bagasiku dan Evan? Ia beranjak dari tempat tidur lalu membuka jendela kamarnya membiarkan udara segar berhembus masuk. Andai saja rombongan mereka tak terpisah keadaannya pasti tak begini.

Tiba-tiba Karin teringat kalau ia belum mendapat balasan SMS dari teman-temannya. Rupanya ponselnya mati. Gara-gara kemarin mati lampu ia tak sempat mengisi baterai ponselnya, buru-buru disambarnya charger ponsel di atas meja kemudian menyalakan ponselnya. Ada tiga pesan masuk, dua dari Shean dan satu dari Dewo. Terimakasih Tuhan. Mereka udah sampai di Kelimutu! Karin pun buru-buru menelepon Shean tapi tak diangkat, sehingga ia lantas mengirim SMS saja untuk memberitahukan hotel tempatnya menginap.

Karin amat bersyukur karena kini mereka bisa melanjutkan perjalanan bersama-sama. Jadi ia tak perlu bingung memikirkan nasib perjalanannya bersama Evan. Mendadak bayangan lelaki itu kembali hadir di kepalanya dan ia pun dihantui rasa bersalah. Tapi segera dibuangnya perasaan itu jauh-jauh. Ia yakin semuanya akan membaik karena mereka sudah berkumpul lagi.

Tiba-tiba terdengar bunyi telepon masuk. Rupanya dari Shean.

"Halo, Shean! Kamu di mana?"

"Aku lagi di Desa Nggela. Kamu di mana?"

"Aku di hotel."

"Jadi kamu menginap di Hotel Merkuri?" tanya Shean.

"Iya."

"Kami juga nanti menginap di sana!"

"Wah, kebetulan!"

"Kok, jam segini kamu udah masuk hotel?"

"Kami tadi kehujanan di Kelimutu jadi langsung pulang ke hotel untuk ganti baju. Evan juga sepertinya perlu istirahat."

"Lho, Evan kenapa? Sakit?"

Backpacker In Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang